HUKUM | NUSANTARA
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif,”
Lapan6Online | Jakarta : Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Dr Fadil Zumhana SH MH, menyetujui sebanyak 13 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, pada Rabu (08/03/2023), menyebutkan, 13 berkas perkara itu adalah ;
1. Tersangka Octavianus Pudi dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Rindi Oktaviandi Da Costa dari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Rezaldi dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Talib Abdulh alias Ipi dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Nurafni Ahmad A.Md, Kep alias Apin dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Irwansyah bin Rszali dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Astuti binti (alm) Suhatma dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Agung Saputra bin Syafruddin dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Alfitriyanto Thalib alias Ari dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Musrim alias Mus bin Mustamin dari Kejaksaan Negeri Bombana yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11. Tersangka Jaya Muna bin La Malaha dari Kejaksaan Negeri Muna yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Chelmiwati dari Kejaksaan negeri Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
13. Tersangka Guntur Irawan bin Salehuddin dari Kejaksaan Negeri Berau yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Perja Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (*Kop/Syamsuri/MasTe/Lpn6)