OPINI | POLITIK
“Wujud ketundukan itu umumnya berbentuk penyerahaan wanita kesayangan raja yang kalah plus setoran upeti secara regular kepada raja pemenang,”
Oleh : Wilson Lalengke
KONON katanya, di jaman dahulu kala, salah satu cara penaklukan seorang raja terhadap wilayah kerajaan lainnya adalah melalui adu kekuatan fisik dan non fisik.
Pada pertandingan adu kekuatan fisik, biasanya para jawara dari masing-masing kerajaan akan bertarung. Adu fisik sering disertai dengan kekuatan non fisik alias kekuatan magis masing-masing petarung.
Bagi team jawara yang kalah, raja bersama wilayah kekuasaannya harus tunduk dan menjadi bagian wilayah kerajaan yang menang. Wujud ketundukan itu umumnya berbentuk penyerahaan wanita kesayangan raja yang kalah plus setoran upeti secara regular kepada raja pemenang.
Konon katanya (lagi), di zaman kerajaan-kerajaan di nusantara dahulu, ada seorang raja dari Jawa yang ingin menguasai wilayah di Sumatera Tengah bagian barat.
Raja Jawa mengirim utusan untuk menemui penguasa di wilayah yang kini dikenal sebagai Sumatera Barat, dengan satu pesan agar mereka tunduk dan menyerahkan wilayahnya kepada Raja Jawa. Jika tidak, maka Raja Jawa akan menyerbu dan menguasai melalui jalan kekerasan.
Penguasa di Sumatera Tengah saat itu tidak ingin menyerah dan tunduk begitu saja. Sang Datuk, sapaan bagi pimpinan wilayah setempat, menawarkan cara yang lebih ‘beradab’ untuk menentukan pemenang dan berhak menguasai wilayah yang ingin dicaplok Raja Jawa ini. Dalam pandangan Datuk, adu hewan semacam adu banteng atau adu kerbau menjadi pilihan terbaik dalam penentuan kemenangan tersebut.
Tawaran adu kerbau ternyata menarik minat Raja Jawa untuk digunakan dalam proses menguasai wilayah yang diinginkannya itu. Sang raja memerintahkan pengawalnya untuk mencari kerbau jantan terbesar, tergagah, dan terkuat yang ada di wilayah kekuasaanya. Kerbau idaman pun ditemukan dan disiapkan.
Sebelum waktu pertandingan tiba beberapa minggu ke depan, sang kerbau dirawat dan diurus secara spesial. Dia diberi makan yang banyak dan bergizi. Seluruh bagian tubuhnya dipijat dan diurut agar otot-ototnya semakin kokoh.
Tanduknya yang mengkilat melengkung runcing diasah agar lebih tajam dan semakin runcing menakutkan. Untuk menambah gairah bertanding, sang kerbau juga diberi ramuan khusus. Matanya memerah. Seringainya menyeramkan. Naluri menyerangnya meningkat tajam. Jangankan orang, semut pun tidak berani mendekat.
Sementara itu, Datuk di Sumatera Barat, meminta dicarikan anak kerbau yang baru lahir dan sedang semangat-semangatnya menyusu pada induknya. Tiga hari sebelum jadwal pertandingan, anak kerbau ini dikurung di tempat khusus. Selama proses ‘pingitan’ itu, si anak kerbau dibiarkan lapar, tidak disusui induknya sama sekali. Dia hanya diberi minum air putih agar tidak mati.
Tibalah hari yang menentukan. Pertandingan adu kerbau terdasyat di jagat Sumatera Tengah bagian barat digelar. Menurut legenda yang berkembang, tempat pertandingan adu kerbau dilaksanakan di sebuah lembah di kaki Gunung Tandikat, masuk wilayah Kabupaten Agam.
Warga dari berbagai tempat berbondong-bondong ke lokasi pertandingan. Mereka sangat antusias untuk menyaksikan event adu kerbau yang hadianya adalah penguasaan wilayah mereka. Sebagian besar warga tidak tahu bahwa kerbau yang disiapkan Sang Datuk adalah anak kerbau yang sedang kelaparan.
