Launching Bar Fortuna, Thamrin Pasaribu, Dorong LPPM Jadi Organisasi Mandiri

0
92
LPPM saat menggelar Konferensi Pers. (Foto: Lapan6Online.com Dokumen)

Jakarta | Lapan6Online :Lembaga Pengaduan dan Pendampingan Masyarakat (LPPM) melaunching unit usaha Cafe, Bar dan Live Musik di kawasan Jl Raya Pintu 2 Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Acara peresmian Bar dan Live Music yang diberi nama “Fortuna” itu dilakukan secara sederhana pada Sabtu (3/2/2024) kemarin.

Banyak perubahan yang dilakukan LPPM sejak Lembaga paralegal ini dipegang oleh Thamrin Pasaribu, Ketua Umum LPPM baru yang menggantikan Muhammad Fauzi.

“Berdasarkan hasil rapat Dewan Pendiri, Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas telah memutuskan, menunjuk saya yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal menjadi Ketua Umum,” ujar Thamrin saat konferensi pers, launching Cafe, Bar & Live Musik Fortuna, Sabtu (3/2/2024).

Ia mengupas, jabatan Ketua Umum disahkan sejak bulan Februari 2023 lalu, artinya sudah setahun Ia menjabat.

“Sahnya itu di bulan Februari 2023. Artinya sudah hampir setahun perubahan anggaran dasar. Itu pun sudah kita notaris kan. Dan itu sudah sah secara hukum,” terangnya.

Menurut pria yang akrab disapa “Batosai” ini, LPPM bergerak dipelayanan pengaduan masyarakat mengadvokasi dan membantu penegak hukum dalam penanganan berbagai kasus hukum, salah satunya adalah kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

“Jadi, semua pengaduan masyarakat yang ada, masuknya ke divisi pengaduan. Apabila masyarakat ada yang coba mencari di internet misalnya, dalam waktu dekat ini akan tersedia website LPPM karena sedang dalam proses. Sosial media pun demikian. Untuk sementara bisa dilihat di internet dengan key (kata kunci) lembaga pengaduan dan pendampingan masyarakat, di situ ada kontak person. Ada juga email dan hotline. Sementara hanya sampai di situ,” terang Batosai.

Diketahui, Battousai atau Batosai merupakan julukan yang diberikan kepada orang-orang yang mampu menjalankan tugas sebagai pembunuh bayaran di zaman Bakumatsu atau Revolusi Meiji (akhir zaman Edo). Ia ahli pedang Samurai.

Istilah Battousai sendiri diambil dari kata battoujutsu yang secara harfiah berarti seni berpedang dengan tujuan membunuh dengan cepat. Ini merupakan karakter fiksi, namun karakter Batosai terinspirasi dari seorang samurai asli bernama Kawakami Gensai.

Bukan tanpa arti jika nama Ketum LPPM ini dijuluki Batosai. Sejak menjadi Sekjen LPPM, sepak terjang Thamrin Pasaribu terbilang teringginas dalam menangani perkara TPPO yang membelit Pekerja ata Buruh Migran Indonesia.

LPPM tercatat menangani lebih dari 29 kasus dugaan TPPO dan Pekerja Migran Ilegal yang membelit pekerja migran di sejumlah negara, terutama Arab Saudi dan berhasil memulangkan sejumlah PMI yang terjebak di Arab Saudi.

Salah satunya adalah Mira, yang kini menjadi pengurus LPPM merupakan salah satu PMI yang berhasil dipulangkan ke Indonesia. Ia bergabung dan aktif menjadi paralegal di bawah pembinaan langsung ‘Batosai’ atau Thamrin Pasaribu ini.

Selain Mira, LPPM juga melakukan pembinaan kepada Eks atau Mantan PMI yang disalurkan ke beberapa perusahaan yang membutuhkan tenaga ahli di bidang Asisten Rumah Tangga (ART), bidang Administrasi dan Manajemen, juga pekerjaan lainnya.

Namun begitu, Thamrin mengatakan, untuk memantapkan kepengurusan itu sebetulnya tidaklah semudah yang dipikirkan.

