“Ada solusi. Jika insitusi hukum seperti Kejagung telah di jadikan alat politik oleh kekuasaan. Maka , Jawaban nya adalah: lembaga Politik semacam DPR dapat menjadi alat untuk hadapi kekuataan politik Istana,”
Oleh : Muslim Arbi
TERNYATA KPK dan Kejagung telah di jadikan alat politik oleh kekuasaan.
Pantas kalau Megawati, Presiden V dan pmbentuk KPK berang. Sehingga KPK di usulkan kepada Jokowi agar di bubarkan.
KPK juga telah di jadikan lembaga pelindung korupsi dan KKN anak2 Presiden. Dalam Laporan Kasus Gratifikasi terhadap Gibran dan Kaesang oleh Perusahaan Pembakar Hutan. Tidak di proses KPK.
Jika saja. KPK usut tuntas kasus gratifikasi Saham terhadap Gibran dan Kaesang. Dapat di pastikan Jokowi sebagai Presiden terlihat.
Di KPK ada Dewas. Dewan Pengawas KPK. Setelah UU KPK di revisi oleh Jokowi. Dewas ada. Di bawah Presiden.
Jokowi tidak mungkin biarkan anak2 nya di periksa dan diusut. Karena hal itu pasti bermuara pada diri nya. Oleh karena atas kekuasaan nya Jokowi paksa KPK tidak usut Laporan Ubeidillah Badrun. Meski laporan nya sejak Januari 2022. Ubeidillah telah di periksa dua kali.
Bahkan terakhir. Tokoh Reformasi, Prof Amien Rais, Mantan Menko Rizal Ramli, dan sejumlah tokoh nasional: mantan Dan Jen Marinir, Letjen Soeharto, Mantan Dan Jen Kopassus, Mayjen Soenarko, Rektor, Mahasiswa dan Para Aktifis datangi KPK, termasuk penulis datangi KPK. Desak agar kasus Anak2 Presiden di usut. Tapi sampai saat ini KPK tidak bergeming.
Kejaksaan Agung juga telah menahan, mengadili Mentri Infokom Jhonny G Plate, karena Nasdem besutan Surya Paloh deklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres. Sekjen Nasdem itu pun akhir nya di adili. Setelah di tahan oleh Kejagung.
Airlanggar Hartanto, Ketua Partai Golkar dan Menko Perekonomian juga di panggil dan diperiksa Kejagung. Karena Airlangga pernah bertemu dengan Anies dan sejumlah elit Golkar hadir saat acara Nasdem di mana Anies sampaikan pidato politik di dalam nya.
Belakang Mentri Nasdem lain nya. Mentri Pertanian Syarul Yasin Limpo mau di usut karena di duga terlibat kasus-kasus di Kementrian Pertanian.
Setelah Airlangga di panggil dan di periksa Kejagung. Golkar terlihat ciut. Dan tidak berani berani bermanuver soal pilpres. Dan Golkar terlihat harus tunduk pada kepentingan politik Istana. Golkar harus tunduk pada Istana. Jika ingin selamat dan tidak di ganggu.
Terbaru. Setelah Nasdem mau pasangkan Anies Baswedan dengan Muhaimin. KPK terlihat bereaksi. KPK mau usut Kasus2 Muhaimin saat jadi Mentri Kemenakertrans?
Jadi terlihat jelas dan terang benderang. Kejaksaan Agung dan KPK memang benar telah di jadikan alat politik oleh Istana.
Istana menyandera sejumlah Ketum Partai dan Mentri – Mentri di Kabinet nya. Jika saja mbalelo dari kepentingan politik Istana. Semua di bawah Kendali Presiden Joko Widodo. Nampak kata Cawe-cawe yang pernah di lontar kan Jokowi beberapa saat lalu. Memang benar di jalankan secara murni dan konsekuen.
Presiden menyandera Kejaksaan Agung dan KPK untuk tundak pada kepentingan politik dan keinginan nya. Kejaksaan Agung dan KPK tidak lagi menjadi lembaga negara. Tetapi, telah menjadi alat kepentingan politik dan demi kekuasaan Istana: Jokowi.
Ada solusi. Jika insitusi hukum seperti Kejagung telah di jadikan alat politik oleh kekuasaan. Maka , Jawaban nya adalah: lembaga Politik semacam DPR dapat menjadi alat untuk hadapi kekuataan politik Istana.
Para Ketua Umum Partai, Megawati – PDIP; Airlangga-Golkar, Surya Paloh-Nasdem, Muhaimin – PKB. Dapat menginisiasi Hak Interpelasi di DPR untuk panggil Presiden atas penggunaan Kejagung dan KPK sebagai tunggangan dan alat politik kekuasaan nya.
Dan dengan itu Jokowi dapat di makzulkan. Karena telah terbukti – nyata. Dua insitusi hukum itu telah di sandera dan di jadikan alat untuk kepentingan politik nya.
Para pimpinan Parpol itu mestinya cerdas gunakan hak-hak politik nya untuk hadapi kekuataan Istana yang telah memanfaatkan kekuasaan nya untuk berpolitik. Para pemimpin Parpol harus cerdas dalam berpolitik.
Merdeka! Mojokerto: 02 September 2023.
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
(*Bam/Red)