SDA Dikelola Asing, Akankah Menguntungkan Indonesia?

0
13
Hamsina Halik/Foto : Ist.

OPINI

“Sepintas nampak sangat menggiurkan dan menguntungkan Indonesia. Sebab, Freeport menjanjikan keuntungan yang makin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi,”

Oleh : Hamsina Halik

INDONESIA memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah. Hutannya, termasuk areal yang paling luas di dunia, tanahnya subur dan alamnya indah. Selain itu, Indonesia kaya potensi laut dengan wilayah perairan yang sangat luas. Sayangnya, sumber daya alam yang melimpah ruah itu tidak sepenuhnya dikelola oleh negara, melainkan diserahkan kepada swasta atau asing.

Dilansir dari kumparan.com (06/10/2022) disebutkan bahwa, PT Freeport Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp 282,32 triliun (kurs Rp 15.179) hingga tahun 2041 nanti.

Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (4/10).

Richard menjelaskan, PT Freeport Indonesia dalam periode 1973 hingga 2021 telah menggelontorkan dana investasi sebesar USD 18 miliar. Angka tersebut akan bertambah USD 18,6 miliar hingga 2041 mendatang.

Nilai investasi tersebut terbagi menjadi USD 15,6 miliar untuk penanaman modal dan sebesar USD 3 miliar akan digunakan untuk membangun smelter di Gresik Jawa Timur.

Sepintas nampak sangat menggiurkan dan menguntungkan Indonesia. Sebab, Freeport menjanjikan keuntungan yang makin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi. Padahal, sejatinya Indonesia rugi besar karena kekayaan alam yang seharusnya dikuasai dan dinikmati sepenuhnya oleh rakyat justru dinikmati asing.

Begitulah pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Struktur penguasaan kekayaan sumber daya alam di Indonesia didominasi oleh pengusaha besar dengan kekuatan kapitalnya. Mereka dapat menguasai pertambangan serta mengeksploitasinya sampai puluhan tahun masa konsesinya.

Semua ini wajar saja terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis-neoliberal. Sebab, dalam sistem ini pihak swasta lega dan bebas mengelola sumber daya alam.

Alhasil, pendapatan besar dari tambang-tambang di Indonesia mengalir deras ke kantong para kapital atau pemilik modal sedangkan rakyat hanya mendapat janji manis kesejahteraan.

Terlebih kapitalis hanya memberi fungsi negara sebatas regulator. Segala kebijakan yang ditetapkan lebih pro pemilik modal yang tidak lain adalah para penyokongnya hingga naik ke tampuk kekuasaan sebagai balas budi atas jasanya membantu meraih kekuasaan. Kekuasaan bukan lagi di tangan rakyat, melainkan di tangan para pemilik modal tersebut.

Menyerahkan pengelolaan tambang pada asing karena tidak memiliki kapasitas SDM merupakan sebuah alasan yang absurd. Indonesia nyatanya memiliki BUMN tambang seperti PT. Antam. Artinya Indonesia memiliki atau mampu menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Hal ini sangat berbeda dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Dalam Islam, SDA, barang tambang misalnya, adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara. Di mana hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya.

Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta harus diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam at Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadist tersebut, Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasulullah SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam.

Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat:
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-iddu)” Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya.”

Makna, Ma’u al-iddu dalam hadits di atas adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus menerus. Hadits tersebut menyerupai tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir.

Karena, dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum. Semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu.

Dengan demikian, SDA, tambang emas di antaranya yang kandungannya sangat banyak dalam pandangan Islam adalah milik rakyat, yakni termasuk dalam kategori kepemilikan umum. Semua itu wajib dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Maka sungguh ironis dan bathil jika kekayaan alam hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Tambang yang dikelola oleh PT. Freeport di Papua meruapakan kekayaan milik umum yang tak mudah dimanfaatkan secara langsung oleh tiap individu masyarakat. Karena membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar, maka wajib dikelola oleh negara secara langsung. Bukan diserahkan kepada swasta, terlebih kepada asing.

Dengan tata kelola SDA seperti ini, maka kekayaan alam akan benar-benar terdistribusi secara merata di tengah masyarakat dan kesejahteraan akan terwujud.

Untuk mengembalikan tambang ke pangkuan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya, tidak ada cara selain umat harus kembali pada syariah Islam. Sebab, selama pengelolaan SDA didasarkan pada aturan kapitalis, semua itu tak akan ada manfaatnya bagi rakyat. Keberkahan pun tak akan terwujud.Wallahu a’lam. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah Pegiat Literasi