OPINI | POLITIK
“Rizal Ramli benar ketika menyatakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan segelintir orang — termasuk Gibran dan Kaesang yang mempunyai saham besar di perusahaan milik oligarki,”
Oleh : Syaefudin Simon
ORANG seperti Rizal Ramli, kata orang Jawa seperti kitiran. Ia tak pernah berhenti bergerak. Pikiran dan energinya tak pernah berhenti memikirkan nasib bangsa dan negaranya. Dalam kondisi sakit pun, ia akan hadir untuk menggerakkan orang lain agar berani bersuara, berani menyatakan yang hak adalah hak. Yang batil adalah batil.
Rizal adalah penerus Hatta. Penerus Agus Salim. Penerus Buya Hamka dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Rizal telah mengamalkan prinsip Semesta: Ungkapkan kebatilan sepahit apa pun. Seriskan apa pun.
Rizal — seperti makna dari namanya — adalah lelanang jagad. Ia terus bergerak, menggebrak, dan membela rakyat dan kaum tertindas. Mengeptret rejim yang rakus kuasa dan pembual kata.
Pikiran dan kritik Rizal kepada oligarki, otoritarianisme, nepotisme, dan neokapitalisme menunjam jauh di kedalaman bumi dan terbang di atas langit. Rizal mendapat julukan Rajawali Ngepret — mencengkeram mangsanya dari dalam laut dan menerbangkannya ke angkasa. Lalu mengepretnya sehingga tidak berdaya.
Itulah Rizal Ramli. Ia tidak takut kepada siapa pun. Masuk penjara pun ia lakoni demi membela kebenaran dan kewarasan. Ia mengkritik hampir setiap hal yang dilakukan rejim penguasa yang dirasa merusak negara dan menyengsarakan rakyat.
Kritiknya terhadap hilirisasi yang jadi icon keberhasilan Jokowi membuat publik terkejut. Bagi Rizal Ramli hilirisasi tak lebih dari membesarkan oligarki dan menjual negara ke Cina.
Nyinyir? Tidak. Terbukti, wilayah-wilayah tambang nikel di Morowali dan Maluku Utara tercatat sebagai daerah termiskin di Indonesia. Kerusakan lingkungan di Sulut dan Malut, sungguh tak terperikan. Hutan hancur. Laut tercemar. Rakyat miskin. Dan sulit tidur.
Rizal Ramli benar ketika menyatakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan segelintir orang — termasuk Gibran dan Kaesang yang mempunyai saham besar di perusahaan milik oligarki. Dan hampir semuanya, hilirisasi itu — pinjam istilah Faisal Basri — milik Cina.
Rizal tentu saja tidak anti hilirisasi saklek. Yang ia kepret adalah hilirisasi yang menggadaikan negara dan mementingkan sekelompok oligarki. Rakyat hanya mendapat sepahnya yang beracun dari hilirisasi ala Jokowi.
Apa yang dikatakan Rizal memang menyengat. Sebagai ekonom level dunia yang menjadi pembicara publik nasional dan internasional, Rizal doktor ekonomi dari Boston University AS, mampu metani — mencari dan membunuh kutu busuk di antara lapisan-lapisan jerami tebal yang dipelihara rejim.
Saya pernah mendapat kuliah Ekonomi dan Lingkungan di Chiangmei, Thailand, dari Dr. Rizal Ramli, saat menjadi peserta Leadership for Enviromental and Development tahun 1995, dan saya mengagumi pikiran-pikirannya. Bagi Rizal developmentalism yang disetir IMF, World Bank, dan Washington sama bahayanya dengan oligarki yang menghancurkan bangsa dan negara.
Soeharto yang pernah dicakar Rizal — pinjam Eep Saifulloh Fatah — butuh 32 tahun untuk mengambrukkan Indonesia. Rejim Jokowi hanya butuh 9 tahun untuk menghancurkan Nusantara, dengan menumpuk utang yang luar biasa dan membunuh hukum dan demokrasi.
Dari tahun ke tahun, rakyat Indonesia menjerit karena harga kebutuhan pokok yang terus melejit. Senayan dan Istana berfoya-foya menghamburkan uang rakyat. KPK dikebiri, Mahkamah Konstitusi dihabisi, dan seluruh infrastruktur negara dipakai rejim Jokowi untuk membangun dinasti.
Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam. Dan seharusnya kitalah yang berdaulat untuk mengelola sumber daya alam milik kita. Bukan World Bank dan bukan kreditor-kreditor Cina yang mengendalikannya. Juga bukan oligark yang dipelihara rejim penguasa. Dan bukan pula konglomerat yang menghisap darah rakyat yang memporak-porandakan negara.
Menyedihkan nasib bangsaku di tangan rejim tidak tahu malu. Yang mengacak-acak sistem pemilu.
Di tengah suasana kacau itulah, Sang Rajawali pergi untuk selamanya. Ia terbang ke alam keabadian di saat rakyat Indonesia sangat membutuhkan cakarnya untuk membunuh oligark, despot, dan penguasa serakah yang sedang menghancurkan negara dan bangsa.
Kepergianmu, Sang Rajawali, memberikan legasi dan energi untuk menumbangkan angkara murka di negeri ini. Selamat Jalan Sang Guru, Rajawali Rizal Ramli. Semoga Tuhan Yang Maha Adil menempatkanmu di surga abadi. (*)
*Penulis Kolumnis/wartawan PPWI