“Artinya, kita berdasarkan pengalaman yang lalu, kita tidak mau terburu-buru. Yang pasti pengurus-pengurus di LPPM ini harus siap tahu. Siap tahu dalam arti siap berkorban. Siap memikirkan kepentingan orang lain. Harus bisa juga memikirkan orang lain, Tim dan memikirkan diri sendiri,” ia menegaskan.

Jadi kata dia, bagaimana cara menangani kasus yang benar, persoalan yang diadukan ke LPPM dapat diselesaikan dan semuanya menjadi baik sehingga tidak menjadi beban bagi organisasinya.

Launching Unit Usaha Cafe, Bar dan Live Musik

Tak dipungkiri, menurut Thamrin dalam penanganan kasus yang diterima LPPM, hampir kebanyakan merupakan kasus ‘Pro bono’ (Pro bono adalah penanganan kasus atau pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum yang dilakukan secara sukarela dan tanpa bayaran).

Oleh karena itu, menurut Thamrin menjadi tantangan bagi aktivis paralegal di LPPM untuk dapat mengatasi operasional dalam penanganan kasus, terutama TPPO yang membutuhkan dana cukup besar, sementara mereka membutuhkan pemasukan tidak saja untuk organisasi namun juga untuk dapur rumah tangga masing-masing pengurus.

“Nanti kita menangani kasus orang lain sementara dapur di rumah kita kosong. Itulah yang perlu kita carikan solusinya,” tutur Thamrin. Salah satu solusi yang diterapkan LPPM adalah membangun unit usaha sebagai jalan subsidi silang.

“Untuk itulah LPPM melaunching Cafe, Bar dan Live Musik di Jalan Raya Pintu 2 Taman Mini.” tandasnya.

Tantangan lainnya, menurut Thamrin, kinerja LPPM dalam penanganan kasus hukum (advokasi dan paralegal) tentu membutuhkan personel yang memahami civitas keilmuan di bidang tersebut.

“Kalau soal keilmuan, bisa kita proses semua. Bisa kita asah dan pertajam. Artinya kita bangkitkan dulu kesolidan, kesatuan pemahaman, komitmen. Komitmen kembali kepada anggaran dasar kita. Kembali pada visi misi kita—berperan serta dalam penegakan supremasi hukum, membantu para penegak hukum dan menjalankan kesetaraan masyarakat di mata hukum. Artinya, semua pihak itu setara di mata hukum,” terang Thamrin.

Jadi dengan adanya LPPM ini, ia berharap, mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan, terutama kepada masyarakat bawah. Karena selama ini, kata dia, kalau sudah berbicara soal hukum, masyarakat bawah ini sangat takut.

“Ke kantor dan dengar polisi saja, masyarakat bawah itu langsung takut. Sebetulnya itu kan rumah masyarakat. Oleh karena itu pemahaman yang benar itu harus diberikan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Koordinasi dengan Baintelkam Mabes Polri

Sejak terbentuknya LPPM pemahaman anggota terkait dengan dunia Pekerja migran Indonesia (PMI) dan kasus-kasus itu yang sering ditemui, cukup mengena.

“Dan berdasarkan pengaduan mengenai keadaan, kondisi PMI yang dominan wanita—ada di timur tengah, kita bersurat resmi langsung kepada Kapolri. Dan puji tuhan direspon dengan sangat baik oleh Pak Kapolri Listyo Sigit,” ceritanya.

“Itu ditindaklanjuti dengan diutusnya salah satu perwira menengah (pamen) yang datang berkunjung ke kita dan bermitra resmi dengan kita. Artinya, penanganan kita dalam dunia PMI senantiasa berkoordinasi dengan Baintelkam Mabes Polri. Dan apabila memang tidak bisa diselesaikan secara restorative justice, penyelesaian kekeluargaan—karena tentunya kita serahkan kepada PMI, yang bersangkutan,” ia menjelaskan.

Sebagai NGO, LPPM Mandiri

LPPM ini lembaga non pemerintah (NGO). Mandiri, sesuai bentuknya yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat, termasuk pendanaan penanganan kasus, operasional kantor dan lain segala macam. Semua terkait itu, mengandalkan dari diri sendiri.

“Oleh karena itu kita perlu mencarikan solusi. supaya kita tetap bisa menjalankan visi misi lembaga.” terangnya.

Bantuan dari non teknis sebetulnya banyak dari para instansi. Tapi kata dia, untuk bantuan berupa operasional, keuangan dan segala macam, belum ada sampai saat ini.

