Guru, Besar Tuntutan Minim Kesejahteraan

0
7
Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Bagaimana bisa mengharapkan terlahirnya generasi berkualitas yang dapat memajukan bangsa serta tercapainya kesejahteraan guru jika kita tetap pada sistem ini?,”

Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd

PARA guru Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) di Kota Medan mengeluhkan insentif yang diterima terlalu kecil perbulannya. Sementara tuntutan kebutuhan hidup perbulannya semakin meningkat sehingga tidak sesuai antara pemasukan dan pengeluaran setiap bulannya.

Seperti yang disampaikan Robi, guru MDTA di Kecamatan Medan Baru, “Sebenarnya tidak terlalu ingin membahas tentang insentif, karena mengajar anak-anak sudah mendapatkan pahala berkali-kali lipat, tapi namanya hidup di dunia, pasti membutuhkan uang. Karena seluruh transaksi hanya bisa dilakukan dengan uang,” jelasnya.

Menurut Robi, Pemko Medan juga tidak begitu peduli dengan kesejahteraan guru-guru di Kota Medan. (tribun-medan.com, 13/02/2023)

Inilah dilema para guru yang berjasa untuk menciptakan generasi-generasi unggul bangsa. Mereka berusaha untuk ikhlas dalam mengeluarkan seluruh jasa mereka demi generasi bangsa namun karena tuntutan ekonomi agar mampu bertahan hidup menjadi permasalahan para guru di negeri ini.

Bahkan nasib guru belum juga mendapatkan perhatian negara. Gaji dan insentif yang didapatkan kecil, tetapi tugas mereka besar. Tidak jarang pula guru terjebak pinjaman online karena kesulitan masalah ekonomi.

Sistem ekonomi kapitalistik jelas sudah menjadikan ikatan antara penguasa dan rakyatnya sebatas untung/rugi. Guru atau pendidik sekadar dimaknai sebagai buruh yang melaksanakan tugasnya, yaitu mengajar.

Masalah ini pun semakin berlarut-larut, tidak kunjung terselesaikan sampai sekarang. Sebagaimana diketahui khalayak umum, negara yang kaya ini mengalami masalah keuangan. Anggaran negara sebagian besar tersedot untuk membayar bunga utang. Sedangkan pendapatan hanya bertumpu pada pajak. Padahal, kekayaan alamnya melimpah baik darat ataupun laut.

Inilah negara yang menerapkan sistem kapitalisme dimana setiap kebijakannya selalu dikendalikan oleh korporasi. Alokasi dana yang besar hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan korporasi dan oligarki. Saat jalan tol terus dibangun, kita juga menyaksikan fasilitas sekolah (terutama di pedesaan) yang jauh dari kata layak. Sudahlah gaji gurunya tidak menyejahterakan, fasilitas sekolahnya tidak memadai, kurikulum pun berbasis keinginan korporasi.

Bagaimana bisa mengharapkan terlahirnya generasi berkualitas yang dapat memajukan bangsa serta tercapainya kesejahteraan guru jika kita tetap pada sistem ini?

Maka sudah saatnya negara menerapkan sistem Islam secara kaffah atau yang disebut Khilafah, sebab Islam begitu menghargai dan memuliakan jasa serta keilmuan sosok guru. Dalam Khilafah tidak ada guru honorer karena mereka akan digaji sesuai dengan kapasitas mengajar dan keilmuan yang mereka miliki.

Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab ra., gaji guru sebesar 15 dinar yang jika dikalkulasikan sekitar 60 juta rupiah. Dan tidak ada perbedaan antara guru PNS atau guru honorer, apalagi yang bersertifikasi atau tidak, yang terpenting profesinya adalah guru.

Seluruh guru memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik dan mencetak generasi unggul. Negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru dalam negaranya sehingga jumlah guru benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan mengajar, bukan berdasarkan anggaran.

Bukan hanya gaji guru, para pegawai sekolah yang turut berjasa dalam proses pengajaran juga akan mendapat upah setimpal. Fasilitas sekolah akan negara berikan sesuai kebutuhan tanpa memandang desa ataupun kota.

Khilafah mampu memberikan apresiasi yang besar pada guru karena dukungan sistem keuangannya. Dalam Anggaran Islam, pendapatan berasal dari beberapa pos. Seperti pos jizyah, fai, kharaj, ghanimah, harta tidak bertuan, pengelolaan SDA dan lain-lain.

Khusus pos pengelolaan SDA ini dipegang langsung oleh negara, haram dikelola oleh swasta apalagi asing. Hasil dari pengelolaan SDA dialokasikan demi kepentingan rakyat. Seperti fasilitas umum atau sarana dan prasarana, kesehatan, pendidikan, keamanan dan segala hal yang dibutuhkan masyarakat.

Sehingga tidak ada nasib guru yang tidak sejahtera dengan gaji yang mereka dapatkan. Sebab guru adalah sosok yang dimuliakan didalam Khilafah. Dan kemuliaan itu mampu menjamin kesejahteraan guru selama 13 abad. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan