OPINI | POLITIK
“Sistem sekuler yang diterapkan saat ini memisahkan agama dari aturan kehidupan. Sistem ini membentuk pemahaman minim agama. Sistem ini menghasilkan individu yang minim akhlak,”
Oleh : Nidya Lassari Nusantara
FENOMENA sadisme terhadap orang tua kerap terjadi. “Seorang anak tega menelantarkan ibunya di pinggir jalan di Kota Medan. Perempuan bernama Supiah tersebut berasal dari Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). Hal itu diketahui dari unggahan Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman di Instagramnya. (detikSumut, 26/6/2023).
“Anak di Situbondo Noviandari Safira (26) menggugat ayah kandungnya sendiri, Bambang Purwadi (53) terkait warisan”. (Detikjatim.com/3 feb 2023)
Diduga karena masalah bisnis keluarga, seorang pria berinisial RA (23) tega membunuh ibunya, SW (43), dan berduel dengan ayahnya, BA (49), hingga terluka parah. Tragedi berdarah tersebut terjadi di kediaman mereka di Jalan Takong, Tapos, Depok, Kamis (Jakartakompas.com, 10/8/2023).
Anak menelantarkan orang tua, anak menggugat orang tua sampai anak membunuh orang tua menjadi kisah nyata yang kelam bagi orang tua di saat ini. Alih-alih nendapatkan balasan kasih sayang di masa tua yang ada justru air susu di balas air tuba.
Fakta diatas hanya segelintir kondisi keluarga saat ini. Masih banyak kisah serupa yang menimpa para orang tua saat ini.
Sistem sekuler yang diterapkan saat ini memisahkan agama dari aturan kehidupan. Sistem ini membentuk pemahaman minim agama. Sistem ini menghasilkan individu yang minim akhlak. Banyak anak yang tidak mengerti bagaimana hak dan kewajiban dalam keluarga termasuk kepada orangtua.
Tolak ukur perbuatan sistem sekuler adalah manfaat. Maka tidak mengherankan jika orang tua tidak memiliki manfaat secara materi, dianggap menjadi beban dan penghalang kebahagiaan, maka sang anak tidak segan-segan menyakiti hati orang tua bahkan memusnahkannya dari kehidupan.
Negara yang seharusnya berperan penting membentuk hubungan harmonis antara keluarga justru menjadi pemicunya. Bagaimma tidak? Negara yang seharusnya memiliki sistem pendidikan yang dari pendidikan ini lahir generasi beradab dan berilmu. Justru memilih sistem pendidikan sekulerisme.
Sistem pendidikan seperti ini mengedukasi dengan nilai-nilai peradaban barat. Waktu anak habis untuk belajar di sekolah tapi minim pelajaran ilmu agama.
Belum lagi pengaruh tekhnologi yang mengatur kebiasaan manusia pada masanya. Seperti saat ini yang terjadi, mayoritas anak lebih nyaman berlama-lama dengan handphone daripada dengan orangtuanya. Entah ini bersosial media, game atau sejenisnya. Komunikasi eye to eye jarang terjadi. Ditambah lagi kesempitan ekonomi juga menjadi penyebabnya.
Banyak perempuan termasuk kaum ibu yang harus ikut serta mencari nafkah di luar rumah. Akibatnya peran ibu sebagai madrasah pertama anak hilang. Orang tua sibuk menghabiskan waktu di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari. Alhasil lahirlah anak yang berbakti dan menyejukkan jiwa bak barang langka.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan ideologi Islam. Islam menjadikan ketakwaan pribadi sebagai salah satu pilarnya. Tolak ukur perbuatannya adalah halal dan haram. Tujuan hidupnya adalah untuk meraih ridho Allah SWT. Maka cara berfikir yang akan membentuk tingkah laku pribadi islam adalah sesuai al qur’an dan as sunnah.
Maka apa yang diperintahkan dan dilarang Allah sebagai sang pencipta menjadi hak mutlak untuk mengatur yang diciptakannya. Layaknya bergantinya siang dan malam, begitu pula manusia.
Berbakti kepada orang tua wajib hukumnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
‘Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.’ (TQS Al Isra’ ayat 23).
Pilar kedua yang juga penting adalah masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran dan aturan yang sama. Apa yang dilakukan Rasulullah kepada sesama anak kaum muslimin patut menjadi suri tauladan. Ketika Rasulullah melihat anak-anak makan tidak tertib.
Umar bin Abi Salamah ra. menceritakan, aku dahulu sewaktu kecil di bawah bimbingan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, sewaktu aku makan tanganku bergerak ke seluruh sisi dari piring besar yang kami gunakan, lalu rasulullah saw. bersabda: “Wahai anak kecil, ucapkanlah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat darimu.” Umar bin Abi Salamah ra. berkata sejak saat itu begitulah tata cara aku makan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh contoh yang seharusnya ditiru semua orang, mencintai setiap anak seperti mencintai anak sendiri.
Pilar ketiga yang sangat penting adalah peran negara. Negara dengan aturan sesuai syariah memliki sistem pendidikan yang berlandaskan pada aqidah Islam. Menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah dan menjadikan ridho Allah sebagai tujuan dilakukannya suatu perbuatan, sehingga akan terbentuk kepribadian Islam pada diri anak anak.
Beradab dan berilmu.
Negara menciptakan ekonomi yang kondusif yang menjamin semua kebutuhan masyarakat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Islam akan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memberikan lapangan pekerjaan yang layak kepada kepala keluarga (laki-laki), sehingga para ibu fokus menjadi madrasah pertama untuk anak-anak menjadi anak penyejuk jiwa.
Negara menciptakan ekonomi yang kondusif yang menjamin semua kebutuhan masyarakat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Islam akan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memberikan lapangan pekerjaan yang layak kepada kepala keluarga (laki-laki), sehingga para ibu fokus menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya.
Negara yang menerapkan syariah tidak hanya membentuk ketakwaan pada diri anak-anak dan masyarakat namun juga pada pemimpinnya.
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam (Khalifah) itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim}. Wallahualam. (*)