Ngeri! Kalimat “Tanpa Persetujuan Korban”, Akankah Menjadi Legalitas Zina di Perguruan Tinggi?

0
18
Hani Handayani/Foto: Ist.

OPINI | PENDIDIKAN

“Permendikbud PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik, dan tenaga kependidikan serta mahasiswi di seluruh Indonesia,”

Oleh : Hani Handayani

PERGURUAN tinggi Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja karena dugaan banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi pada mahasiswi di kampus, baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Terlebih mencuatnya kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada mahasiswi Universitas Riau oleh salah seorang dosen yang dialaminya saat bimbingan skripsi.

Terkait hal ini akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021. Isi aturan tersebut tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

Permendikbud ini terdiri dari 58 pasal yang menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Mengutip dari kompas.com Ketua Majelis Pendidikan Tinggi dan Pengembangan PP Muhammadiyah Prof. Lincolin Arsyad mengatakan ada pelegalan seks bebas di dalam pasal 5 ayat 2 Permendikbud 30 Tahun 2021. Karena peraturan ini dinilai melegakan praktik perzinaan di lingkungan kampus, sebab jika pelaku mendapatkan persetujuan dari korban maka tidak termasuk pelecehan seksual.

Meluruskan Tujuan Pendidikan
Sebelumnya Menteri Nadiem Makariem meluncurkan Kampus Merdeka sebagai wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekor dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

Maka ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat peraturan tentang kebijakan kampus tentu ini menjadi pertanyaan ada apa dengan kampus di negeri ini? Jelas bahwa dalam persoalan pendidikan di perguruan tinggi banyak PR yang harus dibenahi.

Terlebih Nadiem Makariem menyatakan Permendikbud PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik, dan tenaga kependidikan serta mahasiswi di seluruh Indonesia.

Bila menilik tujuan pendidikan dari Wikipedia.org berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, cakap dan mandiri. Sementara peraturan menteri ini ada frase “ Tanpa Persetujuan Korban” jelas ini sangat bertentangan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Hal ini pun diungkapkan pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki dalam channel YouTube nya (08/10/2021), yang mengatakan bahwa penggunaan kata kekerasan dalam peraturan tersebut dapat dimaknai bahwa tindakan perzinaan atas dasar tanpa kekerasan atau dengan persetujuan korban, maka tidak termasuk dalam pelanggaran seksual dan akhirnya perzinaan batas dasar suka sama suka di legalkan di kampus.

Liberalisasi Pendidikan
Pihak-pihak yang pro terhadap Permen PPKS ini seperti dari BEM UI, Jaringan Muda, Lingkar Studi, Feminisme yang terdiri dari puluhan lembaga intra dan ekstra kampus. Di mana gerakan mahasiswa yang pro terhadap kebijakan ini didampingi para aktivis gender-feminisme yang tak henti berkicau mendukung permen PPKS. Mereka mengabaikan pendapat para ulama dan pihak-pihak yang mengkritisi kebijakan ini.

Sungguh sangat disayangkan pemikiran liberalisme (kebebasan), sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah merasuk ke dalam jiwa para aktivis kampus. Para mahasiswa yang pro terhadap Permen PPKS ini menganggap frase “ Tanpa Persetujuan Korban” sudah sesuai dengan HAM. Mereka melupakan nilai agama yang bersandar pada halal-haram dalam penentuan suatu perbuatan.

Ini sangat menyedihkan di mana institusi tertinggi dalam pendidikan yang merupakan tempat lahirnya intelektual peradaban, manusia yang memiliki kepribadian luhur pembuat perubahan, sebagaimana tujuan dari pendidikan. Ternyata, malah menyempurnakan pemikiran liberalisme, sekularisme dalam pergaulan yang berakibat kerusakan pada generasi aset bangsa menjadi pemuja syahwat.

Saat ini lembaga pendidikan tidak punya pilihan di era liberalisme ini, ketika Permendikbud ini disahkan jika lembaga perguruan tinggi menolak, maka harus bersiap dikenakan sanksi administratif yang berat. Seperti, pengurangan bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana, bahkan hingga penurunan akreditasi kelembagaan. Ini membuat tujuan pendidikan semakin jauh bara dari api.

Cara Islam Menyelesaikan
Tidak bisa dimungkiri bahwa liberalisme, sekularisme telah melahirkan kebebasan individu. Maka wajar kasus kekerasan seksual terus meningkat setiap waktunya. Bahkan mencari tempat teraman dari kekerasan seksual saat ini sangat sulit terlebih di lingkungan pendidikan.

Lantas masihkah berharap pada aturan manusia yang penuh kontroversi? Manusia memiliki keterbatasan dalam berpikir dan tidak pantas membuat aturan kehidupan tanpa disandarkan kepada Al Qur’an dan hadist.

Di dalam syariat Islam ada aturan tata cara pergaulan yang secara detail membahas interaksi laki-laki dan perempuan. Dalam berinteraksi di tempat umum seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, pasar boleh terjadi interaksi. Tetapi dalam berinteraksi tersebut ada batasan yang harus di taati, sehingga menutup celah terjadinya pelecehan seksual.

Sistem Islam ditegakkan atas tiga pilar yakni; pertama, ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan aturan oleh negara. Maka secara individual akan dilakukan pembinaan ketaqwaan agar individu dapat menjaga diri dari kemaksiatan.

Kedua, adanya kontrol masyarakat berupa amar makruf nahi munkar ketika menyaksikan perbuatan yang melanggar syariat. Ketiga, setelah pencegahan telah diupayakan tetapi masih ada pelaku kejahatan seksual ini, maka negara akan turut andil dengan memberikan sanksi.

Hal ini telah dijelaskan di dalam Al Qur’an, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap sepi dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kamu kepada keduanya mencegah kami untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaannya) hukuman mereka di saksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” ( QS:An Nur :2).

Maka persoalan pelecehan seksual di lingkungan kampus tidak akan menjadi sulit diatasi ketika sistem Islam diterapkan secara sempurna. Wallahu a’lam. [*GF/RIN]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini