OPINI | POLITIK
“Mereka akan menjadikan lisannya penuh nasihat kepada orang-orang disekitarnya. Apabila ada orang yang berperilaku maksiat mereka tidak akan segan untuk mengingatkan,”
Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd
GURU adalah sosok yang berpendidikan, pintar dan panutan siswa-siswinya. Namun, baru-baru ini oknum guru olahraga disalah satu SMP Negeri di Kota Medan berinisial LS ditangkap polisi. Dia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan siswinya.
Sebelumnya, sejumlah orang tua siswi melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialami anak-anak mereka ke Polrestabes Medan, Sabtu (3/12/2022) seperti yang dikutip dalam iNews.id. Pelecehan yang dilakukan dengan cara meraba dada dan memeluk korban. LS disebut mengancam para siswi akan memberikan nilai buruk jika menolaknya.
Tidak hanya itu, seorang ABG nyaris akan diperkosa tiga orang pria di sebuah kos-kosan di Kota Medan, Sumatera Utara. Korban dan salah satu pelaku awalnya berkenalan di media sosial. Perkenalan itu pun berlanjut dengan pertemuan.
Kedua kasus ini menunjukkan betapa merebaknya kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan terjadi pada kaum hawa. Hal ini baru yang terungkap belum lagi kasus yang disembunyikan. Dan nyatanya, kasus ini seperti fenomena gunung es. Masih banyak kasus yang tidak publik ketahui karena tidak terlaporkan kepada pihak berwenang.
Fakta ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar, khususnya dalam institusi pendidikan yang juga marak terjadi kejahatan seksual. Sosok orang yang berpendidikan kenapa perlakuannya tidak sesuai dengan pendidikan yang ia dapat. Harusnya ia mengetahui batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Inilah akibat dari ide kebebasan atau liberalisme dibiarkan merajalela. Individu menjadi terbiasa untuk melakukan perbuatan sebebas-bebasnya. Kalau nafsu membuncah maka tidak peduli lagi siapa yang ada didepannya dan langsung melecehkannya. Ditambah lagi individu masyarakat jauh dari pemahaman agama, mereka tidak paham jati dirinya sebagai hamba. Individu yang seperti ini telah teracuni ide sekuler yang menjadikan agama hanya ada pada sholat atau puasa serta hanya dalam ranah private.
Kalau di ranah public seperti berinteraksi dengan lawan jenis mereka tidak mau diatur dengan aturan agama. Dan kebanyakan pelaku pelecehan tidak memahami syariat Islam. Mereka tidak memiliki kontrol internal yang membatasi perilakunya berdasarkan halal dan haram.
Tapi sebenarnya kasus pelecehan seksual tidak hanya masalah individu saja namun masyarakat juga berperan penting untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Sayangnya, masyarakat sekuler cenderung apatis dan individualis. Mereka tidak terbiasa memberikan nasihat kepada orang disekitarnya.
Mereka membiarkan aktivitas yang berujung pada pelecehan seperti khalwat (berdua-duaan), ikhtilat (campur baur) dan tabarruj (berlebihan menampakkan kecantikan dan perhiasan). Masyarakat baru panik setelah banyak korban terlibat dalam kasus ini.
Mirisnya masyarakat sekuler juga bermental lemah, sebab setelah ada korban mereka tidak berani untuk melaporkan. Mereka lebih takut dengan stigma masyarakat dari pada mencegah korban selanjutnya.
Kondisi ini diperparah pula dengan minimnya peran negara sekuler untuk mencegah korban pelecehan. Seperti sistem pendidikan di negeri ini mendidik generasi untuk berpendidikan tinggi namun tidak di didik untuk memiliki kepribadian Islam. Mereka sibuk meraup kepuasan duniawi dengan memanfaatkan gelar pendidikannya.
Mereka bergaya hidup sekuler liberal dan tidak memahami halal dan haram. Makanya wajar, kalau guru atau pendidik pun banyak yang abai dengan syariat Islam, akhirnya mereka berani melakukan pelecehan yang jelas dilarang oleh Allah SWT.
Bahkan sanksi yang diberikan kepada pelaku pelecehan juga tidak tegas. Seperti dijebloskan ke penjara yang hanya sebentar. Setelah bebas mereka kembali mudah melakukan kejahatannya lagi.
Padahal trauma yang dirasakan korban bisa jadi seumur hidup. Tapi pelakunya dengan mudah dibiarkan berkeliaran lagi. Maka hanya Islam yang bisa menyelesaikan kasus pelecehan sampai ke akar-akarnya. Penerapan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah akan menjadi garda terdepan pelindung generasi. Individu-individu yang ada didalamnya akan memahami jati dirinya sebagai hamba.
Mereka di didik sejak dini untuk berlomba-lomba pada ketaatan dan takut untuk mendekati maksiat. Mereka bukanlah orang yang mengutamakan hawa nafsu diatas segalanya. Namun perilakunya tunduk dalam batas-batas syariat. Selain itu Khilafah juga mampu membentuk masyarakat islami yaitu masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan yang satu yaitu berdasarkan syariat Islam.
Ridho dan bencinya selalu dibimbing oleh halal dan haram. Masyarakat islami akan terbiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka akan menjadikan lisannya penuh nasihat kepada orang-orang disekitarnya. Apabila ada orang yang berperilaku maksiat mereka tidak akan segan untuk mengingatkan.
Bahkan jika ada penguasa bersifat zalim kepada masyarakat maka masyarakat akan bahu-membahu untuk saling mengoreksi penguasa tersebut. Maka dari itu untuk dapat membentuk masyarakat islami seperti ini butuh adanya peran negara.
Soalnya negara punya segala kekuasaan untuk menciptakan arah pandang masyarakatnya. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan, sistem pergaulan dan sistem sanksi untuk mencegah adanya tindak pelecehan.
Sistem pendidikannya berlandaskan akidah Islam. Seluruh kurikulumnya tidak akan lepas dari Islam. Tujuan pendidikannya untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam, generasi yang selalu menjadikan Islam sebagai sudut pandang ketika berpikir dan beraktivitas.
Mereka juga dibekali oleh tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan. Generasi seperti ini akan benar-benar memahami jati dirinya sebagai hamba. Dan selalu mengingat tujuan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
Selanjutnya, Khilafah akan mewajibkan pakaian yang sesuai dengan syariat. Wanita wajib keluar rumah mengenakan jilbab dan khimar. Tidak boleh bertabarruj atau berdandan berlebihan ketika keluar rumah.
Khalwat atau berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan non mahram, dan ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan non mahram juga tidak boleh. Ini semua adalah penjagaan dalam Islam agar tidak terjadi maksiat.
Khilafah juga akan menerapkan sistem sanksi yang tegas. Pelaku pelecehan akan dihukum sesuai fakta pelanggaran yang dia lakukan. Dalam kitab Nizhamul ‘Uqubat oleh Abdurrahman al-Maliki dijelaskan terkait hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.
Pertama, jika perbuatan pelaku adalah berzina termasuk memperkosa maka hukumnya adalah 100 kali cambuk bila belum menikah dan hukuman rajam bila sudah menikah.
Kedua, jika perbuatan pelaku adalah liwath homoseksual maka hukumnya adalah hukum mati bukan yang lain.
Ketiga, jika perbuatan pelaku adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual hukumannya takzir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditetapkan oleh Khalifah.
Inilah sanksi dalam Islam yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai pemberi efek jera dan penebus dosa di akhirat. Pelaku akan berpikir berjuta-juta kali sebelum melakukan kejahatan. Bagi pelaku yang sudah dihukum didunia maka tidak akan dihukum lagi diakhirat.
Dengan demikian hanya Islamlah yang mampu memuliakan wanita dan melindungi pria dari segala kemaksiatan. Wallahu’alam bisshawwab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan