Parah! Agus Raharjdo Ngaku Diminta Jokowi Hentikan Kasus Korupsi e-KTP?

0
13
Agus Raharjdo, mantan Ketua KPK periode 2015-2019/Foto : Ist.

HUKUM | POLITIK

“Ketika masa revisi, lembaga antirasuah diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang. Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme SP3,”

Jakarta | Lapan6Online : Intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk hentikan kasus korupsi di KPK diungkap oleh Agus Rahardjo. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 ini mengaku pernah dipanggil Presiden Joko Widodo.

Agus Rahardjo mengaku diminta Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).

Pada saat itu Setnov menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Ia diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.

Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas.

“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” ujar Agus pada saat diwawancarai Rosi di Kompas TV, pada Kamis (30/11/2023).

“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” ujar Agus.

Ketika itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, pada saat itu dia dipanggil seorang diri.

Agus juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.

Ketika memasuki ruang pertemuan, Jokowi tampak marah. Ia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi. Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta Agus menghentikan kasus korupsi yang menjerat Setnov disetop KPK.

“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” ungkap Agus.

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” imbuh Agus.

Namun, Agus Rahardjo langsung menolak perintah Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi yang menjerat Setnov. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya.

Sementara, saat itu dalam aturan hukum di KPK tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.

Merespons itu, Jokowi kemudian bertanya kepada Pratikno mengenai apa itu Sprindik.

“Sprindik itu apa to?” ucap Agus menirukan Jokowi.

Pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa karena Agus menolak perintah sang presiden. Kata Agus, beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi.

Ketika masa revisi, lembaga antirasuah diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang.
Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme SP3.

Agus pun merenungkan dan menduga revisi UU KPK tidak terlepas karena keinginan penguasa mengendalikan lembaga tersebut.

“Itu salah satu yang setelah kejadian revisi UU KPK kemudian menjadi perenungan saya, oh ternyata (penguasa) pengin KPK itu bisa diperintah-perintah,” jelas Agus. Adapun e KTP merupakan salah satu megaproyek yang dikorupsi rama-ramai. Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara rugi Rp 2,3 triliun. (*bbs)