“Tim KPK mendalami informasi dan data bahwa HA bersama dan melalui ABC diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek sejak 2021-2023,”
Jakarta | Lapan6Online : Eks Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi menjadi tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Berdasarkan data pada LHKPN KPK Henri memiliki harta kekayaan total senilai Rp10,9 miliar.
Henri menyampaikan laporan pada 24 Maret 2023.
Adapun ia tercatat memiliki lima bidang tanah senilai Rp 4.820.000.000 yang tersebar di Kab/Kota Pekanbaru dan juga Kampar
Kemudian, Henri mempunyai alat transportasi dan mesin berupa tiga unit mobil serta satu pesawat terbang senilai Rp 1.045.000.000.
Pesawat terbang yang ia miliki merupakan jenis Zenith 750 STOL tahun 2019 senilai Rp 650.000.000.
Selanjutnya, Henri memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 452.600.000 serta kas dan setara kas senilai Rp 4.056.154.000.
Lalu ia juga tercatat mempunyai harta lainnya mencapai Rp 600.000.000.
Di sisi lain, Henri tidak mempunyai utang sehingga total harta kekayaannya mencapai Rp 10.973.754.000.
Sementara itu, dalam kasus ini, Henri Alfiandi menjadi tersangka penerima suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Tim KPK mendalami informasi dan data bahwa HA bersama dan melalui ABC diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek sejak 2021-2023.
ABC sendiri merupakan orang kepercayaan Henri yakni Afri Budi Cahyanto yang menjabat sebagai Koorsmin Kabasarnas.
Dalam kasus tersebut KPK telah menetapkan lima tersangka, tiga di antaranya dari pihak swasta dan dua lainnya anggota TNI aktif.
Mereka adalah Henri Alfiandi, Afri Budi Cahyanto, dan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG).
Serta Dirut PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR) dan Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA).
Tiga tersangka pemberi suap yakni MG, MR, dan RA terjerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara HA dan ABC kasusnya diserahkan kepada Puspom TNI.
Sedangkan kasus ini masih dalam penanganan oleh tim gabungan dari penyidik KPK dan juga Puspom TNI. (*AF)