OPINI | POLITIK
“Arah pandang sistem ini tentu saja menyudutkan masyarakat yang dinilai tidak mandiri karena membebani pemerintah dengan tuntutan subsidi. Bahkan subsidi ini dikatakan akan membunuh persaingan ekonomi,”
Oleh : Rizka Adiatmadja,
“SUDAH jatuh, tertimpa tangga pula”. Itulah sebuah peribahasa yang menggambarkan di mana seseorang dihantam beban bertubi-tubi, meratapi hidupnya yang malang.
Bisa dibayangkan rasa sakit yang bukan alang kepalang. Hantaman demi hantaman tak terkira, membuat derita semakin nyata. Itulah realita yang sedang dihadapi oleh rakyat Indonesia.
Kesejahteraan semakin langka, hanya isapan jempol semata. Padahal kesabaran sudah mati-matian dijalankan tetapi tuntutan hidup semakin tak terelakkan. Kenaikan BBM yang serta-merta, membuat kehidupan terpola kian sengsara. Bahkan para ekonom memperkirakan jika kenaikan harga BBM akan menguatkan inflasi hingga 6,27%. Problematika tak kunjung absen.
Dikutip dari Merdeka.com (04/09/2022), ada tiga jens Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dinaikkan oleh pemerintah yaitu Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, Pertamax Rp12.500/liter menjadi Rp14.500, dan untuk Solar Rp5.150/liter menjadi Rp6.800.
Menurut prediksi lembaga ECO Macro Blast, kenaikan tersebut akan memacu gerak inflasi lebih pesat. Kenaikan Pertalite 30,72% dan Pertamax 16.00% ini akan menyumbang sebesar 1,35 ppt, Solar yang mengalami kenaikan 32,04% akan memberikan 0,17 ppt untuk laju inflasi.
Data ini menjadi sebuah gambaran impak lanjutan yang diakibatkan oleh kenaikan BBM. Ongkos transportasi akan melaju naik, harga distribusi pun tidak akan tinggal diam, dan mayoritas harga barang juga jasa akan melonjak tak terkira. Prediksi inflasi pada akhir tahun 2022, menurut mereka berada pada kisaran 6,27%.
Apakah benar kenaikan BBM bisa menyelamatkan APBN dan membuat subsidi lebih efisien? Berbagai upaya dikemukakan dan dijalankan guna meredam reaksi gejolak publik, karena kondisi perekonomian yang kian pelik.
Subsidi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti bantuan keuangan dan sebagainya yang berasal dari pemerintah. Dalam sistem perekonomian kapitalisme memberikan ulasan dari sudut pandang kebijakan/campur tangan pemerintah atau kondisi dan mekanisme pasar.
Berulang kali subsidi selalu digerogoti dengan kebijakan pencabutan, bahkan selalu dijadikan alasan untuk mengurangi beban anggaran. Mengapa di dalam sistem perekonomian kapitalisme, kendali ironi itu selalu berulang?
Semua dikarenakan pemerintah begitu patuh pada hegemoni neoliberalisme yang memiliki perspektif bahwa subsidi adalah bentuk intervensi dari pemerintah dan itu akan mendistorsi mekanisme pasar.
Arah pandang sistem ini tentu saja menyudutkan masyarakat yang dinilai tidak mandiri karena membebani pemerintah dengan tuntutan subsidi. Bahkan subsidi ini dikatakan akan membunuh persaingan ekonomi. Sehingga sejahtera bagi masyarakat hari ini tidak akan pernah terbukti, karena pijakan ekonomi hanya seputar untung dan rugi.
Neoliberalisme sangat kentara antisubsidi, bahkan menilai subsidi sebagai bentuk pemborosan dan menghilangkan efisiensi pembiayaan ekonomi.
Menurut ekonom senior, Rizal Ramli seperti dikutip CNBC Indonesia (05/09/2022), kenaikan BBM ini akan mengurangi kredibilitas pemerintah.
