OPINI | SEHAT
“Namun dalam sistem kapitalisme hari ini kebutuhan vital dalam bentuk air menjadi mahal dan susah didapat karena pengelolaannya diserahkan kepada swasta,”
Oleh : Mutiara Putri Wardana
DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur berharap permasalahan air bersih di Kecamatan Sepaku yang ditetapkan sebagai kawasan inti Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia baru bernama Nusantara segera dituntaskan.
Masih banyak masyarakat Kecamatan Sepaku yang tidak terjangkau layanan air bersih Perusahaan Umum Daerah atau Perumda Air Minum Danum Taka Kabupaten Penajam Paser Utara yang hanya mengandalkan sumur bor.
Sehingga ketika musim kemarau masyarakat kesulitan mendapatkan air dan saat musim penghujan terkadang kondisi air keruh.
Dengan adanya IKN Indonesia baru seperti ditulis antara, pemenuhan kebutuhan air bersih bisa teratasi, apalagi pemerintah pusat saat ini membangun bendungan dan pengambil air (intake) di Kecamatan Sepaku.
Air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan, terlebih manusia. Namun sayangnya di zaman serba canggih ini, air bersih masih merupakan barang mahal baik dari segi harga maupun ketersediaannya.
Padahal sudah jelas dalam konstitusi negara ini khususnya, yaitu pasal 33 UUD 1945 ayat (3) berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Konstitusi ini menunjukkan sekaligus kontrak sosial antara pemerintah dan warga negaranya.
Penjaminan atas konstitusi itu lebih lanjut dipertegas dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pemenuhan air bersih bagi masyarakat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagai bagian dari pelayanan publik yang harus mereka lakukan.
Terlepas dari tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah, air merupakan kebutuhan dasar bagi rakyat yang harus ada untuk menjalani kehidupan. Negara atau pemerintah paling depan dalam upaya ketersediaan air tersebut.
Namun dalam sistem kapitalisme hari ini kebutuhan vital dalam bentuk air menjadi mahal dan susah didapat karena pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di berbagai sektor sangat mengharapkan investasi dari asing/swasta termasuk dalam konteks penyediaan air.
Padahal ketersediaan air bersih sudah seharusnya dijamin oleh negara, bukan semata-mata karena profit oriented, tetapi berkenaan dengan kebutuhan vital yang menentukan martabat kemanusiaan, hak hidup, hingga kualitas kesehatan. Apalagi ttelah ditegaskan dalam UUD 1945 bahwa air dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Konstitusi dan undang undang yang seharusnya diimplementasikan dalam konteks kehidupan ini tidak lebih sekedar rangkaian kata manis belaka dalam sitem kapitalisme liberal sekarang ini.
Konstitusi hanya dijalankan jika menguntungkan pihak yang berkepentingan saja, dalam sistem ini pula negara hanya sebatas regulator yang memfasilitasi para kapitalis untuk melancarkan aksinya meraup keuntungan.
Peran penguasa dalam negara penganut sistem kapitalisme sangat minim dalam meria’aayah rakyat. Sebab, pada dasarnya ini adalah sistem cacat buatan manusia yang penuh dengan intrik untuk memakmurkan sebagian golongan dengan menumbalkan kepentingan rakyat secara umum.
Maka tak heran, jika istilah “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” masih sering terdengar.
Dalam pandangan Islam, penguasa haruslah menjadikan negara sebagai ‘negara ri’aayah’ (negara pengayom), bukan ‘negara jibaayah’ (negara pemalak). Dalam suatu negara ri’aayah, penguasa melakukan pelayanan dan pengayoman terhadap rakyatnya. Penguasa laksana pengembala (raa’in) (HR al-Bukhari dan Muslim).
Air merupakan kepemilikan umum sebagaimana sabda Rasulullah, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dengan demikian pengelolaannya akan dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta, pribadi, kelompok bahkan asing. Sumber air dikelola dengan memanfaatkan teknologi dan para ahli yang mumpuni dalam bidangnya, fasilitas yang memadai dan lengkap serta penjagaan dari pencemaran sumber-sumber air bersih akan dikerahkan oleh negara.
Negara pun akan mengawasi distribusi air bersih untuk semua masyarakat secara merata termasuk untuk kepentingan industri, tanpa memandang untung rugi.
Pengaturan seperti ini akan berjalan ketika Islam diterapkan secara komperhensif, di mana individu, masyarakat dan negara bersinergi untuk kembali kepada aturan Allah yang menciptakan alam semesta beserta aturan yang menyertainya.
Telah nyata bukti cacatnya sistem buatan manusia yang justru mendatangkan banyak bencana dan hanya akan membuat kesempitan hidup, sebagaimana firman Allah, “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat dala, keadaan buta“. (QS. Thaha: 124).Wallahua’lam bishawab. [*GF/RIN]
*Penulis Adalah Akuntan