OPINI | POLITIK
“Justru pada akhir tahun ini ada peningkatan kasus COVID-19, ada 318 kasus baru dan satu kematian. Jadi, pemberlakuan kebijakan ini (vaksin COVID berbayar) dirasa kurang tepat waktunya,”
Oleh : Sutiani, A. Md
“Jalan-jalan ke Gresik
Jangan lupa berlayar
Bahan pangan serba naik
Eh, malah vaksin covid 19 berbayar”
WAKIL Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyatakan kebijakan vaksin COVID-19 berbayar yang rencananya mulai 1 Januari 2024 belum tepat untuk diberlakukan.
“Justru pada akhir tahun ini ada peningkatan kasus COVID-19, ada 318 kasus baru dan satu kematian. Jadi, pemberlakuan kebijakan ini (vaksin COVID berbayar) dirasa kurang tepat waktunya,” kata Kurniasih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, meski diatur batas terakhir vaksin COVID gratis hingga 31 Desember 2023, namun pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan itu. Setidaknya kebijakan menerapkan vaksin berbayar untuk COVID bisa ditunda hingga waktu yang pas. (antaranews.com, 31/12/2023)
Seiring dengan berjalannya waktu, lagi-lagi problematika di negeri ini tidak kunjung usai, karena isu vaksin Covid 19 yang kini berbayar kedudukan Penguasa dengan rakyat hanyalah sebuah bisnis yang merugikan pihak masyarakat. Belum lagi PHK kian menjamur, bahan pangan naik serta beban hidup yang sulit malah dipikul vaksin covid 19 tidak gratis.
Maka, benarlah jika sistem kapitalisme hari ini yang sedang berlangsung, sangat gagal untuk menjamin kesehatan masyarakat. Terkhusus negara harusnya sangat bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Namun nyatanya kesehatan sekarang dijadikan ladang bisnis bagi para kapitalistik untuk mencari keuntungan.
Pada nyatanya kesehatan adalah hak dasar setiap orang yang dijamin oleh negara. Sesuai isi UUD 1945 Pasal 34 Ayat 3 bahwa disebutkan negara bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan dan juga mempunyai hak yang sama di dalam mendapatkan akses atau sumber daya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang aman bermutu dan terjangkau.
Dari sini dapat kita lihat, pada praktiknya tidak sesuai dengan yang tertulis tersebut. Penguasa kapitalisme abai atas tanggung jawabnya tersebut. Padahal Rasulullah Saw. telah mengabarkan pada kita bahwa:
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (h.r. Bukhari).
Maka, wajib hukumnya negara memberikan fasilitas, pelayanan, dan administrasi yang mudah kepada masyarakat sebab kesehatan adalah hak prioritas yang utama untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan mudah dan nyaman.
“Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu maka seolah olah dunia telah menjadi miliknya.” (h.r. Bukhari).
Dalam pemerintahan Islam, negara sangat bertanggung jawab atas kesehatan masyarakatnya. Negara sebagai pelayan umat termasuk menjamin kesehatan secara cuma-cuma yang tentunya berkualitas. Namun, itu sangat membutuhkan dana yang sangat besar, maka, biaya diambil dari harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara misalnya hutan, hasil tambang, minyak, gas, ghanimah, kharaj, jizyah, fa’i dan hasil dari sumber harta tersebut akan dikembalikan lagi kepada rakyat untuk memberikan jaminan hidup yang sejahtera.
Jika kesehatan masyarakat terjamin, secara otomatis rakyat hidup sejahtera tanpa ada beban sedikit pun. Maka, semua kesejahteraan ini akan ada jika kepemimpinan Islam bisa terwujud kembali dengan menjalankan aturan syariat Allah secara kafah (menyeluruh) dalam kehidupan bernegara. Wallahualam bissawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah