OPINI | POLITIK
“Moderasi beragama adalah cara pandang yang membawa orang ke jalan tengah, jauh dari jalan yang berlebihan atau ekstrem. Dengan moderasi beragama, cara beragama masyarakat menjadi toleran, tanpa kekerasan, menghargai budaya, dan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat,”
Oleh : Dina Aprilya
MENAG Yaqut Cholil Qoumas menyebut penguatan moderasi beragama bisa menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan. Ia mengatakan Indonesia sebagai negara multikultural dan multiagama ditantang untuk mengelola keragaman dan permasalahan sosial keagamaan.
Menurutnya, belakangan, ada beberapa orang memiliki pemikiran keagamaan eksklusif dan ekstrem. Mereka mengklaim kebenaran hanya untuknya sendiri dan menyalahkan orang lain. Hal ini ia anggap menimbulkan ketegangan di masyarakat dan mengancam kerukunan intra dan antarumat beragama di Indonesia. Untuk itulah perlu moderasi beragama.
“Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Agama mengembangkan konsep moderasi beragama. Moderasi beragama adalah cara pandang yang membawa orang ke jalan tengah, jauh dari jalan yang berlebihan atau ekstrem. Dengan moderasi beragama, cara beragama masyarakat menjadi toleran, tanpa kekerasan, menghargai budaya, dan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat,” paparnya (kemenag.go.id, 10/12/2021).
Jalan kompromi, yang lantas disebut sebagai manhaj wasathiyah ini, berusaha untuk tetap menerima semua ajaran agama dan tidak menolaknya sebagaimana kaum liberal, namun menolak penerapannya bahkan menyebut kelompok yang menuntut penerapan syariat Islam sebagai kelompok radikal. Yang ironis, kelompok wasathiyah ini tidak mau dikatakan sekuler padahal inilah sekularisme sejati.
Pernyataan Menag ini mengundang sejumlah tanya. Jika menyandarkan hal tersebut pada pemikiran Islam, apakah berarti seorang muslim tidak boleh mengakui bahwa Islam satu-satunya agama yang benar? Lalu, apakah muslim yang mengakui hal tersebut adalah muslim radikal dan ekstrem yang mengancam kerukunan? Benarkah moderasi beragama mampu menyolusi permasalahan sosial keagamaan?
Moderasi beragama adalah proyek besar yang justru menjauhkan umat Islam dari syariat Islam yang sedang dijalankan oleh Barat dan sekutunya. Seolah-olah moderasi beragama ialah solusi dalam berbagai permasalahan multidimensi di negeri ini. Secara serius Barat berusaha agar umat Islam makin sekuler dengan racun moderasi beragama. Moderasi seolah sangat manis. Padahal, moderasi ialah racun berbalut madu.
Sebab, moderasi beragama adalah sesuatu yang bersifat jalan tengah, yang tidak terlalu fanatik dan tidak terlalu radikal. Arus Moderasi bukan produk dalam negeri. Moderasi, konsep besar hingga peta jalan implementasinya merupakan gagasan yang lahir dari RAND Corporation.
Moderasi beragama mengajarkan semua agama adalah sama sehingga tidak boleh mengklaim hanya satu agama yang benar dan yang lain salah. Artinya, moderasi menganggap kedudukan Islam sama dengan Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya; semuanya benar dan sama-sama menuju Tuhan dan surga yang sama. Tentu saja, jelas ini adalah keyakinan yang salah dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam moderat diartikan sebagai Islam yang tidak liberal dan tidak radikal. Namun faktanya, pluralisme beragama digencarkan dan penolakan penerapan hukum-hukum syara’. Moderasi beragama tak lain Islam liberal yang berganti baju, menggunakan lipstick baru untuk membuat kaum muslim tertipu. Buktinya, gegara moderasi beragama, syariat Islam terus dibenturkan dengan konsep dan pemikiran selain Islam, seperti HAM, demokrasi, pluralisme, feminisme, dan sebagainya.
Namun, benarkah moderasi ini ialah cara terbaik? Boro-boro Islam diimplementasikan, justru syariat Islam makin dicampakkan gara-gara gagasan moderasi beragama. Tujuan moderasi beragama adalah dibentuk masyarakat moderat yang terbuka terhadap nilai-nilai Barat.
Sungguh, ini hakikatnya adalah penjajahan. Moderasi beragama gak lain bertujuan untuk menyelaraskan agama dengan nilai-nilai Barat. Secara gak langsung, memaksa pemahaman agama (Islam) tunduk pada tsaqafah Barat (liberalisasi Islam).
Moderasi beragama menjadikan tokoh-tokoh liberal rujukan, mengadopsi gerakan rekontekstualisasi fikih, dan mendekonstruksi metode tafsir. Hegemoni tersebut terus berjalan, ketika negeri-negeri Muslim mau ‘mengakui’ kebenaran dan menerapkan ideologi kapitalisme. Ya, ideologi kapitalisme, racun yang diberikan Barat kepada negeri-negeri muslim untuk tetap tunduk pada Barat. Keterjajahan negeri-negeri muslim hari ini, tak lain tak bukan karena mengadopsi ideologi Kapitalisme.
Barat takut kalau negeri-negeri muslim melepaskan dan membuang ideologi kapitalisme. So bagi mereka, ideologi Islam dianggap penghalang dan harus dimoderatkan secara terstruktur dan sistematis agar sesuai dengan kendali Barat. Salah satu jalannya adalah moderasi beragama melalui kaki tangan dan perangkat lembaga negara. Barat terancam dengan dakwah Islam kaffah, wajar jika Barat sekarang bikin istilah Islam moderat untuk membuat kaum Muslim jauh dari Islam.Umat Islam harus hati-hati dengan istilah Islam moderat. Karena, moderasi beragama tak ubahnya dengan liberalisme.
Padahal, Allah Swt. tidak pernah memerintahkan umat Islam untuk menjadi muslim moderat, tetapi menjadi muslim yang sebenarnya, yaitu muslim kafah. Barat memaksakan ide moderasi Islam ke seluruh negeri muslim, termasuk Indonesia. Islam moderat adalah yang mau mengikuti arahan Barat. Inilah Islam versi Barat.
Islam adalah satu-satunya ideologi yang Barat takuti (Amerika dkk.) setelah jatuhnya sosialisme. Barat menyadari bahwa sistem Islam (Khilafah) adalah kunci kekuatan umat Islam sehingga Barat harus mencegah tegaknya Khilafah. Inilah yang disebut Islam kaffah. Inilah keberislaman yang diperintahkan oleh Allah Swt. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS.Al-Baqarah : 208).
Tampak jelas bahwa moderasi beragama justru akan membuat umat jauh dari ajaran Islam. Padahal, ajaran Islam merupakan al-haq (kebenaran) yang akan membawa pada kebaikan, rahmat, juga keberkahan. Jangan pernah meragukan hal itu. Allah Swt. berfirman,
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah [2]: 147).
Jika demikian halnya, masihkah berharap pada moderasi beragama yang nyata-nyata makin menjauhkan umat dari Islam? Moderasi beragama jelas bukan solusi. Islam kafahlah solusi hakiki. Wallahhu A’lam Bishshowab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien