Remisi, Bukankah Termasuk Ketidakseriusan Memberi Efek Jera?

0
22
Ilustrasi

Oleh : Suci Ramadani

Dikutip dari Merdeka.com, Sebanyak 6.746 napi memperoleh pengurangan masa hukuman pada saat Idul Fitri 1441 Hijriah. Dari jumlah tersebut, terdapat 44 napi yang langsung bebas karena telah selesai menjalani masa hukumannya.

“Total ada 6.746 napi yang memperoleh pengurangan masa hukuman pada Lebaran tahun ini. Rinciannya untuk remisi khusus I ada 6.647 dan 44 orang untuk remisi khusus II langsung bebas pada hari raya lebaran,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, A. Yuspahruddin, Sabtu (22/4).

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) turut mengklaim bahwa pemberian remisi Idul Fitri 2023 diprediksi bakal mengirit anggaran negara secara cukup signifikan.”Tak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana, pemberian RK Idul Fitri ini juga berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000,” kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti dalam keterangan tertulis. .

Kemkumham juga menilai bahwa pemberian remisi ini berkaitan dengan “keseriusan bertobat dan memperbaiki diri”. Hal ini termuat pula dalam sambutan tertulis Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, yang dibacakan saat pemberian remisi.

“Kami berharap remisi yang diberikan hari ini dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri dan menghindari perbuatan yang melanggar hukum,” lanjut Rika. (Kompas.com, 23/4/2023).

Berlakunya hal diatas ini semakin menunjukkan besarnya risiko dan ancaman yang nyata dalam pemberlakuan sistem sekuler demokrasi yang dianut negara hari ini. Negara bersistem sekuler enggan menerapkan hukum Islam, mereka menganggap bahwa aturan Allah bertentangan dengan konsensus nasional, tetapi mereka juga tidak mampu memberikan solusi yang efektif untuk menangani kasus-kasus tersebut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin hari yang kita lihat selaku masyarakat yang bertempat tinggal di negara mayoritas muslim terbesar ini bahwa berbagai aturan terkait dengan sistem sanksi di negeri ini semakin hari kian menunjukkan ketidakseriusannya dalam memberikan efek jera kepada para pelaku tindak kriminal berbagai jenis dan tingkatannya.

Standar yang diberlakukan untuk memutuskan sanksi pun berasal dari hukum buatan manusia yang dapat berubah dan diubah kapan saja sesuai kepentingan. Wajar saja bahwa problematika yang berada di tengah-tengah masyarakat hari ini tak kunjung usai malah semakin meluas serta menimbulkan masalah-masalah baru.

Berkaitan dengan sistem sanksi ini, Islam telah mengaturnya dengan jelas lagi pasti, Sehingga sanksi yang dikenakan tak sekedar memberi efek jera. Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum uqubat sebagai “pencegahan” dan “penebus” dalam hukum Islam. Disebut sebagai pencegah, karena berfungsi mencegah manusia dari tindakan kriminal dan disebut sebagai penebus, karena berfungsi menebus dosa seorang muslim dari azab Allah di hari kiamat nanti.

Sehingga sistem sanksi dalam islam mampu mencegah krimkinalitas dengan tuntas tanpa menimbulkan masalah baru. Salah satu dari banyaknya ayat dalam Al-Qur’an telah menjelaskan sebagai berikut:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S. Al-Ma’idah ayat 50)

Ayat di atas kiranya dapat menjadi teguran bagaimana kita sebagai ciptaan Allah masih meragukan hukum yang telah ditetapkan Pencipta kita yakni Allah SWT. Bagaimana mungkin kita masih meragukan hukum Pencipta padahal Dia-lah yang menciptakan kita sebagai manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna dan menciptakan alam sebagai tempat berlakunya segala kehidupan makhluk-Nya.

Bahkan Rasulullah pun selaku manusia terbaik di muka bumi ini telah mencontohkan terkait bagaimana cara kita bersikap terhadap hukum Allah. (*)

*Penulis Adalah Mahasiswa Prodi Sastra Arab USU