Padahal menurutnya kenaikan BBM ini bisa dicegah terutama di pengeluaran demi pengeluaran yang tidak efisien, seperti halnya anggaran yang digunakan untuk membentuk badan-badan baru dengan staf yang memiliki gaji tinggi. Kebijakan pemerintah justru menjadi hal yang paradoks dengan kondisi minyak dunia yang mulai turun ke kisaran US$90 per barel.
Bagaimana Islam memandang BBM dan subsidi?
Perspektif Islam sangat jelas, jika BBM adalah kebutuhan penting bagi rakyat. Ini pun menjadi kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara secara adil dan detail sesuai aturan syariat, agar pemilik sah yakni masyarakat, tidak kehilangan kedaulatan karena SDA yang diliberalisasi. Maka dari itu, agar kesejahteraan tercapai, tentu kondisi perekonomian tidak bisa dipercayakan kepada kapitalisme agar barang migas tidak dikapitalisasi.
Ketika tata kelola tidak benar, rakyat menjadi bagian utama yang merasakan derita karena kebijakan yang banyak dilanggar, sehingga menghasilkan pendistribusian SDA yang tidak tepat. Padahal seluruh rakyat berhak atas subsidi, karena itulah Islam memandang subsidi sesuai dengan perspektif syariat. Subsidi adalah salah satu cara yang diperbolehkan dalam sistem Islam.
Seperti Khalifah Umar bin Khattab yang pernah memberikan harta dari kas negara kepada para petani di Irak. Subsidi juga boleh diberikan kepada rakyat sebagai produsen seperti halnya pupuk dan bahan baku kedelai untuk pengrajin tempe dan tahu.
Bahkan subsidi ini bisa diberikan kepada individu yang berperan sebagai konsumen seperti subsidi sembako murah dan lain-lain. Untuk pelayanan publik semisal jasa telekomunikasi, transportasi umum, perbankan yang berbasis syariat.
Di sektor energi seperti BBM dan listrik. Dalam sistem Islam, BBM dan listrik menjadi barang milik umum. Sehingga pemerintah bisa memberikan harga murah dan jika memungkinkan, digratiskan. Pemberian ini merupakan hak kepala negara dalam mengelola harta milik negara.
Jika kondisi rakyat dalam keadaan timpang dan sulit, maka subsidi ini menjadi wajib adanya. Bukan malah dihilangkan dan membuat beban semakin bermunculan. Bahkan bantuan sosial yang tak seberapa itu tidak sebanding dengan nilai-nilai kerugian yang harus ditanggung oleh rakyat sepanjang waktu.
Pendapatan yang cenderung berkurang bahkan hilang, tuntutan kehidupan merangsek datang, jangankan tersadarkan untuk menguatkan keimanan, kebutuhan sehari-hari saja semakin menekan.
Urgensi diterapkannya sistem Islam begitu tinggi. Sebab, hanya Islam yang bisa mengembalikan status kepemilikan minyak dan gas sebagai harta milik umum. Negaralah yang menjadi pengelola dan hasilnya dikembalikan kepada kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menjual hanya dengan memprioritaskan kepentingan dan keuntungan pribadi. Jika harus menjual pun itu hanya sebatas mengganti biaya produksi.
Negara memberikan jaminan dalam kebutuhan utama yakni kebutuhan makanan, pakaian, hunian, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Bahkan setiap kebutuhan yang berhubungan dengan pelayanan jasa harus diberikan cuma-cuma. Sarana dan prasarana wajib disediakan dengan paripurna agar tercapainya tujuan sejahtera yang tak hanya menjadi penghias orasi semata.
Negeri kaya ini akan menjadi miskin dan menangung banyak kesengsaraan ketika masih memercayakan kapitalisme sebagai pijakan perekonomian. Butuh sistem yang berpijak pada nilai-nilai syariat sehingga melahirkan pemangku negara dan masyarakat bertakwa dan taat.
Firman Allah Swt.: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96). Wallahualam bissawab. [*GF/RIN]
*Penulis Adalah Penulis Buku dan Praktisi Homeschooling