OPINI | POLITIK | EKONOMI
“Negeri ini manut saja jika kekayaan alam yang sejatinya punya rakyat Indonesia diserahkan dengan sepenuh hati kepada asing, dan asing bisa berkuasa di atas bumi pertiwi karena dilindungi oleh UU Penanaman Modal Asing yang notabenenya adalah undang-undang gaya neoliberalisme,”
Oleh : Endah Sefria, SE
PT FREEPORT Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp282,32 triliun (kurs Rp15.179) hingga tahun 2041 nanti.
Adapun pihaknya mencatat, dalam periode 1992-2021, manfaat langsung yang diterima negara dari beroperasinya Freeport di Indonesia mencapai USD 23,1 miliar. Penerimaan negara tersebut didapatkan dari pajak, royalti, dividen, hingga biaya, dan pembayaran lainnya (kumparan.com, 06/10/2022).
Sejak negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis-neoliberalisme, rakyat sengaja dipaksa menerima berbagai doktrin tentang konsep penanam modal asing sebagai sumber modal bagi pembangunan.
Freeport menjanjikan keuntungan yang makin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi. Padahal, sudah lebih 50 tahun PT Freeport berdiri, keuntungan yang dirasakan Indonesia tidaklah signifikan seperti yang diharapkan.
Alih-alih negara mendapatkan keuntungan dari PT Freeport berupa pajak, royalti, dividen, dan pembayaran lainnya seperti yang diharapkan. Namun pada faktanya, negara mengalami banyak kerugian yang dilakukan PT Freeport.
Belum lagi kita berbicara tentang dampak lingkungan yang diakibatkan dari proses penambangan yang banyak melanggar ketentuan yang berlaku. Bahkan, pembuangan limbah operasional penambangan di sungai, hutan, dan kawasan laut, nilainya mencapai 185 triliun rupiah.
Berharap dari royalti, sedangkan ada periode 2013 hingga 2015 dikabarkan ada kelebihan pembebanan biaya concentrate handling yang berakibat ada kekurangan penerimaan royalti sebesar US $181.459,93.
Adapun dari sisi penerimaan negara berupa pajak dan dividen, PT Freeport adalah perusahaan yang mendapatkan keistimewaan dari negara.
Pemerintah memberikan tax holiday atau bebas pajak selama tiga tahun kepada PT Freeport, dan untuk tujuh tahun berikutnya mendapatkan konsesi pajak sebesar 35 persen. Kemudian pembebasan segala macam pajak dan juga royalti, selain pajak penjualan yang hanya 5 persen.
Kedaulatan Indonesia serasa telah disobek-sobek oleh asing. Dengan alasan investasi untuk pembangunan, negeri ini manut saja jika kekayaan alam yang sejatinya punya rakyat Indonesia diserahkan dengan sepenuh hati kepada asing, dan asing bisa berkuasa di atas bumi pertiwi karena dilindungi oleh UU Penanaman Modal Asing yang notabenenya adalah undang-undang gaya neoliberalisme.
Kenapa para penguasa tidak pernah berpikir mengambil alih PT Freeport, sebuah perusahaan yang memiliki cadangan emas terbesar di dunia. Takut kepada asing? Atau memang tidak percaya dengan keahlian anak negeri untuk menjalankan perusahaan tambang ini? Kenapa harus diserahkan kepada asing dan kita hanya mendapatkan dampak yang berbahaya untuk lingkungan kita?
Sejatinya Islam punya solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang dianggap pelik ini. Dalam Islam, kepemilikan harta itu dibagi dalam tiga bagian. Pertama, kepemilikan individu. Kedua, kepemilikan umum, dan ketiga, kepemilikan negara. Dengan tegas Rasulullah saw. Menyebutkan bahwa “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api, dan padang rumput.” (h.r. Ahmad).
Maka dari itu, jelas status tambang ini merupakan milik umum dan harus dikembalikan kepada rakyat. Berarti negara wajib menasionalisasikan PT Freeport untuk kepentingan rakyat Indonesia seluruhnya.
Rakyat bukan hanya mendapatkan pajak, royalti, ataupun dividen yang pada hakikatnya tidaklah menguntungkan negara sama sekali. Bahkan, kekayaan yang terkandung dalam tambang tersebut seutuhnya adalah milik rakyat.
Dalam Islam, perusahaan tambang sejenisnya PT Freeport dikategorikan sebagai kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah individu mendapatkan manfaatnya karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar pula. Maka, perusahaan ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dimasukkan dalam kas negara sebagai sumber pendapatan utama APBN untuk kemaslahatan rakyat.
Langkah praktisnya, pemerintah dengan kepemilikan 100% mengelola secara langsung. Bisa juga mengontrak perusahaan swasta baik dari dalam negeri ataupun luar negeri, tetapi hubungannya sebagai ajir-musta’jir (majikan-karyawan), bukan sebagai pemilik dan pemegang konsesi.
Namun, hal ini mustahil bisa dilakukan selama negeri ini masih menerapkan ideologi kapitalisme. Karena masing-masing dari mereka pasti akan mempertahankan status kuonya. Karena sejatinya ideologi kapitalisme hanya berpihak kepada para pemilik modal.
Karena itu, ideologi kapitalisme ini harus kita tinggalkan. Selanjutnya negeri ini harus segera mengambil dan mengemban ideologi Islam. Hanya dengan sistem Islam yang diterapkan secara kafah dalam naungan Khilafah Islamiyyah, sumber daya alam ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dengan penuh keberkahan. Wallahualam bissawab. (*)
*Penulis Adalah Pemerhati Ekonomi