OPINI | POLITIK
“Sejatinya agama saling berkaitan dengan aktivitas dalam kehidupan, ibarat dua sisi uang logam yang saling bersatu. Hilangnya aturan agama dalam kehidupan menyebabkan manusia semakin liar dan jauh dari hakikat hidup bermartabat,”
Oleh : Moni Mutia Liza, S.Pd,
PERILAKU generasi bangsa ini sudah berada di ujung tanduk, sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Kini seorang pelajar sudah berani membunuh kawan kelasnya. Seorang siswa berani memperkosa teman wanitanya dan masih banyak lagi kasus yang serupa.
Tampaknya berita yang memilukan hati ini terus wara-wiri di jagat maya. Seolah memperlihatkan bahwa remaja bermental preman dan buas begitu menjamur dan tampak lumrah di kehidupan kita saat ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kasus kriminal di Indonesia tahun 2018-2020 sebanyak 247.218 kejadian, (katadata.co.id/15/12/2021). Namun terjadi peningkatan di tahun 2022 yaitu 7,3 persen. Menurut Kapolri Sigit Prabowo, sebanyak 276.507 perkara terjadi dalam setahun. Artinya jika dibagi dalam durasi jam, maka rata-rata kejahatan terjadi sebanyak 32 kasus per jamnya. (cnnindonesia.com/31/12/2022).
Bahkan menurut World Health Organization (WHO) pada 2020, setiap tahunnya terjadi 200 ribu kasus pembunuhan di kalangan anak-anak usia 12-19 tahun.
Sebanyak 84 persen melibatkan laki-laki usia muda, (voi.id/19/04/2022).
Dari semua informasi tersebut kita menyadari bahwa kondisi remaja dunia tak terkecuali di Indonesia sedang dalam keadaan darurat stadium empat.
Seharusnya di usia emas para generasi mencetak prestasi, bukan memecahkan rekor kriminalisasi.
Muncul pertanyaan, apakah tidak ada generasi yang mengharumkan nama negeri? Jawabannya ada. Namun sebagian kecil prestasi itu tertutup dengan mengguritanya kasus kriminal di kalangan remaja, mulai dari seks bebas, pencurian, pembunuhan, perkosaan, tawuran hingga pembegalan.
Miris, namun inilah fakta yang sebenarnya. Jika hal ini terus dibiarkan, tentu kita bisa membayangkan bagaimana kepemimpinan negeri ini ke depan.
Jika kita meneliti lebih mendalam. Kita dapati bahwa akar permasalahan munculnya generasi bermental preman tidak lain karena diterapkannya sistem Sekulerisme yang memisahkan agama dan kehidupan kita saat ini.
Padahal sejatinya agama saling berkaitan dengan aktivitas dalam kehidupan, ibarat dua sisi uang logam yang saling bersatu. Hilangnya aturan agama dalam kehidupan menyebabkan manusia semakin liar dan jauh dari hakikat hidup bermartabat.
Penerapan syariah Islam dalam tatanan kehidupan adalah satu-satunya solusi untuk mengakhiri generasi bermental preman. Justru penerapan Islam melahirkan generasi rabbani, generasi yang taat dan cerdas. Sebagaimana catatan sejarah Islam yang dipenuhi oleh para ilmuan muslim yang terkemuka lagi bertaqwa.
Sungguh, sebuah peradaban akan hancur jika masyarakat di atur dengan selain aturan yang berasal dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita hidup dalam habitat Islam, sebab aturan Islam satu-satunya aturan yang sesuai fitrah manusia, menentramkan jiwa, memuaskan akal dan aturan yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan dalam kehidupan dengan adil tanpa membedakan suku bangsa, agama, bahasa, daerah, warna kulit dan sebagainya.
Hal ini sudah diimplementasikan secara ril di saat Rasul Muhammad membangun peradaban manusia dengan memberi kebebasan bersama dan konsep saling menghargai di Madinah. [*GF/RIN]
*Penulis Adalah Pegiat Literasi Aceh