OPINI
“Sistem kapitalis meniscayakan adanya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan Pembangunan, apalagi keuntungan sebagai sesuatu yang sangat dominan, maka itulah yang akan menjadi tujuan,”
Oleh : Fitriani, S.H.I
SAAT ini Deforestasi di Indonesia sangat massif dilakukan. Alih fungsi hutan terus terjadi Di Riau misalnya berdasarkan catatan akhir tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) region Sumatera menunjukkan Riau mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 hektare sepanjang 2023.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Boy Jerry Even Sembiring menyebut angka deforestasi itu lebih luas dari rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir. Dan 57 %daratan Riau sudah dikuasai oleh para investor yang berinvestasi. (cnnindonsia.com/12/01/2024).
Tidak hanya itu, akibat adanya deforestasi Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir. Hal ini tercatat dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI). (databoks.katadata.co.id/19/01/2024).
Maka berdasarkan fakta ini sungguh miris kondisi negeri ini. Banyak hutan sudah dialih fungsikan. Padahal dengan adanya alih fungsi lahan itu mengakibatkan bencana dan kesulitan hidup rakyat negeri ini. Adanya deforestasi menyebabkan banyak lahan hutan hilang dan beralih menjadi pemukiman ataupun lahan perkebunan.
Walhasil saat terjadi hujan misalnya banjir menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan kejadian serupa terus berulang. Inilah yang dihasilkan oleh Kapitalisme yang diterapkan dinegeri ini.
Sistem kapitalis meniscayakan adanya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan Pembangunan, apalagi keuntungan sebagai sesuatu yang sangat dominan, maka itulah yang akan menjadi tujuan. Adanya alih fungsi lahan dan semakin terdegradasinya luasan hutan ditambah adanya deforestasi menjadi faktor utama penyebab terjadinya berbagai bencana yang terjadi dinegeri ini. Terutama banjir.
Sistem kapitalisme yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, memberi ruang seluas-luasnya bagi penguasa dan para kapital untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Maka tak heran saat profit oriented yang menjadi tujuan utama dari pemangku kebijakan, muncullah banyak aturan yang memberikan kemudahan dalam pembangunan industri, tempat wisata dan bisnis menggiurkan lainnya. Akhirnya penebangan hutan secara massif terus dilakukan untuk memperoleh bahan baku pembangunan tanpa memperhatikan rusaknya lingkungan sekitar.
Belum lagi maraknya pembangunan tidak diiringi dengan efek kelanjutannya pada lingkungan sekitar, mengakibatkan hilangnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air. Akhirnya kemungkinan air terserap akan semakin kecil.
Apalagi sebagian besar tanah sudah berganti menjadi aspal atau beton. Inilah yang dihasilkan kapitalisme, Karena kapitalisme telah terbukti melahirkan banyak kebijakan yang hanya berpihak pada kepentingan penguasa dan para kapital.
Bahkan nilai-nilai kapitalisme telah nyata mengabaikan ekologi alam dan hajat hidup manusia.Tak heran jika kerusakan dan bencana terus terjadi. Maka sudah seharusnya pemerintah secepat mungkin untuk mengevaluasi setiap pembangunan yang dilakukan termasuk pembangunan pariwisata.
Berbeda dengan kapitalis, Islam menjamin pembangunan harus selalu menjaga keseimbangan lingkungan. Ekonomi Islam tidak tersentralisasi dan hanya berorientasi pada pertumbuhan, melainkan berorientasi pada distribusi.
Hal ini karena prinsip tata kota dalam Islam dikembangkan dengan memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap zalim baik terhadap sesama manusia, hewan dan tumbuhan.
Islam juga menetapkan tentang status kepemilikan harta di dunia, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, negara dan individu. Kepemilikan umum dan negara berupa sumber alam seperti ; tambang, mata air dan pengelolaan hutan tidak boleh dikuasai atau diserahkan pengelolaannya pada individu, baik lokal maupun asing atau di-privatisasi.
Negara tidak berhak mengubah kepemilikan umum (milik masyarakat) menjadi milik individu, apapun dalihnya termasuk membiarkan penebangan hutan secara liar apalagi sampai menggunduli hutan.
Dalam Islam, hutan adalah bagian dari milik umum, yang menjadi kewajiban bagi negara untuk mengelola agar terjaga kelestariannya dan tetap dapat membawa manfaat untuk umat. Islam memiliki berbagai aturan untuk menjaga kepemilikan umum termasuk hutan.
Penguasa dalam Islam mengelola hutan sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya, dan menyadari akan adanya pertanggungjawaban atas amanahnya ini. Negara tidak memiliki hak untuk menyerahkan pengelolaan hutan kepada pihak swasta dan asing sehingga hutan bisa dimanfaatkan sesuka hati oleh para investor tersebut. Justru negara punya kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan sehingga tidak mendatangkan bahaya bagi rakyatnya.
Berharap pada sistem Kapitalisme-sekuler untuk merealisasikan program-program maslahat bagi rakyat adalah harapan semu. Karena sudut pandang yang digunakannya bukanlah ri’ayah (mengurus) rakyat, tapi deal-deal politik dan kepentingan antara penguasa dan para capital ( pengusaha). Satu-satunya harapan adalah dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Karena dengan Syariah Kaffah deforestasi akan mendapatkan solusinya. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. (*)
*Penulis Adalah Staff Pengajar Ma`had Al-Izzah Deli Serdang