G20, Mewujudkan Kesejahteraan atau Mengokohkan Penjajahan?

0
12
Uci Riswahyu,S.Akun/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Peran Indonesia dalam G20 ini tidak lain karena politik luar negerinya. Bagi negara pengusung demokrasi, politik kerja sama internasional didasarkan pada keuntungan,”

Oleh : Uci Riswahyu,S.Akun

DILANSIR dari sultra.antaranews.com Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022 berhasil mengesahkan pernyataan para pemimpin atau Leaders’ Declaration.

Berdasarkan dokumen deklarasi yang diterima ANTARA di Nusa Dua, Bali pada Rabu, beberapa kepala negara G20 menyepakati antara lain perlunya menegakkan hukum internasional dan sistem multilateral, menangani krisis ekonomi termasuk melalui kerja sama kebijakan makro internasional, mengupayakan ketahanan pangan dan energi, serta mengadopsi teknologi digital untuk mendorong inovasi.

G20 merupakan G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa.

G20 merupakan representasi lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Sebanyak 52 poin kesepakatan termuat dalam dokumen deklarasi berjudul G20 Bali Leaders Declaration itu. “Kepemimpinan Indonesia berhasil menghasilkan deklarasi pemimpin G20, G20 Bali Leader Declaration yang awalnya diragukan banyak pihak. Deklarasi terdiri atas 52 paragraf,” ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers usai menutup KTT G20, Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022). (cnbcindonesia.com/16/11/2022).

Ada lima poin penting dari Leaders’ Declaration.
Pertama, para anggota G20 akan menjalankan kebijakan makroekonomi dan melakukan investasi publik dan reformasi struktural, serta mempromosikan investasi swasta, dan memperkuat perdagangan multilateral.

Kedua, melindungi stabilitas makroekonomi dan keuangan.

Ketiga, mendorong ketahanan pangan dan energi serta mendukung stabilitas pasar. Hal itu dilakukan dengan cara meningkatkan perdagangan dan investasi untuk kebutuhan ketahanan pangan dan energi jangka panjang, ketahanan pangan dan berkelanjutan, sistem pupuk dan energi.

Keempat, berinvestasi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah dan negara berkembang lainnya. Hal ini dilakukan dengan mengatalisasi investasi swasta untuk mendukung sustainable development goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan. Selain itu meminta multilateral development banks (MDBs) untuk memajukan tindakan untuk memobilisasi dan menyediakan pembiayaan tambahan.

Kelima, mempercepat pencapaian pembangunan berkelanjutan atau SDGs. Berharap kesejahteraan melalui kesepakatan dalam program G20 hanyalah sebuah ilusi belaka.

Pasalnya, deklarasi yang dihasilkan telah memberikan peluang besar bagi negara maju G7 untuk masuk ke negara berkembang dalam berbagai bidang. Dengan semangat liberalisasi ekonomi, hal ini jelas menguatkan penjajahan negara adidaya G7 terhadap negara berkembang.

Kerjasama global hanyalah cara halus untuk menguasai satu negeri. Apalagi dengan masuknya investasi asing, menjadikan negara lebih terbuka terhadap negara asing. Alhasil negara yang berhutang semakin berada dalam kendali negara yang berinvestasi, sebab tidak ada makan siang yang gratis dalam sistem kapitalis.

Peran Indonesia dalam G20 ini tidak lain karena politik luar negerinya. Bagi negara pengusung demokrasi, politik kerja sama internasional didasarkan pada keuntungan. Akan tetapi, perlu mencermatinya lebih khusus lagi melalui kacamata Islam.

Dalam Islam, ketika melakukan kerja sama dengan pihak luar, seorang pemimpin negara wajib terikat dengan hukum syarak. Ini karena setiap kebijakan yang lahir akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Selain itu, politik luar negeri yang independen juga dapat menaikkan wibawa negara sehingga negara lain tidak akan menganggap enteng.

Islam memandang bahwa selama negara yang diajak bekerja sama bukan kafir harbi (negara yang memusuhi Islam), negara boleh menjalin hubungan dengannya. Dalam konteks ini, kerja sama yang dilakukan tidak boleh melanggar hukum syarak, seperti utang berbasis riba atau investasi yang menjual SDA kepada korporasi. Keduanya merupakan contoh yang diharamkan dalam Islam.

Islam adalah pandangan hidup yang memiliki sistem aturan lengkap. Dengan menjalankan aturan Islam, baik di dalam maupun luar negeri, negara akan dihormati dan disegani negara lain. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah ketika menegakkan Islam di Madinah.

Selain itu, Islam datang membawa rahmat. Politik luar negeri yang dimiliki (dakwah dan jihad) akan mampu mendamaikan dunia. Bukan justru menjajah dan menghacurkan dunia. Wallahu’alam. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah