HUKUM | PERISTIWA | NUSANTARA
“Kami merasa ditinggalkan oleh Pemkot Singkawang. Setelah lahan dibeli dan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan, kami dibiarkan berjuang sendirian menghadapi gugatan demi gugatan,”
Lapan6OnlineKALBAR | Singkawang : Di tengah percepatan pembangunan bandar udara Singkawang,rupanya ada sejumlah warga terdampak yang belum mendapatkan ganti rugi lahan.
Selama 4 tahun mereka juga harus menghadapi gugatan demi gugatan.
Saat ini sebanyak 23 warga terdampak lahan bandara kembali digugat oleh pengusaha sawit Singkawang, yaitu Keddy alias A Kiak dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Singkawang.
Sebelumnya pada tahun 2018, penggugat juga pernah melayangkan gugatan kepada warga, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung.
Tahun 2022 ini gugatan Keddy terhadap 23 warga memasuki babak baru lagi.
Pada Rabu kemarin (12/10/2022), kedua belah pihak bertemu untuk mediasi namun berakhir deadlock.
Dengan demikian mediasi dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Dalam perkara perdata wanprestasi ini, Pemkot Singkawang turut menjadi pihak tergugat.
Kepada awak media Saman, seorang warga yang tergugat mengatakan bahwa,“Kami akan jalan terus. Siap menghadapi gugatan demi gugatan,” kata Saman, yang didampingi kuasa hukum Charlie Nobel, Akbar Firmansyah, dan Deni Kristanto, usai mengikuti mediasi di Pengadilan Negeri Singkawang, pada Rabu (12/10/2022).
Saman adalah warga transmigrasi dari Pulau Jawa yang tinggal di SP 1, Kelurahan Pangmilang, Singkawang, sejak tahun 2004.
Pihak penggugat dan tergugat dulunya pernah bekerjasama membuat koperasi yang mengurus lahan perkebunan. Kerjasama itu berantakan dan tidak bisa dilanjutkan. Namun ketika proyek pembangunan bandara mulai bergerak, konflik tanah mencuat.
Konflik tanah lahan bandara Singkawang muncul tahun 2018. Saat itu warga sebagai Pihak yang Berhak menerima ganti kerugian dalam proyek pembangunan bandara sedang mengikuti proses pembebasan lahan bandara. Belum saja masuk tahapan penilaian appraisal, muncullah surat undangan dari Walikota Singkawang yang mempertemukan 23 warga Pangmilang dengan pengusaha sawit di kantor Walikota Singkawang.
Terjadilah kesepakatan antara warga dan pengusaha yang dimediasi oleh Walikota Singkawang.
Pertemuan saat itu menghasilkan kesepakatan antara warga dan pengusaha sawit.
Pengusaha sawit mendapatkan 60 persen biaya ganti rugi lahan ditambah seluruh tanam tumbuh di atas tanah menjadi miliknya. Warga saat itu yang tak didampingi siapa pun, ikut saja.
Meski demikian, pada bulan Mei 2018, Keddy tetap melayangkan gugatan soal kepemilikan tanah usai pertemuan itu Warga pemilik lahan merasa dikhianati dari pertemuan dengan walikota Singkawang.
Warga akhirnya fokus dengan gugatan. Perhatian mereka terhadap masalah pembebasan lahan bandara teralihkan. Sementara warga pemilik lahan masih berkonflik, Pemkot Singkawang pula terus menggenjot proses pembangunan bandara.
Hal senada juga disampaikan Yusrin, mantan sekretaris koperasi sawit bahwa,“Kami merasa ditinggalkan oleh Pemkot Singkawang. Setelah lahan dibeli dan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan, kami dibiarkan berjuang sendirian menghadapi gugatan demi gugatan,” kata Yusrin.
“Selama kurang lebih 4 tahun, warga transmigrasi dari Jawa ini berjuang mendapatkan hak mereka,” kata Yusin.
Dan Yusrin lah yang mendampingi warga karena dulunya sama-sama membangun koperasi.
Setelah perjuangan panjang di pengadilan sejak tahun 2018, mulai dari PN Singkawang, Pengadilan Tinggi Pontianak sampai akhirnya Mahkamah Agung, pada bulan April 2022, memutuskan menolak peninjauan kembali penggugat yaitu Keddy alias Akiak terhadap tergugat yaitu Saman dkk. Putusan itu juga menghukum penggugat untuk membayar perkara sebesar Rp.2.500.000.
Anehnya dalam perkara yang sama Keddy kembali menggugat warga,”Ini adalah akal-akalan A Kiak saja,” kata Yusrin.
“Kami sudah senang dengan keputusan MA. Kami pikir dari putusan MA ini bisalah warga mendapatkan uang ganti rugi yang telah dititipkan di pengadilan 4 tahun lalu itu, ternyata harus menghadapi gugatan kembali,” kata Yusrin.
“Entah sampai kapan warga mendapatkan keadilan,” kata Yusrin.
Lahan Bandara Singkawang
Bandar udara Singkawang diperkirakan menggunakan lahan seluas 151,54 hektar di Kelurahan Pangmilang, Singkawang Selatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Pemkot Singkawang, biaya pengadaan tanah lahan bandara Singkawang menelan biaya 14,2 milyar lebih dari dana APBD Singkawang.
Ketika status tanah masih berkonflik di pengadilan, Pemkot Singkawang pada tahun 2020 telah menghibahkan tanah kepada Kementerian Perhubungan.
Harga tanah yang diberikan kepada 23 warga yang sedang berkonflik sebesar 7200 rupiah per meter2.
Sementara uang ganti kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri sejak tahun 2018. Warga tak bisa mengambil karena masih berperkara di pengadilan. Selain 23 warga yang berperkara di pengadilan, masih ada warga terdampak pembangunan bandara yang menolak harga ganti kerugian yang telah ditetapkan Pemkot Singkawang.
Pembangunan bandara Singkawang dikebut agar tahun 2024 bisa beroperasi dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. (*Rls/Wan Daly/Saepul)