“Namun di beberapa bulan yang lalu, bulan 9 atau bulan 10, kita mengajukan untuk menjadi mitra resmi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), dalam program Menteri Hukum dan HAM itu, organisasi dan bantuan hukum untuk masyarakat,” ungkap Thamrin.

Terdaftar sebagai Organisasi Bantuan Hukum

“Di situ sebetulnya kita tidak serta merta langsung mendapatkan bantuan keuangan tetapi setelah kita menangani kasus, kita administratifkan. Mulai dari pengaduan, surat kuasa, penyelesaian, berikut juga keterangan tidak mampu dari masyarakat untuk membayar jasa advokasi—itu kita administrasikan dan kita laporkan nanti ke Kanwil sesuai dengan wilayah masing-masing,” terangnya.

Hal itu, kata Thamrin, karena LPPM wilayah kerja nasionalnya di seluruh Indonesia, yang tentunya nanti per daerah-daerah, diajukannya ke tiap provinsi. Adapun untuk di DKI sendiri, kata dia sudah terdaftar sebagai organisasi bantuan hukum.

“LPPM Sudah terdaftar untuk melengkapi administrasinya. Nanti tindak lanjutnya rencananya di bulan empat. Itu realiasinya. Itu pun untuk program di 2024. Pengajuannya nanti di bulan empat. Perlengkapan administrasi, untuk program di 2025,” jelasnya.

Ia berharap tidak ada kendala atau halangan soal syarat-sayarat

“Jadi, semoga tidak ada halangan—LPPM bisa melengkapi syarat-syarat itu semua. Supaya di 2025, kita beraktivitas membantu masyarakat dalam hal persoalan hukum. Dan itu kita, operasionalnya itu nanti akan disesuaikan pembiayaannya dari Kanwil Kemenkum HAM,” harap Thamrin.

Kendati begitu, apabila memang ada yang bersangkutan (sedang berkasus) memang benar-benar tidak mampu, Pengurus LPPM berswadaya, untuk memenuhi operasional itu dalam hal membantu sesama.

“Jadi kita mencari bagaimana caranya untuk kita senantiasa lembaga ini bisa bergerak. Kita coba cari usaha-usaha yang bisa dijalankan,” tandas Thamrin ‘Batosai’ Pasaribu.

Program Edukasi Hukum dan Paralegal

Sementara itu, Jefry Tambunan, salah satu Kuasa dan Penasehat Hukum LBH LPPM mengatakan, ia sudah menyiapkan kerangka dan program edukasi yang akan diberikan kepada Pengurus LPPM.

“Untuk program yang akan kita berikan, kita akan memberikan edukasi kepada Teman-teman yang akan bekerja (saat penanganan kasus) agar tindakan Teman-teman sesuai regulasi dan tidak bersinggungan dengan hukum,” kata Jefry.

Saat ini di LPPM sudah ada Lembaga Bantuan Hukum yang dapat menangani perkara-perkara yang dibutuhkan.

“Dimana nantinya kita bisa membantu pemerintah mendegeneralisir kasus-kasus atau perkara perdagangan manusia (TPPO),” terangnya. Untuk itu, kata Jefry selain dengan Satgas TPPO yang dibentuk Mabes Polri, LPPM juga siap bekerjasama dengan Instansi dan Kementerian yang menangani persoalan-persoalan yang membelit pekerja migran, baik imigrasi, BP2MI, Kemenkum HAM, Kemenlu maupun Kementerian Ketenagakerjaan.

“Tentu kita akan kerjasama dengan stake holder- stake holder yang ada, baik itu Bareskrim atau pun Kemenkum HAM,” terang Jefry.

Nantinya, Ia berharap, LPPM juga dapat memberikan masukan atau solusi kepada pemerintah, terutama dalam hal pengawasan.

“Solusi yang mungkin bisa kita tawarkan adalah memberikan masukan terutama dalam hal konsistensi pengawasan. Karena pengawasan adalah pintu gerbangnya. Jika segala sesuatunya dapat dilakukan secara konsisten dalam hal pengawasan, saya rasa persoalan-persoalan yang terjadi pada pekerja migran ini bisa di eliminir.” pungkas Jefry Tambunan.

[*/TIM RED]