Pluralisme di Akhir Tahun

0
12
Safira Nurul Fauziah/Foto : Ist.

OPINI

“Budaya dan gaya hidup adalah senjata kaum kafir untuk menjajah umat Muslim dalam menyebarkan paham sekularisme dan turunannya. Salah satunya pluralisme, paham yang membenarkan agama selain Islam,”

Oleh : Safira Nurul Fauziah

GUNA menjaga tolerasi antar umat beragama, pemerintah Kota Surabaya, pada perayaan Natal 25 Desember lalu memasang berbagai ornamen dan hiasan di beberapa tempat.

Ornamen tersebut terpasang di kawasan Monumen Bambu Runcing, Plaza tengah Alun-Alun Surabaya, bahkan sampai ke jalan raya. Masyarakat pun dapat menikmati indahnya kelap-kelip ornamen tersebut pada malam hari.

Rangkaian lampu warna-warni ini pun menghiasi berbagai macam bentuk, salah satunya seperti bintang dan pohon natal.

Hal tersebut dilakukan karena menurut Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, Sabtu (17/12/2022) ingin tunjukkan bukan suku Jawa saja, ada NTT, Maluku, Minang dan lain-lain serta agama berbeda-beda tinggal di Surabaya. Menurutnya, setiap perayaan keagamaan akan dibuatkan hiasannya, karena hidup ini beragam, saling melengkapi.

Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini? Jika dilhat sejarahnya, setiap 25 Desember, umat Kristiani merayakan Natal. Natal itu sendiri adalah hari raya yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.

Perayaan Natal ini identik dengan suasana suka cita dari keluarga yang berkumpul. Dengan menambahkan hiasan atau ornamen untuk memeriahkannya. Hiasan dan ornamen juga memiliki makna.

Pohon natal biasanya pohon cemara, daunnya hijau menyala, meski dalam suhu minus derajat dan tertumpuk salju. Dan pohon Natal diartikan sebagai harapan dan kehidupan.

Selain pohon natal ada juga bintang. Ornamen ini biasanya dipasang di puncak pohon Natal. Makna bintang yang dipasang di puncak pohon natal adalah simbol dari bintang timur yang menuntun tiga orang majus dan gembala menuju palungan tempat bayi Yesus dilahirkan. Mereka pun meyakini Yesus itu Tuhannya umat Kristiani.

Padahal, dalam firman Allah surah Maryam ayat 30 dijelaskan Isa itu merupakan seorang nabi. “Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.”

Maka, dapat disimpulkan Natal bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, Yesus itu Nabi Isa, hamba, nabi, rasul, dan utusan Allah. Jadi jelas, merayakannya suatu keharaman dalam Islam. Memasang ornamen dan mengucapkan saja suatu bentuk validasi bahwa memang benar ada Natal atau hari kelahiran Yesus.

Budaya dan gaya hidup adalah senjata kaum kafir untuk menjajah umat Muslim dalam menyebarkan paham sekularisme dan turunannya. Salah satunya pluralisme, paham yang membenarkan agama selain Islam.

Masyarakat pun akhirnya ada yang tetap memilih untuk mengucapkan, memasang ornamen, bahkan ikut serta dalam merayakannya. Ditambah iklan dan tayangan di media terus memperlihatkan suasana natal. Hal ini mendorong masyarakat untuk ikut menyemarakkan Natal.

Padahal, hal itu bisa merusak pemikiran kaum Muslimin dari pemikiran dan perasaan yang Islami. Jika kaum Muslim mengikuti dan menyemarakan perayaan kaum Nasrani tersebut, maka akan termasuk golongannya. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” (HR Abu Daud no. 4031, dishahihkan oleh Al Albani).

Oleh karenanya, dalam sistem sekuler kapitalis menuntaskan perayaan-perayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, mustahil jika dilakukan oleh individu atau kelompok.

Perlu adanya peran negara untuk menghapus semua perayaan yang merusak akidah. Karena jika bukan negara yang menghapus, maka perayaan ini tidak akan pernah dihapus bersih dari masyarakat. Bahkan lebih parah lagi kebebasan perayaan seperti ini didukung dan dilindungi oleh pemerintah atas nama hak asasi manusia.

Namun, dalam sistem Islam tentunya bentuk perayaan semacam ini akan mudah diatasi. Pemikiran yang merusak akidah akan dihapus. Tidak ada celah sedikit pun untuk menyebar di masyarakat. Negara (khilafah) pun bertanggung jawab menjaga dan membina akidah umat Islam. Khilafah juga membuat kebijakan-kebijakan yang menguatkan akidah Islam. [*]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok