OPINI | HUKUM | POLITIK
“Namun sistem demokrasi yang merupakan bagian dari sistem kapitalisme juga ikut berperan dan mendorong tindakan korup yang merugikan negara ini,”
Oleh : Siti Zahra Khairunnisa
BAGAI sebuah rutinitas, korupsi terus terjadi di negeri ini. Hampir di seluruh instansi, termasuk penegak hukum sekalipun tidak lepas dari kasus rasuah.
Seperti Cendawan di Musim hujan, kasus korupsi tidak ada habisnya. Bahkan korupsi berjamaah seperti ini sudah menjadi lumrah di Indonesia. Penegak hukum yang seharusnya melayani rakyat dengan mudah melakukan pelanggaran hukum demi keuntungan pribadi.
Saking seringnya kasus korupsi terjadi di Indonesia, segala permainan di atas kekuasaan sudah menjadi rahasia umum bahkan menjadi lumrah.
Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2021 terdapat 1.282 perkara tindak pidana korupsi yang disidangkan, dengan jumlah terdakwa sebanyak 1.404 orang. Belum lagi dengan kasus korupsi yang belum disidang di luar sana.
Seakan tak jera, para pelaku korupsi tidak pernah absen di tiap bulannya. Hal ini membuktikan bahwa hukum Indonesia lemah sehingga tidak bisa memangkas korupsi dari akarnya. Yang dilakukan malah memangkas pekerja KPK di tahun 2021.
Bukan hanya masalah kejujuran, namun sistem demokrasi yang merupakan bagian dari sistem kapitalisme juga ikut berperan dan mendorong tindakan korup yang merugikan negara ini. Kapitalisme meniscayakan aturan dan menghalalkan segala cara demi mengutamakan keuntungan.
Inilah penyebab penyelesaian kasus korupsi tidak pernah tuntas. Apalagi adanya politik transaksional yang membuat lemahnya reformasi dan supremasi hukum.
Perlu langkah baru dan jitu untuk memberantas tuntas korupsi. Namun pembentukan kerangka baru lembaga peradilan tidak akan mampu memberantas korupsi selama kapitalisme liberal masih menguasai pola pikir.
Hanya sistem Islam yang mampu memberantas korupsi secara tuntas melalui penerapan aturan absolut dari Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Sempurna yang didukung dengan 3 pilar berupa ketakwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan syariat.
Dengan kokohnya tiga pilar tersebut maka terbangunlah negara yang kokoh tanpa perlu pusing dengan korupsi.
Allah hanya akan mendekat jika hambaNya ingin mendekat, kebaikan akan selalu mengikuti orang yang dekat dengan tuhannya. Mustahil seseorang senantiasa ingat Tuhan jika aturan Tuhannya sendiri tidak dihiraukan. [*GF/RIN]
*Penulis Adalah Mahasiswi