HUKUM | POLITIK
“Kalau perkara yang menyangkut korupsi itu ya tentu tidak etis juga sebagai lembaga penegak pemberantasan korupsi membela tersangka korupsi. Jadi, waktu itu disimpulkan seperti itu,”
Jakarta | Lapan6Online : Proses persidangan Praperadilan yang diajukan Firli Bahuri, Ketua KPK (yang diberhentikan sementara dari jabatannya) sedang bergulir di PN Jaksel. Duplik yang diajukan oleh Termohon tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum sebagaimana yang termaktub dalam Replik yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan.
Bahwa pada persidangan Praperadilan dengan Nomor Perkara 129/PID. PRA/2023/PN.JKT.SEL, yang dilaksanakan di PN Jakarta Selatan, Rabu, tanggal 13 Nopember 2023, dengan agenda kesempatan bagi Termohon untuk mengajukan Duplik dalam rangka membantah Replik yang telah diajukan oleh Pemohon pada persidangan kemarin.
Berdasarkan keseluruhan isi dari Duplik yang diajukan dan dibacakan oleh Termohon, tidak memuat hal yang baru, cenderung sebagai pengulangan dan mengulangi materi Jawaban Termohon yang telah diajukan di sidang sebelumnya.
Selain hanya bersifat pengulangan, Duplik yang diajukan oleh Termohon tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum sebagai-mana yang termaktub dalam Replik yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan.
Bahkan, ada terdapat beberapa kesalahan dan ketidak-konsistenan yang ditunjukkan oleh pihak Termohon sebagaimana termaktub dalam Dupliknya, diantaranya :
Dalam Duplik Termohon terungkap ada beberapa kekeliruan dan tidak mematahkan Replik Pemohon karena Duplik tidak sesuai dengan Hukum Acara Pidana antara lain :
1) Pertama Termohon tidak mengakui telah menerbitkan SPDP sebanyak 2 kali, padahal fakta hukum yang terjadi, dalam perkara a quo, Termohon telah menerbitkan 2 kali SPDP, yaitu:
a. SPDP Nomor: B/15765/X/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus, tanggal 09 Oktober 2023;
b. SPDP Nomor: B/19207/XI/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus, tanggal 23 November 2023;
Pengingkaran yang dilakukan oleh pihak Termohon, terhadap SPDP yang kedua, sebagaimana yang termaktub dalam Duplik Termohon, menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa Termohon harus mengingkari adanya SPDP yang kedua, sekaligus menunjukkan ketidak-konsistenan Termohon dalam menangani perkara a quo, karena satu sisi tidak mengakui keberadaan SPDP ke-2 tertanggal 23 Nopember 2023. Sementara di sisi lain, SPDP ke-2 tersebut ternyata dijadikan salah satu bukti oleh Termohon.
2) Kedua, terkait mengenai alat bukti Saksi, Termohon telah mengakui bahwa tidak ada satupun dari ke 91 saksi yang melihat saksi dan mengalami sendiri terkait tuduhan pemerasan. Namun, mereka mengaitkan keberadaan ke-91 Saksi ini dengan Putusan MK Nomor 65/2010, tertanggal 08 Agustus 2010, yang mana dalam pertimbangan hukumnya menyatakan Saksi telah mengalami perluasan, sehingga Saksi tidak selalu mendengar sendiri, atau ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Ini adalah pemahaman yang keliru terhadap “Perluasan Pengertian Saksi”. Memang benar putusan MK telah memperluas pengertian Saksi, tapi tidak lantas terhadap Penyidikan suatu perkara dilakukan dengan memeriksa seluruh saksi-saksi yang tidak mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri, karena apabila hal tersebut yang dilakukan, maka akan sangat diragukan efektifitas dalam proses penyidikan tersebut, tidak perlu sampai memeriksa puluhan bahkan ratusan Saksi yang tidak memiliki kualitas sebagai Saksi. Karena, meskipun telah mendapat perluasan makna, sejatinya dalam suatu proses penyidikan, sangat dibutuhkan saksi yang melihat langsung atau melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri terhadap suatu peristiwa Pidana.
3) Ketiga, terkait dengan satu saksi bukan saksi ( unus testis nullus testis), dalam Duplik tidak menjelaskan secara detail, Kesaksian dari Saksi Irwan Anwar, berkesesuaian dengan Saksi siapa,.?! Dengan tidak dijelaskan berkesesuaian dengan saksi siapa maka semakin menegaskan keterangan yang diberikan oleh Saksi Irwan Anwar, merupakan keterangan yang berdiri sendiri tanpa didukung keterangan saksi-saksi lainnya. Dengan demikian dalam perkara A quo tidak adanya saksi sebagaimana yang diatur KUHAP, maka penyidikan tidak sah dan Penetapan tersangka juga menjadi tidak sah, oleh karenanya Praperadilan yang diajukan Pemohon sangat layak untuk dikabulkan oleh hakim.
Hadirkan Yusril sebagai Ahli
Sementara itu, dalam siding praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Komisioner nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menghadirkan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra sebagai ahli dalam sidang Praperadilan di PN Jaksel Kamis (14/12/2023).
Yusril memberikan keterangan sebagai ahli melalui sarana virtual.
Selain Yusril, Firli Bahuri juga menghadirkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebagai saksi meringankan. Dalam persidangan tersebut, Alex sempat ditanyakan Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) perihal bantuan hukum KPK kepada Firli.
“Sudah kami sampaikan kemarin bahwa KPK tidak memberikan bantuan hokum, tetapi kami akan memfasilitasi kalau terkait dengan permintaan dokumen-dokumen,” jawab Alex.
Seperti diketahui, Pimpinan KPK berlatar belakang hakim tindak pidana korupsi (tipikor) ini menilai tidak etis kalau KPK membela tersangka kasus dugaan korupsi.
“Kalau perkara yang menyangkut korupsi itu ya tentu tidak etis juga sebagai lembaga penegak pemberantasan korupsi membela tersangka korupsi. Jadi, waktu itu disimpulkan seperti itu,” ucap Alex.
“Kami tidak memberikan bantuan hukum tetapi kami akan membantu dari sisi yang lain menyangkut penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk kepentingan beliau [Firli Bahuri],” imbuhnya seperti dilansir dari CNN.
Firli diumumkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi termasuk pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh Polda Metro Jaya pada Rabu (22/11/2023) tengah malam.
Seperti diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara pada Rabu (22/11/2023) malam. Peningkatan status tersangka tentunya setelah alat bukti mencukupi.
Atas penetapan tersangka tersebut tentu, tentu membuat Firli Bahuri terkesiap dan tidak terima lalu mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Jumat (24/11/2023). Ia menggugat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto.
Dalam sidang, Tim Bidkum PMJ membeberkan penerimaan uang miliaran rupiah oleh Firli terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) RI tahun 2020-2023. Sementara Firli melalui pengacaranya Ian Iskandar menuding kasus yang berjalan di Polda Metro Jaya tidak murni sebagai penegakan hukum. Firli menilai ada kepentingan Karyoto terkait kasus yang membuat dirinya menjadi tersangka. (*Cnn/Gjl/Kop/MasTe/Lpn6)