Oleh : Jasmine Fahira Adelia Fasha
KASUS bunuh diri menjadi tragedi besar yang kerap terjadi di negeri-negeri Barat maupun Asia. Melansir dari Viva.co, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun tindakan bunuh diri sudah merenggut nyawa lebih dari 800.000 orang di seluruh dunia dan kasus bunuh diri tertinggi ada pada negara Lesotho dengan jumlah 72,4.
Ahli kedokteran jiwa dari UGM dr. Carla Raymondalexas Marchira, Sp.KJ (K)., dalam artikel UGM “Tekan Angka Bunuh Diri, Kenali Faktor Pemicu dan Tanda-tandanya” menyebutkan bahwa bunuh diri dipengaruhi oleh berbagai macam hal, salah satunya aspek budaya kekeluargaan, distorsi budaya, transisi budaya serta sosial ekonomi. Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia menyebutkan metode yang biasa digunakan ketika melakukan bunuh diri adalah gantung diri, meracuni diri, melompat dari ketinggian dan dengan benda tajam.
Lantas apakah Indonesia bebas dari kasus bunuh diri? Sayangnya tidak, kasus bunuh diri di Indonesia juga kerap terjadi. Bahkan baru-baru ini terjadi kasus bunuh diri Mahasiswa UI dengan inisial MPD yang diduga karena masalah keluarga. Masalah keluarga merupakan salah satu faktor pemicu maraknya bunuh diri.
Aksi tersebut tidak terlepas dari sistem yang sudah sejak lama mengikat Indonesia yakni sistem kapitalisme yang faktanya cukup membuat masyarakat menjauh dari agama serta menjadikan materi/dunia sebagai standar kebahagiaan yang hakiki.
Oleh karenanya, sebagian kaum Muslim menjadikan standar bahagia itu ketika memiliki sosial ekonomi yang tinggi. Tak jarang orang tua kerap menginginkan anak-anaknya untuk memiliki standar kesuksesan itu dilihat dari berapa banyak penghasilan yang didapat. Sehingga menjadikan pemuda Muslim juga menilai standar kebahagiaan itu ketika mempunya harta yang berlimpah. Inilah yang memang sudah lama diciptakan oleh sistem kapitalisme ini.
Sehingga, ketika seseorang tidak bisa memenuhi standarnya tersebut, banyak yang mengalami stres bahkan depresi apalagi ada tekanan yang diberikan oleh sekitar. Inilah yang menjadi pemicu kasus bunuh diri kian marak.
Itu semua terjadi karena kaum Muslim jauh dari pemahaman Islam. Seharusnya setiap ada masalah harus diselesaikan dengan Islam karena aturan Islam bisa memecahkan semua permasalahan yang terjadi. Oleh karenanya, jika ada masalah jangan lupa adukan semuanya kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya,“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan penderitaan dan kesedihanku” (QS Yusuf: 86).
Oleh karenanya, Islam satu-satunya jalan yang bisa kita ambil dalam kehidupan sebagai solusi dari segala masalah yang ada, hadir menerangkan kegelapan di tengah hiruk piruknya duniawi yang tidak menentu arah. Islam juga akan menjadi poros dalam kehidupan seorang manusia sehingga segala masalah dalam kehidupan bisa terselesaikan.
Hal tersebut masih terasa sulit rasanya jika hanya diemban oleh beberapa orang saja. Butuh sinergi antara individu rakyat, masyarakat dan negara agar kesehatan mental tiap individu Muslim terjaga. Namun secara khusus, negaralah yang mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab atas kesehatan mental rakyatnya agar tetap terjaga. [*]
*Penulis Adalah Freelancer