OPINI | POLITIK
“Indonesia terjebak dalam tumpukan utang dan defisit anggaran. Pada sisi lain kekayaan alam dikuasai asing,”
Oleh : Siti Jubaidah
BANYAK indikator yang bisa dijadikan penilaian tentang kondisi suatu negara, apakah dalam sehat ataukah sakit. Salah satu indikator yang banyak digunakan adalah kondisi ekonomi negara tersebut.
Mencermati Indonesia saat ini, jika menggunakan indikator ekonomi, kondisinya sedang sakit parah bahkan kritis. Pertama : Anggaran negara yang terus mengalami defisit.
Defisit tersebut lebih rendah dari target pada APBN 2023 sebesar 2,84 persen PDB atau pada perpres 2023 sebesar 2,27 persen terhadap PDB.
Kedua: menurut Bank Indonesia posisi utang Indonesia pada tahun 2017 sudah mencapai RP 4.365 triliun. Sedangkan diakhir tahun 2024 utang Indonesia mencapai Rp8000 triliun. (Detikfinance.com/20/01/24). Utang bukan semakin berkurang, tapi semakin bertambah.
Ketiga: terjadi penurunan daya beli masyarakat yang terus memburuk. Pemerintah selalu saja membantah adanya penurunan daya beli yang terjadi saat ini. Padahal fakta di depan mata. ketika penulis berbelanja bersama ibu ibu yang lain, terdengar suara seorang ibu yang membeli beras hanya setengah kilo.
Padahal anaknya banyak. Terlihat lagi ibu yang di sebelah terduduk. Katanya dia bingung uang segini gimana baginya semua mahal. “Beras aja sudah 15 ribu perkilo. Belum lagi yang lainya”, ucap Ibu yang sedang belanja.
Itu sebagai akibat adanya peningkatan pengeluaran masyarakat yang tidak disertai peningkatan pendapatan. Kenaikan tarif dasar listrik(TDL), kenaikan berbagai jenis pajak dan kenaikan harga sembako menyebabkan peningkatan pengeluaran masyarakat tersebut.
Ketiga hal diatas membuktikan bahwa perekonomian Indonesia saat ini memang sedang berada pada posisi sangat kritis bahkan lebih tepatnya darurat ekonomi.
Ironisnya, Indonesia terjebak dalam tumpukan utang dan defisit anggaran. Pada sisi lain kekayaan alam dikuasai asing. Akhirnya melahirkan problem ekonomi lainya. Harga kebutuhan bahan pokok terus meroket, biaya pendidikan dan kesehatan semakin tak terjangkau.
Problem ini diakibatkan penerapan ekonomi kapitalisme di negeri ini. Prinsip dasar sistem ekonomi kapitalisme adalah bahwa apapun bisa dimiliki oleh individu ataw swasta/asing, sedangkan untuk urusan keuangan , negara menambah utang dan memungut pajak dari rakyat. Karena itulah terjadi penurunan daya beli yang akan bermuara pada kemiskinan dan pengangguran.
Karena itu seruan untuk kembali pada penerapan syariah Islam secara total mestinya dapat pula dibaca sebagai wujud kecintaan pada negeri ini. Hal itu bertujuan untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman idiologi kapitalisme yang terbukti membawa malapetaka dan kesengsaraan.
Ekonomi dalam Islam mampu menyejahterakan rakyatnya. Karena berdiri di atas satu konsep, yaitu menjalankan aktivitas ekonomi berdasarkan hukum syariah yang diterapkan oleh setiap individu dengan dorongan ketakwaan kepada Allah.
Islam menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer sekunder dan tersiernya.
Islam juga memberi fasilitas gratis dan yang terbaik untuk masyarakat seperti sekolah gratis dengan kurikulum pendidikan terbaik. Kesehatan gratis, lapangan pekerjaan disediakan oleh negara dan upah bagi pekerja disesuaikan dengan berat atau ringannya pekerjaan tersebut.
Harga jual dan harga beli juga akan sangat terjangkau karena, yang menetapkan harga barang bukan menteri perdagangan seperti sekarang, melainkan penjual itu sendiri yang menetapkan harga karena dialah yang lebih tau berapa modal dan berapa harga barang dijual agar mendapat untung. Tidak boleh curang dalam timbangan.
Seluruh kebutuhan akan dijamin oleh negara. Bukan hanya itu individu yang bekerja dengan pekerjaan yang halal, tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki. Baitul mal atau kas negara juga ada disediakan dari sumber syar’i, bukan dari pajak apalagi utang riba, untuk membiayai kepengurusan negara terhadap rakyatnya.
Hanya sistem ekonomi Islamlah yg mampu mensejahterakan masyarakat. Di dalamnya terdapat keberkahan dari langit dan bumi jika umat muslim beriman dan bertakwa. Wallahu a’lam bishawab. (*)
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga