Korupsi di Kalangan Politisi Kian Subur, Hati Nurani Semakin Terkubur

0
16
Eva Susandra, S.H/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Salah kaprah mengemban amanah terus berulang, bagi sebagian mereka jabatan itu kesempatan untuk mendapatkan uang yang banyak, bukan untuk melayani kepentingan rakyat,”

Oleh : Eva Susandra, S.H.,

KASUS korupsi kian hari kian meningkat di tanah air. Seperti kita ketahui bersama korupsi adalah kejahatan besar yang dapat merugikan rakyat dan negara. Ironisnya korupsi seperti lingkaran setan yang tak ada ujung pangkal penyelesaiannya.

Sebagaimana yang dilansir tirto.id (Minggu, 11/12/2022) berdasarkan data penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang.

Apalagi dengan ditetapkannya R. Abdul Latif Amin Imron sebagai tersangka kasus korupsi, menambah daftar panjang kepala daerah yang menjadi pesakitan komisi antirasuah. Bupati Bangkalan itu terseret kasus pemberian dan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait lelang jabatan (tirto.id, 9/12/2022).

Selain sang bupati, lima tersangka lain sebagai pemberi suap, yakni: Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Bangkalan, Agus Eka Leandy (AEL); Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Wildan Yulianto (WY); Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Achmad Mustaqim (AM); Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Hosin Jamili (HJ); dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Salman Hidayat (SH).

Seperti itulah salah satu potret buram kejahatan korupsi di Indonesia yang notabene pelakunya di kalangan politisi. Hal tersebut sangat tak sejalan dengan tema yang diusung Indonesia Corruption Watch (ICW), yakni Hari Anti korupsi Sedunia (Hakordia) 2022, Indonesia Pulih Bersatu Melawan Korupsi.

Jika dilihat, pemerintah seakan memberi ruang bagi para politisi melakukan korupsi. Alih-alih ingin memberantas korupsi justru sebaliknya. Pasalnya, dengan adanya naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru, dalam pasal 607 RKUHP yang merupakan bentuk baru dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang memuat penurunan pidana badan dari 4 tahun, menjadi 2 tahun penjara.

Tidak cukup itu, denda minimalnya pun serupa, turun dari Rp200 juta menjadi hanya Rp10 juta. Itu baru sebagian saja yang ada dalam naskah RKUHP. Miris bukan? Tak ada efek jera ketika aturan yang dibuat sekehendak manusia. Maka tak heran korupsi sudah mengakar dan menjadi budaya di kalangan pejabat saat ini.

Ternyata, pejabat negara yang seharusnya menjadi contoh dan menjalankan amanahnya untuk rakyat dalam sistem kapitalis ini amatlah jauh dari sosok pejabat negara dambaan rakyat. Salah kaprah mengemban amanah terus berulang, bagi sebagian mereka jabatan itu kesempatan untuk mendapatkan uang yang banyak, bukan untuk melayani kepentingan rakyat.

Dalam sistem kapitalis saat ini gaya hidup hedonis juga tumbuh subur terjadi juga di kalangan pejabat, mereka melupakan halal dan haram, yang terpenting bagaimana menumpuk kekayaan saat menjabat untuk menutup pengeluaran yang tak sedikit sebelum mereka menjabat. Makanya, tindak korupsi di kalangan politisi kian subur, hati nurani pun semakin terkubur.

Oleh karenanya tugas negara atau pemerintah bagaimana mewujudkan para pejabat jauh dari tindak korupsi, bukan malah menyuburkan tindak korupsi. Pasalnya, dalam sistem Islam negara bertanggung jawab mewujudkan ketakwaan individu di tengah masyarakat, yang akan melahirkan pejabat shaleh dengan sifat jujur, amanah serta bertakwa.

Selain itu dalam sistem Islam ada sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Untuk kasus korupsi hukuman bagi seorang koruptor adalah ta’zir yaitu hukuman yang ditetapkan oleh penguasa atau pemimpin, tentu saja hukuman yang setimpal dengan perbuatannya bahkan bisa berupa hukuman mati.

Itulah sanksi yang tegas dalam sistem Islam. Oleh karenanya, sudah seharusnya kita kembali kepada aturan yang shahih yang datang dari Ilahi Robbi, kembali kepada sistem Islam tuk meraih kepemimpinan yang gemilang. [*]

*Sumber : Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok