“Tekanan – tekanan yang di lancar kan oleh politik kekuasaan terhadap dua partai pengusung Anies Baswedan Capres itu agar kedua partai itu menggugurkan pencapresan Anies sehingga Anies gagal di tetapkan sebagai Capres definitif jelang pilpres 2024,”
Oleh : Muslim Arbi
JIKA hari ini publik menyaksikan Kejagung dan KPK hanya memproses Kader2 Nasdem yang duduk di Kabinet. Tak dapat di pungkiri: Dua insitusi hukum ini bisa jadi telah menjadi alat politik kekuasaan?
Semenjak Anies Rasyid Baswedan di deklarasikan sebagai Capres oleh Partai Nasdem dan Demokrat. Sejak itulah dua partai itu terus di ganggu oleh politik kekuasaan.
Demokrat di ganggu dengan kasus Gugatan Moeldoko PK ke MA dan Nasdem dikerjai dengan Mentri – Mentri Nasdem di Kabinet satu per satu di incar oleh Kejaksaan dan KPK.
Sekjen Nasdem, Johny G Plate Mentri infokom di tetapkan tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung. Saat ini malalui tangan KPK. Kader Nasdem di Kementrian Pertanian, Yasin Lympo akan di tetapkan tersangka oleh KPK. Sedangkan nama2 yang tersangkut dengan kekuasaan tidak disentuh. Diantara nama Suami Puan dan beberapa nama di lingkungan kekuasaan disebut di kasus BTS 4G. Tidak tersentuh.
Membandingkan penangan kasus lindungi kawan politik dan hancurkan lawan politik ini seperti dalam kasus penangan e-KTP. Hanya Setya Novanto, Ketua Golkar dan Ketua DPR saat itu di tangkap, di adili dan ditahan sedangkan sejumlah nama kader PDIP seperti: Ganjar Pranowo,Puan Maharani, Pramono Anung, Olly Dodo Kambey tidak di proses hukum seperti Setnov? Padahal nama2 mereka di bacakan di depan sidang saat itu.
Ini menjadi tanda tanya besar. Kenapa dalam penegakkan hukum bersifat diskriminasi?
Tentu nya publik membaca. Tekanan – tekanan yang di lancar kan oleh politik kekuasaan terhadap dua partai pengusung Anies Baswedan Capres itu agar kedua partai itu menggugurkan pencapresan Anies sehingga Anies gagal di tetapkan sebagai Capres definitif jelang pilpres 2024.
Kalau Kejaksaan Agung dan KPK bertindak benar dalam pengusutan kasus2 korupsi dan kerugian negara. Kenapa kasus2 yang nilai lebih dari kasus Johny G Plate dan dugaan terhadap Yassin Limpo tidak di usut dan di bidik oleh KPK dan Kejagung?
Kasus kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menghabiskan anggaran Rp 120 T bahkan APBN mau di jadikan jaminan oleh RRC tidak disentuh oleh KPK dan Kejagung.
Kasus Food Estate. Menimbulkan kerugian triliunan dan Penggundulan hutan ribuan hektar yang dapat menbulkan bencana alam pemanasan global, banjir dan tanah longsor yang libatkan sejumlah Mentri di Kabinet. Tidak di usut oleh lembaga yang di pimpin Firli dan ST Burhanuddin itu.
Juga kerugian negara di kasus Mandalika. Rp 4,6 Triliun dan 100 miliar tidak di usut demikian juga pembangunan infrastruktur tol yang di bangun mahal dan di jual murah yang akibatkan kerugian puluhan sehingga ratusan triliunan. Tidak juga di usut dan pelaku nya di tangkap dan di tahan sebagaimana kader – kader Nasdem.
Pantas dan wajar publik apresiasi pernyataan berani dari Ketum Nasdem: Surya Paloh akan membela Anies Baswedan sebagai Capres sampai titik darah penghabisan.
Di sini publik nilai. Demikian takutkah kekuasaan saat ini, sehingga dengan berbagai cara di gunakan agar Anies gagal capres?
Dari semua trik – trik kekuasaan hari ini mengganggu pencapresan Anies Baswedan dengan motif pemberantasan korupsi dan penyelematan keuangan negara akan di cibir oleh publik.
Ah, itu akan menjadi alat tekan politik saja. Agar Nasdem jera dan gugurkan pencapresan Anies sehingga kader-kader Nasdem di Kabinet terus di “obok – obok” dengan dalih korupsi dan sebagai nya.
Publik akan tertawa sinis bahkan marah dan muak saat melihat insitusi hukum yang mau jadi alat kekuasaan seperti itu. Depok, 15 Juni 2023. (*)
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu