Atasi Karhutla Dengan Menjaga Kelestarian Alam

0
3
“Diperkirakan, 10 hektare habitat gajah Sumatera musnah terbakar sejak pertengahan Juni lalu, karena tanahnya gambut yang terdiri dari semak belukar sehingga mudah dilalap api,”

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,

KARHUTLA (kebakaran hutan dan lahan) kembali terjadi, sudah otomatis membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi. Dari laporan BPBD Kalimantan Selatan, Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB), total luas lahan yang terdampak kebakaran hutan dan lahan untuk sementara sudah mencapai 163,15 hektare hingga Sabtu (24/6) lalu.

Menurut Manager Pusdalops-PB BPBD Kalsel Ricky Ferdyanto wilayah yang telah dilanda karhutla, yakni Kota Banjarbaru dan 6 kabupaten lainnya yakni yakni Tanah Laut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong. Ada sebanyak 2.168 titik api yang menyebar di 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan. Karhutla yang terjadi diperkirakan menjadi kejadian kebakaran terluas di 2023.

Aktif Suhartini, S.Pd.I.,

BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) Kalimantan Selatan, memberikan laporan pantauan bahwa wilayah kota Banjarbaru mengalami cuaca yang cukup cerah dengan tetrik matahari dan ini yang menyebabkan kerawanan kebakaran hutan dan lahan cukup rawan terjadi.

Kawasan Margasatwa Giam Siak Kecil, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis ternyata tidak luput terkena karhutla. Diperkirakan, 10 hektare habitat gajah Sumatera musnah terbakar sejak pertengahan Juni lalu, karena tanahnya gambut yang terdiri dari semak belukar sehingga mudah dilalap api. Dengan bantuan dari tim gabungan yaitu dari anggota Polri, anggota TNI dan Manggala Agni terus berusaha untuk memadamkan kebakaran lahan.

Para petugas juga menemukan kebun kelapa sawit milik masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan konversi milik negara ikut terbakar. Hal ini disebabkan oleh aksi pembukaan lahan dengan cara membakar perkebunan kelapa sawit.

Sungguh sangat disayangkan atas kejadian karhutla di wilayah Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil yang telah dijadikan cagar biosfer. Pasalnya wilayah ini berfungsi sebagai hutan tropis penyumbang oksigen dan juga merupakan rumah bagi satwa yang dilindungi seperti gajah serta harimau Sumatera dan hal ini merupakan ketetapan pemerintah dan Unesca.

Dari fakta di atas, sebenarnya karhutla tidak selalu diakibatkan oleh faktor kondisi cuaca, tapi beberapa kondisi disebabkan ulah manusia. Karhutla kembali terjadi di berbagai wilayah akibat pembukaan lahan, makin meluas, dan berpotensi mengancam kesehatan warga juga keselamatan penerbangan. Berulangnya karhutla menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dan gagalnya edukasi masyarakat.

Di sisi lain, perilaku masyarakat bisa jadi karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya yang tidak dijamin negara. Sementara negara justru dengan mudah memberi konsesi hutan pada perusahaan besar. Namun tindakan pemerintah ini tidak menyentuh persoalan mendasar. Justru lebih mengutamakan kepentingan kaum kapitalis yang mengeruk untung dari ‘petak umpet’ kebakaran hutan.

Padahal, menjaga lingkungan merupakan salah satu kewajiban kita sebagai masyarakat, guna mempertahankan kelestarian alam yang ada. Salah satunya menjaga hutan. Karena hutan merupakan tempat yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup. Kita bisa mendapatkan sumber daya alam dari hutan, dan juga untuk keberlangsungan hidup hewan terutama dan banyaknya tumbuhan yang bisa didapatkan dari hutan.

Islam pun memberikan tuntunan tentang kewajiban rakyat untuk menjaga keselamatan manusia dan juga menjaga kelestarian alam. Islam mengharuskan negara perlu melakukan langkah antisipasi secara komprehensif sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk mencegah kemadharatan bagi semua pihak dan menjamin kesejahteraan rakyat dengan menjaga kelestarian lahan dan hutan. Sehingga kelestarian hutan tetap terjaga dan peristiwa karhutla tidak akan sampai terjadi. [*]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok