Isra’ Mi’raj Jadi Momen Kesadaran Politik

0
10

Lapan6Online : Isra’ Mi’raj 1444 H adalah momen untuk umat Islam membangun kesadaran politik dengan menyadari secara mendalam esensi dari peristiwa ajaib tersebut.

Ustadz Rokhmat S. Labib dalam acara peringatan Isra’ Mi’raj Nasional 1444 H beberapa hari lalu menyebutkan bahwa,”Di antara sikap seorang mukmin adalah sebagaimana sikap sayyidina Abu Bakar ra saat langsung mengimani perjalanan Rasulullah SAW. Tanpa keraguan sedikitpun. In qola Shodaqo, “Apabila dikatakan demikian, maka itu benar”, maka apa pun yang dikabarkan Allah dan rasulNya adalah benar dan wajib ditaati,” terangnya.

Sebagai contoh Ustadz Rokhmat membandingkan sikap umat Islam hari ini dalam memahami antara perintah sholat dengan perintah mencambuk pezina sebanyak 100 kali. Umat Islam sepakat bilangan rakaat sholat tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an namun dikabarkan Rasulullah dalam sunnahnya.

Jumlah yang telah ditetapkan apabila ditambah atau dikurangi maka tentu disebut telah sesat. Tapi bayangkan dalam hukum cambuk bagi pezina, Al-Qur’an menyebut bilangan cambukannya, dan apabila dikurangi atau ditambahi maka harusnya umat Islam juga sepakat bahwa ini juga kesesatan. Lantas bagaimana dengan hari ini yang bahkan hukuman itu tidak dilaksanakan oleh umat Islam? Maka Negara yang tidak melaksanakannya adalah Negara yang sesat. Artinya kepemimpinan itu perkara yang sangat penting, oleh karena itu “Harus ada Imam yang menegakkan agama”, ungkap beliau.

Dalam sesi talkshow, Ustadz Ismail Yusanto (Cendekiawan Muslim) juga menyinggung soal kepemimpinan. Beliau menyebut bahwa memperingati Isra’ Mi’raj bukan hanya soal perintah sholat, “Karena sebenarnya perintah sholat sudah ada sebelum Isra’ Mi’raj, yakni di QS. Al-Muzammil pada kalimat “Qum” yang ditafsirkan para ulama sebagai perintah sholat, cuma jumlah rakaatnya belum,” kata beliau.

Lebih dari itu, di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkan taat kepada Allah dan Rasul dan juga Ulil Amri. Ulil Amri yang dimaksud harus taat kepada Allah dan Rasul, karena banyak hukum yang untuk taat kepada Allah dan Rasul mengharuskan taat kepada Ulil Amri, contohnya perintah jihad.

Ustadz Ismail melanjutkan pembahasan yang lebih menarik yakni alasan mengapa hari ini syari’at Islam tidak diterapkan oleh umat Islam secara kaffah. “Rapuhnya keimanan umat Islam kepada Islam, berawal dari rapuhnya keimanan kepada syari’at Islam itu sendiri, dan rapuhnya keimanan kepada syari’at Islam berawal dari rapuhnya keimanan kepada Rasulullah,” kata beliau.

Beliau mencontohkan kembali bagaimana keimanan Abu Bakar ra saat membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi yang secara matematis sangat sulit dijelaskan. Namun Abu Bakar mempercayainya karena bertumpu kepada dalil yakni keberadaan Nabi. Hari ini umat Islam harusnya bertumpu kepada dalil yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW (Al-Qur’an dan As-Sunnah dan yang ditunjuki keduanya). “Muhammad (sebagai) Rasul itu haq, Al-Qur’an dan syari’ah itu haq, mestinya ini yang terus ditanamkan kepada umat Islam, seharusnya umat Islam sikapnya sami’na wa atho’na,” tutur beliau.

Ustadz Ismail bahkan menyentil dengan kalimat retoris, “Kalau kepada dokter saja kita percaya dan kita ikuti, mengapa kepada Allah yang tidak pernah malpkratik tidak percaya? Isra’ Mi’raj harus jadi momen menghentakkan keimanan kepada umat Islam,” tegas beliau.

Talkshow semakin panas dan seru tatkala Ustadz Rokhmat dan Ustadz Ismail mengaitkan Isra’ Mi’raj dengan penegakan Khilafah Islam. “Islam tidak hanya diturunkan untuk satu kelompok saja tapi untuk seluruh manusia, kepemimpinan berlanjut terus dari Rasul kepada penerusnya para Khulafa’. Secara spesifik harus khulafa’ dan bukan yang lain, sistemnya harus khilafah, pemimpinnya Khalifah, sifatnya tunggal,” kata Ustadz Rochmat menjawab pertanyaan moderator.

Perbincangan berlanjut dengan pertanyaan moderator kepada Ust. Ismail Yusanto, “Masihkah realistis menerapkan khilafah di zaman ini?” Tanya moderator. Ustadz Ismail menjawabnya dengan mencontohkan impian Theodor Herzl (Bapak Yahudi) yang memimpikan terbentuknya Negara Israel namun ditertawakan oleh forum konferensi zionis saat itu (1818). “If You Will, It’s not Dream,” demikianlah kalimat Herzl saat menjawaba kesinisan orang lain.

“Harusnya, umat Islam punya kemauan yang lebih dari itu!” tegas Ustadz Ismail.
Di tempat yang terpisah namun masih dalam gelora yang sama, umat Islam se-Kota Medan juga mengadakan talkshow dengan pembicara yang tak kalah luar biasa. Ustadz Yusran Ramli (Cendekiawan Muslim dan Ahli Ilmu Faraid) menjawab pertanyaan moderator tentang pentingnya Khilafah. Beliau menyebut ada dua kepentingan umat Islam berkenaan dengan itu, yakni penerapan syariah dan ukhuwah (penyatuan kaum muslimim), karena saat ini syariah tidak diterapkan dan umat Islam dalam keadaan terpisah-pisah.

Dalam perpektif dalil, moderator melempar pertanyaan makna khilafah dalam Al-Qur’an kepada Ustadz Kusnady Ar-Razi (Khadim Majlis Darun Nawawi dan Ulama kota Medan). Beliau mengungkapkan bahwa tafsir Imam Al-Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir pada ayat ke 30 QS. Al-Baqarah adalah landasan untuk mengangkat imam/khalifah yang tujuannya tanfidzhul ahkam, menegakkan hukum dan menerapkan hudud.

Beliau melanjutkan, “Esensi khilafah itu bukan sembarang pemimpin, bukan pemimpin yang diangkat untuk menerapkan hukum jahiliyah, hukum sekuler, tetapi mengangkat pemimpin yang menerapkan hukum Allah, dan para ulama sepakat bahwa kepemimpinan itu harus satu,” papar beliau.

Situasi semakin panas di dalam forum saat membahas penentangan atas khilafah oleh sebagian umat Islam itu sendiri. Sebagian umat Islam menilai bahwa tegaknya khilafah akan membawa mafsadat sehingga harus dihindari demi kemashlahatan bersama.

Ustadz Kusnady lantas menjawab, “Hadirnya khilafah justru melahirkan mashlahat. Jika adanya penolakan khilafah adalah karena ada mafsadat dengan memakai kaidah, maka khilafah itu lebih besar mashalahatnya daripada mafsadatnya yang bahkan mafsadat itu belum tentu terjadi nanti, karena itu masih bayangan saja,” Jawab beliau.

Selanjutnya kedua narasumber bercerita tentang peradaban Islam yang empiris dan keunggulannya atas peradaban Barat. Ustadz Kusnady menyebut keterikatan seseorang dengan aqidah Islam akan melahirkan ketaatan kepada syari’at. “Jika kaum muslimim sudah terikat dengan aqidahnya maka mereka akan ridho bila Negara harus ditopang oleh aqidah Islam.

Hari ini hanya secara individu atau kelompok yang menjaga aqidah kita, tidak ada Negara yang menjaga aqidah, sehingga (sebagai contoh) penistaan agama tidak dapat dihentikan,” Kata beliau.

Ustadz Yusran Ramli juga kembali membakar semangat para audiens dengan kalimat closing statement yang memotivasi, “Sponsor kemungkaran itu nyata, perjuangan ini menyelamatkan kaum muslimin dari dosa yang sangat besar, ketika tegak sistem Islam, maka stoplah segala kemaksiata itu dan orientasi kaum muslimin adalah aktivitas yang produktif tidak lagi bermaksiat. Aqidah kaum muslim terjaga,” Papar beliau.

Semoga momen Isra’ Mi’raj ini menjadi penyadaran kepada umat Islam seluruhnya bahwa mereka membutuhkan institusi politik untuk menghentikan segala kedzaliman dan mengembalikan mereka pada derajat kemuliaan. Aamin Ya Robbal ‘Alamin. (*RK)