HUKUM | MEGAPOLITAN
“Warga menggugat karena instansi-instansi pemerintah tersebut khususnya Departemen Penerangan (sekarang Kementerian Kominfo) dan Kemenag dianggap telah merampas tanah milik warga dengan cara menduduki,”
Lapan6Online | Depok : Warga pemilik tanah adat Kampung Bojong-Bojong Malaka, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, menggugat Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan instansi lainnya terkait hak dan kepemilikan tanah seluas 121 hektar yang pada saat ini diduduki, dikuasai dan digunakan untuk membangun Kampus UIII Depok.
Puluhan warga memadati sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, pada Rabu (17/11/2021). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Dr. Divo Ardianto, SH,MH didamping dua hakim anggota masing-masing Nugraha Medica Prakasa, S.H, M.H dan Fausi, SH,MH. Perkara Perdata dengan nomor register perkara No.259/Pdt.G/2021/PN.Dpk itu digelar secara terbuka untuk umum.
Melalui kuasa hukumnya Hugo S Franata, SH,MH dan kawan-kawan dari Kantor Hukum Hugo Franata & Partner, warga menggugat Departemen Penerangan (sekarang Kementerian Komunikasi dan Informatika), Lembaga Penyiaran Publik, Kementerian Agama (Kemenag), UIII, Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Kanwil BPN Jawa Barat dan Kementerian ATR/BPN.
“Warga menggugat karena instansi-instansi pemerintah tersebut khususnya Departemen Penerangan (sekarang Kementerian Kominfo) dan Kemenag dianggap telah merampas tanah milik warga dengan cara menduduki, menguasai dan menggunakan tanah untuk membangun Kampus UIII Depok,” ujar kuasa hukum warga, Hugo S Franata, SH,MH usai sidang perdana di PN Kota Depok, pada Rabu (17/11/2021).
Sidang pertama sengketa tanah antara warga pemilik tanah adat Kampung Bojong-Bojong Malaka dengan tujuh instansi pemerintah tersebut dari pihak tergugat hanya dihadiri oleh pihak Kemenkominfo dan perwakilan dari Kementerian ATR/BPN.
“Lima tergugat lainnya tidak hadir meskipun majelis menerangkan surat panggilan (relass) sidang semuanya telah sampai dan diterima para tergugat. Sidang ditunda untuk dibuka kembali pada Rabu 8 Desember 2021 dan para tergugat yang tidak hadir pada sidang pertama akan dipanggil kembali untuk kedua kali,” jelas Hugo.
Salah seorang pemilik tanah, Ibrahim bin Jungkir (83 tahun) mengatakan, ia dan ratusan warga lainnya adalah warga asli Kampung Bojong-Bojong Malaka yang telah hidup ratusan tahun lamanya di lahan tanah adat tersebut secara turun temurun dari generasi ke generasi. Keberadaan mereka sebelum Departemen Penerangan (RRI) masuk dan menduduki lahan tanah perkebunan yang berbatasan dengan tanah adat milik warga pada 1957, kehidupan warga tenang dan tentram.
“Tidak pernah ada pihak lain mengganggu mereka. Namun sejak 1962 sampai dengan terjadinya peristiwa pengusiran oleh oknum pejabat Departemen Penerangan (RRI) sekitar tahun 1981-1995, barulah keberadaan warga selaku pemilik tanah adat mulai terusik bahkan sampai terjadinya eksodus dari lokasi tanah mereka akibat tekanan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oknum pejabat Departemen Penerangan (RRI),” paparnya.
Lanjut Ibrahim, tentang dasar dan alasannya, mengakui lahan tanah tersebut adalah tanah adat miliknya yang dianggap telah dirampas dahulu oleh Departemen Penerangan (RRI) dan sekarang oleh warga yang dianggap telah dirampas dahulu oleh Departemen Penerangan (RRI) dan sekarang oleh Kementerian Agama RI Cq UIII.
“Dengan tegas penuh percaya diri kami mengatakan telah memiliki alat-alat bukti yang cukup valid baik berupa bukti surat atau dokumen maupun saksi-saksi yang akan membuktikan bahwa lahan tanah tersebut bukan tanah negara bekas eigendom verponding tetapi tanah adat milik warga Kampung Bojong-Bojong Malaka,” tuturnya. (*D-tren/Von/Kop/Mas Te/Lpn6)