Sejurus kemudian, kerbau Raja Jawa sudah berada di tengah lapangan. Hewan yang sudah tidak tahan untuk bertarung itu sejenak berpaling ke kiri dan ke kanan. Di jenak berikutnya dia berbalik ke belakang sambil mendengus dan menyeringai kencang. Dia mencari kerbau yang akan menjadi lawan tandingnya di siang yang cukup panas saat itu. Lama menunggu, tidak ada tanda-tanda kehadiran kerbau lain di lapangan. Sementara penonton makin membludak dan tidak sabar ingin melihat pertandingan seru antara kerbau Jawa dan kerbau Sumatera.
Tidak betah berlama-lama ingin memenangkan pertandingan, Raja Jawa akhirnya berseru kepada Datuk yang ingin ditaklukkannya. Dia meminta agar kerbau Sang Datuk segera keluar dan dilepaskan ke lapangan. Jika tidak, Datuk dan masyarakatnya harus segera menyerah kalah dan menyatakan tunduk kepada daulat Raja Jawa.
Semenit kemudian, Datuk melepaskan kerbau kecil yang sedang kelaparan ke tengah lapangan. Serupa dengan Raja Jawa dan seluruh pengawal dan pengiringnya, si kerbau Jawa juga terlihat bengong dan heran tertegun melihat anak kerbau kecil berlari menghampirinya.
Sebagai kerbau dewasa, sang kerbau Jawa tidak menghiraukan kerbau kecil yang datang. Dalam rasa iba, dia berpikir mungkin kerbau besar yang disiapkan menjadi lawan tandingnya akan menyusul. Yang akan datang berikutnya itulah yang akan dihadang dan diserang dengan tanduknya yang runcing mengkilat ini.
Anak kerbau mungil yang hanya tahu dirinya sangat lapar langsung menyerbu ke bagian belakang perut bawah si kerbau Jawa. Rupanya dia mengira ada susu induknya di sana. Dengan penuh semangat si anak kerbau ini terus menjilati bagian tengah kedua pangkal paha kerbau Jawa. Dia terus dan terus tiada henti mencari puting susu untuk memenuhi rasa hausnya yang luar biasa.
Aksi mencari puting susu si anak kerbau mungil nan lapar itu rupanya membuat kerbau Jawa yang besar berotot ini gelisah kegelian. Karena terus didesak-desak di bagian pangkal pahanya, rasa geli makin menjadi yang membuatnya tidak tahan lagi. Kerbau Jawa akhirnya menghindar. Tapi si anak kerbau tidak putus asa. Dia terus mengejar pangkal paha kerbau Jawa.
Melihat hal itu, si kerbau Jawa mulai berlari kecil, diikuti oleh anak kerbau yang mengejarnya. Lari kerbau Jawa makin lama makin kencang, si anak kerbau juga tidak mau kalah. Rasa haus menuntutnya untuk menemukan susu di bagian pangkal paha ‘kerbau induk’ yang ada di depan matanya.
Pemandangan kerbau Raja Jawa yang berlari dikejar kerbau Datuk Sumatera Barat itu membuat penonton bersorak-sorai kesenangan. Banyak penonton yang mengabadikan adegan lari kejar-kejaran itu dengan ‘android’ di tangan mereka (versi jaman now). Mereka berteriak histeris kegirangan melihat kemenangan kerbau kecil yang membuat kerbau Jawa tidak berdaya. “Kita menang! Kita menang! Kita menaaaannnggg..!!!”
Peristiwa itulah yang akhirnya memunculkan sebuah kerajaan bernama Minangkabau. Salah satu versi cerita lahirnya kata Minangkabau mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari dua kata: menang kerbau. Kerbau kecil Sumatera memenangkan pertandingan adu kerbau melawan kerbau Jawa.
Kekinian. Di negeri ini. Strategi (politik) menang kerbau sedang dipertontonkan di arena Pilpres 2024. Para tokoh-tokoh hebat sedang diperhadapkan dengan si bocil yang belum seumur jagung dilahirkan Mahkamah Konstitusi. Adakah bocah Solo, yang masih haus ilmu pengetahuan dan pengalaman itu, mampu berjaya dan keluar sebagai pemenang? Wahalu’alam. Tapi yang pasti, ternyata Raja Jawa belajar banyak dari pengalaman menghadapi Datuk Minangkabau di zaman bahola. (*)
*Penulis adalah Sumando Urang Agam