PERISTIWA | NUSANTARA
“Sekarang ini juga dilaporkan maraknya penggunaan solar bersubsidi oleh kendaraan pengangkut sawit maupun pertambangan yang semestinya tidak berhak,”
Lapan6Online | Jakarta : Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyebut ada beberapa sebab solar subsidi masih langka di pasaran meski tahun ini pemerintah sudah menaikkan kuota. Percuma menaikkan kuota solar bersibsidi jika lubang kebocoran menganga tanpa cepat ditambal.
Mulyanto menjelaskan, Komisi VII DPR baru saja menyepakati bersama Kementerian ESDM untuk meningkatkan kuota solar bersubsidi menjadi 17 juta kiloliter untuk tahun 2022. Tahun sebelumnya, kuota solar subsidi hanya sekitar 15 juta kiloliter.
“Namun penambahan kuota solar ini bisa jadi tidak akan berefek banyak. Kalau berbagai penyimpangan penggunaan solar bersubsidi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab tidak ditindak tegas,” kata Mulyanto di Jakarta, pada Kamis (31/3/2022).
Politisi senior PKS ini mengaku prihatin akan terjadinya kelangkaan solar di beberapa daerah. Mulyanto meminta Pertamina dan BPH Migas libatkan pihak Kepolisian untuk mencari tahu akar masalahnya.
“Pemerintah harus sigap medeteksi akar permasalahan dan merumuskan solusinya, serta menjalankan tindakan konkret di lapangan,” tegas Mulyanto.
Mengapa Solar Subsidi Masih Langka?
Menurut Mulyanto, ada beberapa penyebab peningkatan permintaan solar ini. Pertama adalah ekonomi yang mulai membaik dan mendorong pertumbuhan industri, yang memicu peningkatan kebutuhan energi termasuk solar.
Kedua, disparitas harga yang cukup tinggi antara solar subsidi dan non subsidi, akibat lonjakan harga migas dunia. Disparitas ini menyebabkan pengguna solar non subsidi beralih menggunakan solar subsidi.
“Kemudian yang juga patut diduga adalah adanya penyimpangan penggunaan solar bersubsidi oleh pihak yang tidak berhak, terutama sektor industri,” ujar Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menegaskan disparitas harga antara solar subsidi dan solar nonsubsidi mencapai sebesar Rp 7.800 per liter. Angka ini cukup besar dan menjadi daya tarik yang tinggi bagi oknum-oknum pencari rente ekonomi secara menyimpang. Akibatnya, yang dirugikan adalah masyarakat yang membutuhkan solar subsidi.
“Sekarang ini juga dilaporkan maraknya penggunaan solar bersubsidi oleh kendaraan pengangkut sawit maupun pertambangan yang semestinya tidak berhak,” kata Mulyanto.
Mulyanto pun mendesak BPH Migas dan Pertamina untuk tidak ragu-ragu bersama aparat Kepolisian untuk menangkap dan menindak tegas oknum yang tidak bertanggung-jawab tersebut. Ia juga mengusulkan agar Pemerintah segera membuat aturan agar kendaraan mewah dilarang menggunakan solar bersubsidi.
“Ini penting agar kebijakan solar bersubsidi ini tepat sasaran. Ini untuk memenuhi rasa keadilan. Karena negara hanya mensubsidi masyarakat yang tidak mampu, bukan orang kaya,” tutup Mulyanto. (*Osy/Red))
*Sumber : hariannkri.id