Jangan Ada Lagi Modus Surat Edaran THR Lindungi Pengusaha Nakal

0
11
Dwi Harto Hanggono, Sekjen DPP FSB NIKEUBA. (Foto: Istimewa).

Lapan6Online | JAKARTA : Dwi Harto Hanggono Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika keuangan Perbankan dan Aneka Industri (DPP FSB NIKEUBA) afiliasi KSBSI mengingatkan kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah agar saat menerbitkan Surat Edaran (SE) Tunjangan Hari Raya (THR), memihak kepada buruh.

Pasalnya, dimasa pandemi Covid-19 ini, kondisi kesejahteraan buruh memang banyak terpuruk.

“Pastinya di Bulan Suci Ramadhan 1443 H ini, pengusaha sudah mulai mempersiapkan THR untuk buruhnya. Aturan THR ini sesuai dengan Permenaker No. 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi buruh bekerja di perusahaan,” ucapnya beberapa waktu lalu di Kantor KSBSI, Cipinang Muara Jakarta Timur.

Ia menjelaskan setiap buruh berhak mendapatkan THR. Baik mereka status bekerja yang mempunyai hubungan kerja permanen, kontrak atau pun harian dengan besaran 1 bulan upah jika telah bekerja minimal 1 tahun. “Nah bagi buruh yang bekerja belum 1 tahun tetap mendapatkan THR secara proposional berdasarkan Permenaker 6/2016 serta paling lambat 7 Hari sebelum Hari Raya,” ungkapnya.

Sebagai aktivis serikat buruh, Dwi berharap pada 2022 ini tidak ada lagi perusahaan yang tidak memberikan THR nya kepada buruhnya sesuai dengan aturan yang ada. Termasuk alasan pembenaran karena situasi pandemi Covid-19 belum pulih. Sehingga THR dicicil, diberikan cuma 50 persen. Bahkan ironisnya banyak buruh tidak menerima THR seperti yang terjadi pada tahun lalu.

Masih banyak pengusaha nakal memanfaatkan situasi pandemi untuk tidak menjalankan kewajibannya sesuai dengan aturan. Seperti saat ini masih banyak buruh yang upahnya hanya dibayar 50 sampai 70 persen dengan alasan terdampak Covid-19. Tapi faktanya produksi sudah berjalan normal,” tegasnya.

Dwi juga berharap kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja RI jangan lagi membuat kebijakan khususnya tentang THR yang merugikan buruh. Dan memberi peluang kepada para pengusaha nakal berlindung dibalik SE THR seperti padfa 2021 lalu.

Artinya, kalau pun jika masih ada perusahaan yang belum pulih dan kondisinya diketahui buruhnya, biarkan buruh dan pengusaha di tingkat perusahaan tersebut yang berunding. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan kebijakan lagi. Karena akan berdampak general dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum pengusaha nakal.

“Saya pikir setiap perusahaan itu sudah mempersiapkan anggaran THR untuk buruhnya dari jauh hari sebelumnya. Sebab biaya ini merupakan bagian dari pengeluaran pasti dan sudah dikalkulasikan, sehingga tidak ada alasan kesulitan buat para pengusaha menjalankan kewajibannya,” pungkasnya.

Ia juga mendorong pemerintah untuk fokus terhadap regulasi yang ada Permenaker 6/2016. Serta menindak tegas terhadap perusahaan yang tidak patuh aturan. Intinya, fungsikan dan maksimalkan pengawas ketenagakerjaan.

“Bagi perusahaan yang tidak patuh, pemerintah harus berani bertindak tegas. Karena buruh memang butuh roh yang kuat dalam penegakkan hukum ketenagakerjaan,” tutupnya.

[ANDREAS/RED]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini