POLITIK | NUSANTARA
“Sehingga penting bagi Pj Kepala Daerah untuk bisa melakukan pendekatan-pendekatan secara historis maupun secara kultur. Namun yang terpenting adalah situasi politik di 2024 itu jelas sangat berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya,”
Lapan6Online | Jakarta : Pelaksanaan Pilkada Serentak pada 2024 akan memunculkan Pejabat (Pj) di sejumlah daerah untuk menggantikan kepala daerah yang habis masa tugasnya pada 2022 dan 2023.
Sebanyak 272 daerah akan dipimpin oleh Pj dan sebagian besar Pj akan menjabat lebih dari 1 (satu) tahun. Topik inilah yang menjadi bahasan Talkshow Apkasi yang digelar secara daring, pada Senin (14/03/2022).
Dalam kata pengantarnya, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengaku mendapat banyak pertanyaan dari rekan-rekan kepala daerah khususnya bupati yang mempertanyakan persoalan Pj kepala daerah ini.
Menurut Bupati Dharmasraya ini, konsekuensinya harus mendapat perhatian khususnya menyangkut dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan gambaran visi dan misi para kepala daerah terpilih.
“Banyak anggota Apkasi yang mempertanyakan batas kewenangan pejabat kepala daerah, seperti perubahan OPD atau mutasi pejabat. Kekhawatiran lainnya adalah keberlangsungan pembangunan di daerah mengingat pejabat kepala daerah tidak memiliki legitimasi pilihan rakyat secara langsung. Juga adanya anggapan akan tersendatnya komunikasi dengan DPRD terkait membahas program prioritas dan pengelolaan anggaran,” kata Sutan Riska sambil menambahkan Talkshow Apkasi ini diselenggarakan dalam rangka memfasilitasi agar keresahan para kepala daerah bisa dijawab oleh narasumber yang berwenang di tingkat pusat.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kementerian Dalam Negeri, Andi Bataralifu yang menjadi narasumber pertama menyebutkan, saat ini ada sekitar 4.262 Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya dan Pratama yang memenuhi kriteria untuk menduduki penjabat (Pj) Kepala Daerah yang akan habis masa jabatan pada 2022 dan 2023 atau sebelum Pemilu 2024. “Kalau ditotal ada sekitar 4.626 pejabat yang memenuhi kriteria untuk menduduki Pj,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pada 2022 dan 2023 akan terjadi pergantian 272 kepala daerah. Pada tahun 2022 ada 101 kepala daerah yang diganti, sedangkan pada 2023 sebanyak 171 kepala daerah diganti. Untuk mengisi kekosongan, seluruh daerah itu akan diisi Pj kepala daerah yang akan ditunjuk atau diangkat Menteri Dalam Negeri. Hal ini sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Merujuk pada penjelasan JPT Pratama dan Madya di Undang-Undang ASN, kita dapat menyampaikan bahwa JPT Pratama yang tersedia, ketersediaan jabatan tinggi Madya untuk sebagai calon ataupun alternatif untuk dipilih sebagai penjabat Gubernur di level kementerian atau di pusat itu ada 588, di provinsi itu ada 34,” kata Andi.
Jadi sebetulnya ketersediaan itu totalnya, kata Andi, sekitar 622 untuk mengisi kekosongan Pj Gubernur di tahun 2022 untuk 7 Gubernur dan atau di tahun 2023 yang 17 Gubernur. “Artinya dari sisi ketersediaan itu memadai,” katanya.
Menjawab tentang kekhawatiran akan batasan kewenangan pejabat yang akan ditunjuk, Andi menegaskan pembatasan kewenangan tertuang dalam PP No.49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“Tugas dan wewenang penjabat kepala daerah itu sama dengan definitif, namun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya ada pembatasan sebagaimana tertuang dalam PP No.49 Tahun 2008,” imbuhnya.
Adapun empat hal utama yang dibatasi Pj Kepala daerah adalah yang pertama dilarang melakukan mutasi pegawai. Kedua, dilarang membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, atau mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya. Ketiga, dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan keempat, Pj Kepala Daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
“Ada empat hal utama yang dilarang bagi penjabat kepala daerah, namun pembatasan kewenangan atau larangan tersebut dapat dikecualikan jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Artinya tetap ada mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap Pj dalam melakukan aktivitas, tugas dan kewenangan kepala daerah. Hal ini juga terkolerasi dengan mekanisme laporan, evaluasi binwas yang dilakukan secara berjenjang dalam konteks Pj dalam hal ini melaksanakan tugasnya di masa masa transisi ini,” jelas Andi.
Sementara itu Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Teguh Setyabudi yang tampil sebagai pembicara kedua mencoba menjawab isu-isu terkait keberlanjutan pembangunan daerah selama kekosongan Kepala Daerah. Ia menyampaikan bahwa Kemendagri telah mengantisipasi terkait dengan keberlanjutan pembangunan daerah selama dijabat oleh Pj Kepala Daerah.
Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah Dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir Tahun 2022, telah diamanatkan kepada Daerah yang habis masa jabatan Kepala Daerahnya tahun 2022, agar menyusun dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026.
“Percayalah jika Anda ditunjuk sebagai Pejabat Kepala Daerah maka ada Menteri ada Presiden sebagai atasa yang sewaktu-waktu bisa meniup peluit jika Anda melanggar aturan,” tegasnya. Teguh menegaskan bahwa Pejabat Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan ditunjuk nanti itu termonitor, dan tidak akan dibiarkan melanggar rambu-rambu yang sudah ditetapkan.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Kemendagri di mana seorang Pj Kepala Daerah sudah sepatutnya menjalankan sesuai dengan peraturan yang ada.
“Kami berharap para Pj Kepala Daerah ini nantinya dalam menjalankan tugasnya, pertama ia tidak boleh mengganggu apa yang telah ditetapkan menjadi visi, misi dan target pembangunan dari kepala daerah sebelumnya, di mana itu semua tentu sudah melewati proses dan kesepakatan-kesepakatan dengan DPRD dan pihak-pihak lainnya,” ujarnya.
Hal kedua, imbuh Ahmad Doli, harapannya para Pj Kepala Daerah adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya, bisa memahami siatuasi di lapangan tidak hanya berlatar belakang sebagai birokrat, namun ia juga memahami betul seluruh potensi dan dinamika di daerah di mana ia ditempatkan.
“Sehingga penting bagi Pj Kepala Daerah untuk bisa melakukan pendekatan-pendekatan secara historis maupun secara kultur. Namun yang terpenting adalah situasi politik di 2024 itu jelas sangat berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sehingga Pj Kepala Daerah yang akan ditunjuk diharapkan tidak hanya bisa menjalankan roda pemerintahan, tapi ia juga dituntut untuk bisa menjaga independensinya,” kata Ahmad Doli lagi.
Sementara itu Prof Ryaas Rasyid mengingatkan bahwa terkait penujukan Pj Kepala Daerah ini Kemendagri mempunyai tugas penting untuk memastikan prosesi peralihan kepememimpinan di daerah bisa berjalan mulus.
“Para Pj Kepala Daerah ini harus bisa memahami situasi kultur dan politik di daerah masing-masing sehingga kehadirannya bisa diterima dengan baik di masyarakat. Tidak malah justru ia datang dengan gaya penguasa baru yang malah menyulut kontroversi atau mendatangkan kecurigaan publik. Inilah yang harus disiapkan oleh Kemendagri bagaimana para Pj Kepala Daerah ini nantinya bisa menyikapi situasi dan dinamika di masyarakat,” tuturnya sambil mengingatkan diklat-diklat yang ada di Kemendagri untuk membekali para kepala daerah yang baru terpilih bisa diberdayakan lebih optimal lagi.
Kegiatan talkshow ditutup oleh Sekretaris Jenderal Apkasi Adnan Purichta Ichsan yang menggarisbawahi bahwa kegiatan yang diselenggarakan Apkasi ini sangat baik. “Ini menjadi referensi bagi kita semuanya. Apkasi siap memfasilitasi apa yang menjadi aspirasi rekan-rekan Bupati untuk kita angkat dalam forum diskusi interaktif seperti ini di waktu-waktu mendatang,” imbuh Bupati Gowa ini. (*Kop/Mas Te/Lpn6)