“Mengapa infrastruktur ini tidak mampu menyediakan bantuan saat dibutuhkan terutama dalam menghadapi bencana kelaparan?”
Oleh : Achmad Nur Hidayat
INDONESIA Merdeka sudah berusia 78 tahun, tetapi cahaya kebebasan tampaknya belum merata bagi seluruh warganya. Seiring dengan perayaan kemerdekaan, kita tidak boleh mengabaikan kabar duka yang datang dari tanah Papua. Sepuluh ribu jiwa warga di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, tengah terjebak dalam belenggu kelaparan ekstrim, yang menyebabkan enam jiwa merenggang akibat kelaparan yang tak terperi.
Ironisnya, kelaparan ekstrim di Papua bukanlah sebuah fenomena baru. Kita telah menyaksikan tragedi serupa pada tahun 2003, 2005, 2015, dan 2022. Namun, tampaknya tidak banyak langkah konkret yang diambil untuk mengatasi akar permasalahan ini. Lokasinya pun berulang kali terfokus di kabupaten yang sama: Puncak, yang mencakup wilayah Agandugume, Lambewi, dan Oneri.
Sementara pemerintah pusat berusaha melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI/Polri, respons ini terasa kurang bijak. Keenam korban adalah bukti kegagalan sistem yang seharusnya bisa menjaga rakyatnya. Masa depan yang lebih baik seharusnya tidak dihantui oleh ketidakmampuan menyediakan kebutuhan mendasar seperti makanan.
Sorotan harus diberikan pada pembangunan infrastruktur massif yang telah dikerahkan di Papua selama bertahun-tahun. Pertanyaan mendasar muncul: Mengapa infrastruktur ini tidak mampu menyediakan bantuan saat dibutuhkan terutama dalam menghadapi bencana kelaparan? Apa gunanya jalan-jalan yang terhubungkan jika mereka tidak bisa mengantarkan makanan kepada warga yang membutuhkannya?
Menurut sudut pandang kebijakan publik, kematian akibat kelaparan adalah sebuah kontradiksi besar di tengah kemewahan anggaran negara. APBN dengan nilai lebih dari 3.000 triliun rupiah serta alokasi dana desa sebesar 1 miliar rupiah per desa setiap tahun seharusnya menciptakan koordinasi dan sinergi yang lebih baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Namun, berita terbaru mengungkapkan Presiden Jokowi telah menginstruksikan pembangunan Gedung Logistik di Pemkab Puncak. Tetapi solusi ini hanya mengatasi dampak jangka pendek dan tidak mengatasi akar masalah. Dalam situasi seperti ini, diperlukan solusi jangka panjang yang komprehensif.
*Solusi Komprehensif:*
Untuk mengatasi krisis kelaparan ekstrim di Papua, perlu diimplementasikan solusi komprehensif yang menangani akar permasalahan dengan tindakan jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka Pendek :
Pemerintah harus segera mengirimkan bantuan pangan dan air ke daerah terdampak menggunakan jalur darat dan udara. Kerja sama dengan LSM dan organisasi kemanusiaan yang memiliki pengalaman dalam penanganan bencana dapat mempercepat penyaluran bantuan dan menghindari kekacauan distribusi.
Jangka Panjang :
Pertama, *Penguatan Pertanian dan Ketersediaan Pangan*: Investasi berupa food estate di Papua harus dihentikan. Hal ini disebabkan investasi food estate tidak diberikan ke petani lokal melainkan pengusaha besar dari luar papua. Setiap investasi pertanian seharusnya diberikan pada pertanian lokal dengan memberikan pelatihan, dukungan teknis, dan pemenuhan kebutuhan bibit unggul. Diversifikasi tanaman harus didorong untuk mengurangi risiko kelaparan akibat bencana alam. Penyediaan bahan pangan lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap pasokan dari luar.
Kedua, *Infrastruktur dan Transportasi*: Pembangunan infrastruktur jangan seperti sekarang, tidak melihat daerah mana yang rawan kemiskinan ekstrim akibat perubahan iklim. Infrastruktur yang lalu hanya kepada kegiatan perdagangan bukan kegiatan pertanian dan sumber makanan rakyat. Kedepan, infrastruktur harus lebih terarah dan mendukung kebutuhan masyarakat. Jalan, jembatan, dan transportasi yang memadai harus dikembangkan, diiringi dengan sistem distribusi yang efisien dan terorganisir. Aksesibilitas yang lebih baik akan membantu mengatasi kesulitan dalam mengantarkan bantuan saat terjadi krisis.
Ketiga, *Pengentasan Kemiskinan*: Program sosial dan ekonomi harus mengutamakan pengentasan kemiskinan di Papua. Dukungan bagi usaha mikro dan kecil, serta pelatihan keterampilan, akan memberikan warga peluang ekonomi yang lebih baik. Ini juga akan membantu dalam menciptakan akses ke mata pencaharian alternatif.
Keempat, *Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat*: Penyuluhan tentang pentingnya ketahanan pangan dan manajemen risiko harus menjadi bagian integral dari pendidikan dan kesadaran masyarakat. Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi bencana alam, resiliensi dapat ditingkatkan.
Indonesia harus melihat lebih jauh dari sekadar perayaan kemerdekaan. Kebebasan sejati berarti menjamin kebutuhan dasar setiap warga negara.
Kita perlu menghadapinya dengan kritik revolusioner, dan tindakan konkret dalam jangka pendek serta perencanaan komprehensif dalam jangka panjang.
Papua adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia Merdeka yang sejati, dan tugas kita adalah memastikan bahwa hak-hak dan harapan setiap warganya diakui dan dihormati. (*)
*Penulis Adalah Pakar Kebijakan Publik UPN & CEO Narasi Institute