OPINI | EDUKASI
“Belum lagi orang tua yang masih gagap teknologi karena kurangnya pengetahuan hingga akhirnya tidak bisa mengawasi anaknya dalam mengakses berbagai macam informasi yang ada diinternet,”
Oleh : Diah Puja Kusuma
TAHUN ini Pemko Medan melalui Dinas Pendidikan Medan akan meluncurkan program sekolah digital dan inklusi. Saat ini tengah dilakukan pematangan rencana dan pengkajian yang lebih mendalam untuk mensukseskan program tersebut.
Wali Kota Medan Bobby Nasution kerap menyebutkan di berbagai kesempatan bahwa era digital memberikan tantangan sekaligus peluang. Maka dibutuhkan kecerdasan digital dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang tersebut seperti yang dikutip dalam suarasumut.id.
Di era digital saat ini bahkan sudah memasuki era 5.0 menjadikan teknologi semakin maju dan canggih sehingga berbagai macam alat tercipta untuk memudahkan segala kebutuhan dan aktifitas manusia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Tidak bisa dipungkiri, teknologi seakan-akan menjadi kebutuhan primer bagi manusia sehingga membuat semua orang baik itu individu atau negara harus terus bergerak menuju perubahan jika tidak mau hilang atau mati ditelan zaman.
Untuk itu banyak negara yang mulai mentransformasikan sistem yang bersifat manual menjadi sistem digital dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Begitu juga Indonesia terkhusus Kota Medan.
Pemerintah terlihat sangat serius dalam membuat program sekolah digital. Walaupun kita tahu, masih banyak permasalahan yang lebih urgent untuk diatasi selain merealisasikan sekolah digital.
Faktanya masih banyak ketimpangan atau gap yang terjadi ditengah-tengah masyarakat seperti belum meratanya penyaluran listrik di berbagai wilayah terutama dipelosok-pelosok daerah. Jangankan membeli paket internet untuk mendapatkan penerangan saja masih belum memadai.
Belum lagi harus membeli handphone dan semua perangkat-perangkat pendukungnya. Apalagi bantuan-bantuan yang selama ini diberikan pemerintah juga tidak tepat sasaran sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Beberapa tahun saat pandemi covid-19 melanda seharusnya bisa menjadi tolak ukur untuk perjalanan sekolah daring (dalam jaringan).
Sebab pada faktanya banyak siswa yang kecanduan bermain game online hingga judi online ketimbang belajar ketika mereka dibebaskan menggunakan handphone. Akibatnya akhlak mereka tergerus menjadi semakin buruk bahkan ada anak yang tega memukul orang tuanya demi untuk mendapatkan uang agar bisa membeli paket internet.
Belum lagi orang tua yang masih gagap teknologi karena kurangnya pengetahuan hingga akhirnya tidak bisa mengawasi anaknya dalam mengakses berbagai macam informasi yang ada diinternet. Na’udzubillah.
Sungguh banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkesan dipaksakan seperti sekolah digital ini, kita tahu banyak perusahaan yang bergerak dibidang pemberi jasa internet berlomba-lomba untuk bekerjasama dengan lembaga pendidikan bahkan menteri pendidikan juga yang membuat program-program tersebut.
Pertanyaannya, apakah mereka ingin memudahkan siswa dalam belajar atau justru ingin menjadikan siswa sebagai konsumen untuk membeli produk-produk mereka agar menghasilkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya?.
Ini harusnya menjadi sebuah pertanyaan besar disaat Kota Medan, persentase minat membaca buku siswa sangat rendah dikarenakan mereka kecanduan dalam bermain handphone atau bersocial media. Beginilah jika sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini, semua perbuatan didasarkan oleh manfaat dan materi.
Pendidikan di Indonesia selama ini memang berlandaskan sekularisme, bukan berlandaskan Islam. Akhirnya, kemajuan sains dan teknologi tidak diimbangi dengan kemajuan penguasaan tsaqafah Islam yang seharusnya ditempa kepada siswa muslim.
Inilah konsekuensi penerapan sekularisme yang tidak memberikan ruang bagi Islam untuk berpengaruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini seharusnya menyadarkan umat Islam bahwa kita tidak bisa terus berharap dengan sistem sekuler.
Kita tidak bisa berharap lahirnya generasi muslim yang fakih fiddin (menguasai ilmu agama Islam) sekaligus fakih finnaas (menguasai ilmu sains dan teknologi) selama masih menggunakan sistem sekuler.
Hanya melalui penerapan sistem pendidikan Islam dalam sistem Khilafah yang mampu melahirkan generasi berkualitas yang menguasai ilmu agama sekaligus pakar dalam ilmu sains dan teknologi. Bahkan, mampu memimpin peradaban sebagaimana pada masa kejayaan Islam.
Selanjutnya dalam Islam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa harus dilakukan secara tatap muka tanpa adanya perantara. Dengan begitu ilmu yang diberikan guru bisa tersalurkan dengan baik serta adab-adab dalam menuntut ilmu terlaksana dengan baik pula.
Hasilnya ilmu yang didapat pun menjadi berkah dan menghasilkan generasi-generasi berilmu pengetahuan yang tinggi serta berakhlak mulia sehingga banyak bermunculan para cendekiawan-cendekiawan Islam.
Tidak hanya itu, dengan pola pendidikan dan pengajaran tersebut, Islam banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan baik muslim atau muslimah seperti Al Khawarizmi, Ibnu Batutah, Jabir Ibnu Hayyan, Fatimah Al Fihri, dsb.
Mereka tidak hanya mahir di satu bidang keilmuan tetapi mereka menguasai multidisiplin ilmu dan karya-karya mereka sampai saat ini masih terus menjadi rujukan atau role model bagi dunia modern.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita meninggalkan sistem sekuler dan beralih ke sistem Islam yang telah Allah Swt. wajibkan agar umat ini mendapatkan keberkahan dan mampu mewujudkan generasi berkualitas. Begitu pula dengan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan akan mampu dipenuhi negara secara adil dan menyeluruh. Wallahu’alam bisshowwab. (*)