OPINI | POLITIK
“Sesungguhnya kebijakan menghapus tenaga honorer ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan, dan otomatis menimbulkan masalah sosial ekonomi,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
BERJUANG dengan sepenuh hati dan penuh pengorbanan agar lulus sekolah dengan tujuan mendapatkan pekerjaan yang layak, beserta pendapatan yang memadai untuk menopang kehidupan rumah tangga, ternyata sulit diwujudkan.
Walaupun sudah melalui perjuangan yang sangat panjang dan segala pengorbanan sudah dilakukan, untuk lulus dari pendidikan formal ternyata hanya bisa mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga honorer yang hanya bisa memberikan kesejahteraan melalui gaji yang jauh di bawah UMR.
Jika dilihat, pekerja honorer bukanlah tenaga kerja yang direkrut oleh pemerintah pusat yang berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, melainkan diangkat secara mandiri oleh masing-masing instansi yang turut prihatin dengan lulusan pendidikan yang banyak, tetapi tidak tertampung oleh pemerintah karena kantong tenaga kerja lebih sedikit daripada kantong para pencari kerja. Ini lah yang menyebabkan bagaimana menentukan standar gaji honorer dan cara perekrutan pegawai, tidak memiliki standar yang sama pada setiap instansi.
Ternyata, dengan tujuan menyejahterakan tenaga honorer, pemerintah mengambil kebijakan untuk menghapus tenaga honorer, yang akan dimulai pada 28 November 2023. Dan dituangkan dalam keputusan surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022, penghapusan honorer ini juga dinilai sebagai pelaksanaan menjalankan amanat UU No. 5/2014 tentang ASN.
Dalam pelaksanaannya nanti tenaga honorer akan dihapus dan diganti dengan sistem outsourcing, sehingga dapat terintegrasi dalam sistem manajemen SDM pemerintah, sekaligus memastikan pemerintah dapat melakukan proses manajemen SDM dengan baik.
Apakah kebijaksanaan penghapusan tenaga honorer ini tepat untuk menyejahterakan masyarakat dalam mencari nafkah? Atau bahkan malah menambah masalah baru? Tidakkah terpikirkan kebijakan ini akan menimbulkan begitu banyaknya tenaga honorer yang statusnya terancam akan dihapus. Kebijakan ini tentu akan menambah masalah di kemudian hari, seperti banyak tenaga honorer yang akan kehilangan mata pencaharian mereka karena tidak ada lagi alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk gaji honorer, secara otomatis ancaman bertambahnya pengangguran akibat adanya penghapusan tenaga honorer ini akan terwujud.
Bukankah kebijakan pemerintah ini hanya berfokus karena ingin menyelesaikan masalah, karena telah terjadinya penumpukan jumlah guru honorer yang memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat, yang memang sudah seharusnya merupakan kewajiban.
Namun, kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru.
Padahal, guru adalah tenaga kerja yang dibutuhkan lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Apabila hal Ini diabaikan otomatis membuktikan begitu rendahnya perhatian negara terhadap Pendidikan dan akan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.
Gaji guru honorer yang berjuang mencerdaskan anak bangsa dengan jumlah gaji rupiahnya tidaklah seberapa harus dihapuskan, tetapi mendanai kegiatan yang belum jelas manfaat yang diperoleh bagi negara bisa diperjuangkan untuk tetap lanjut dibiayai pemerintah. Sesungguhnya kebijakan menghapus tenaga honorer ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan, dan otomatis menimbulkan masalah sosial ekonomi.
Apakah hal ini tidak membuka mata hati dan mata pikiran kita sebagai masyarakat, untuk menilai kinerja pemerintah, setiap kebijakannya dihitung dengan materi dan perhitungan untung rugi.
Untuk itu sudah seharusnya masyarakat sadar akan pentingnya penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, agar umat memiliki pemimpin yang melindungi segenap rakyat dan juga bertanggung jawab atas semua permasalahan yang dihadapi rakyatnya. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok