Mafia Tanah Makin Menggurita, Segera Revitalisasi Sistem Birokrasi

0
109
Ilustrasi/Net

OPINI | HUKUM

“Tiga penyebab ini maka rumusan solusi juga harus berpulang pada tiga hal ini. Mengingat Kasus Mafia tanah ini sudah sangat menggurita dan berkepanjangan. Mulai dari level desa hingga negara,”

Oleh : Puput Hariyani, S.Si,

KEBERADAAN mafia tanah kembali marak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Baru-baru ini, kasus mafia tanah diungkap oleh Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksamana Muda (Laksda) Nazali Lempo saat mengklaim tanah milik TNI AL seluas 32 hektar dan 8,5 hektar tanah milik Yudi Astono warga Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.

Sebenernya tanah milik TNI AL ini diklaim sejak tahun 1996 oleh tujuh pihak, namun semua pihak kalah sehingga tinggal satu penggugat (Soemardjo). Ia menggunakan Gross Akte Eigendom Veeponding Nomor 849 dan nomor 850 tertanggal 15 April 1953. Namun, setelah dicek dan dilaporkan ke Bareskrim akte milik Soemardjo tidak identik (palsu), sementara milik TNi AL identik (asli) (Berita Metro, 11/11/2021)

Puput Hariyani, S.Si,/Foto : Ist.

Menurut penuturan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana, modus mafia tanah biasanya dengan merekayasa seakan-akan ada sengketa dan harus diselesaikan lewat pengadilan.

Sementara Dewi Kartika sebagai Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendorong DPR untuk memanggil Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi terkait perkembangan pertanahan. Sangat penting untuk memanggil lembaga terkait apa hasil kerja dari MoU terkait pemberantasan mafia tanah agar beberapa kerja prioritas penyelesaian konflik agraria sebagaimana dikutip dari Merdeka.com.

Dewi menduga ada permainan orang dalam yang menyebabkan banyaknya sertifikat ganda beredar di masyarakat. Beliau mendesak Polri dan Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan bersih-bersih struktur di tubuh dua lembaga tersebut agar pemerintah bersih dan masalah seperti ini tidak beelarut-larut (Liputan6.com)

Berulangnya kasus mafia tanah penting untuk diurai agar ketemu titik pangkalnya. Mengetahui penyebab maraknya mafia tanah akan semakin mempermudah merumuskan solusi tuntas.

Berdasarkan pengamatan Dewi Kartika seperti yang dilansir viva.co.id, banyak faktor yang menjadi sebab sindikat mafia tanah masih bertahan. Pertama, tidak ada tranparansi terkait administrasi, keterbukaan informasi tentang pertanahan.

Tertutupnya informasi terkait pertanahan yang membuat mafia tanah bisa bekerja dengan leluasa. Kedua, Minimnya data terkait pertanahan sehingga menyulitkan pembuktian. Ketiga, sebagaimana dipertegas oleh anggota Komisi II DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus, tidak mungkin tidak melibatkan orang dalam, pasti ada oknum yang mem-back up, karena tidak mungkin akan bisa jalan dan berhasil jika tidak ada akses orang dalam (Media Indonesia).

Dengan tiga penyebab ini maka rumusan solusi juga harus berpulang pada tiga hal ini. Mengingat Kasus Mafia tanah ini sudah sangat menggurita dan berkepanjangan. Mulai dari level desa hingga negara. Model sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini memang sangat longgar dan mudah diintervensi.

Karena memang secara konsep pemerintah tidak diperkenankan terlalu mengatur urusan masyarakat. Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “An Inquiry the nature and Cause of the wealth of nation” mengatakan bahwa setiap orang dikehendaki atas kebebasannya dalam bekerja dan berusaha dalam persaingan yang sempurna dengan tanpa campur tangan pihak pemerintah (accurate.id)

Trubus Rahadiansyah selaku Pengamat Kebijakan Publik menilai bahwa beraksinya mafia tanah secara terus menerus dikarenakan pemerintah sangat lemah dalam hal pengawasan. Ia berujar, birokrasi kita sangat mudah diintervensi, kualitas SDM ASN, baik pegawai hingga oknum-oknum pejabat bermental bisnis, jadi ingin mencari keuntungan, mentalnya bukan mental pelayan, dan hal ini terjadi baik di level ART/BPN hingga Pemprov dan Pemda (Liputan6.com)

Artinya sistem ini memang “memberi kesempatan” bagi lahirnya para oknum yang tidak bertanggungjawab dan memperluas lahan basah bagi aksi perampokan tanah akibat abainya pemimpin negara dan lemahnya hukum yang ditetapkan.

Sehingga pemberantasan mafia tanah tidak bisa sekedar dengan memperbaiki transparansi atau perbaikan akhlak individu pegawai negara yang terkait saja karena pada faktanya lahirnya pegawai yang tidak amanah justru karena longgarnya pengawasan dan tidak tegasnya hukum yang berlaku.

Oleh karenanya, butuh revitalisasi sistem birokrasi secara menyeluruh tentang bagaimana penerapan hak atas tanah, kemudian sistem administrasi yang tidka berbelit-belit, cepat, tepat, teliti dan memudahkan seluruh lapisan masyarakat. Serta membutuhkan sistem kehidupan yang mampu melahirkan pribadi pegawai negara yang amanah juga masyarakat yang dilingkupi dengan keimanan sehingga tidak akan mengambil jalan pintas untuk mendapatkan keuntungan.

Islam dengan paradigma yang sempurna memiliki solusi yang unik untuk mengatasi permasalahan sengketa lahan. Diawali dengan konsep bahwa Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad, maka memastikan seorang pemimpin menyelenggarakan pemerintahan dengan sangat adil.

Adil itu lawan dari dzalim. Adil itu adalah memimpin dengan menggunakan hukum yang berasal dari Allah Dzat yang Maha Adil.

Islam memiliki pengaturan kepemilikan tanah dengan menghidupkan tanah mati. Yaitu memakmurkannya, menjadikan tanah mati layak untuk lahan pertanian atau membuat bangunan di atasnya atau aktivitas yang menunjukkan pemakmuran atas tanah tersebut. Rasulullah SAW bersabda, ” Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Ahmad)

Khalifah Umar juga telah menjadikan penguasaan tanah oleh seseorang selama tiga tahun. Jika tanah tersebut dibiarkan hingga habis masa tiga tahun tersebut dan dihidupkan oleh orang lain maka orang yang terakhir adalah yang berhak atas tanah tersebut. Tindakan Khalifah Umar ini disaksikan oleh para sahabat dan mereka tidka mengingkarinya. Dengan demikian ketetapan ini menjadi Ijmak Sahabat.

Oleh karenanya dengan dasar kemampuan mengelola tanah manjadi produktif maka sengketa lahan dapat dihindarkan. Tentunya juga akan menjauhkan umat dari potensi kezaliman. Atmosfir ini akan terwujud, tidak lain dan tidak bukan ketika Islam diberi ruang untuk mengatur sisi kehidupan dengan kesempurnaan aturan yang lahir dari Allah SWT, pemilik dan pengatur alam semesta. Wallahu’alam bi ash-showab. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah Pendidik Generasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini