Penanganan Tak Maksimal, Kasus DBD Terus Bertambah

0
41
Eva Arlini/Foto : Ist.

OPINI | SEHAT

“Pemerintah tidak melakukan pembunuhan terhadap nyamuk dewasa dengan fogging secara merata. Fogging hanya dilakukan ketika ada permintaan dari warga,”

Oleh : Eva Arlini, SE

HATI – HATI dengan penyakit demam berdarah (DBD). Banyak daerah melaporkan adanya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Seperti daerah Cianjur dan Banyuasin. Kasus DBD di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang cukup besar.

Data dari beberapa rumah sakit disana, terdapat ratusan warga yang terjangkiti DBD di awal 2024. Tepatnya ada 219 kasus. Dari jumlah tersebut, dua anak dengan rentang usia 6 sampai 14 tahun meninggal dunia. (Pikiran-rakyat.com/04/02/2024)

Di Kabupaten Banyuasin, selama bulan Januari, dari 74 kasus DBD yang terdekteksi terdapat empat kasus yang berakhir dengan kematian. (https://www.rmolsumsel.id/30/01/2024)

Sementara secara nasional, selama tahun 2023 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat jumlah kasus DBD sebesar 98.071 kasus dan 764 diantaranya meninggal dunia. (https://www.liputan6.com/04/02/2024)

Terus meningkatnya kasus DBD membuktikan kalau penanganan masalah tersebut selama ini belum benar – benar mampu memutus mata rantai penyebaran DBD. Dengan kerjasama dari semua pihak, kasus DBD dapat berkurang secara signifikan. Dari sisi masyarakat, harus memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan lingkungan. Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD harus dicegah dengan cara menutup saluran air dan menguras genangan air.

Namun ternyata penanganannya tak sesederhana itu. Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan berkaitan dengan faktor pendidikan dan kemiskinan. Kebanyakan kasus DBD terjadi di lingkungan padat penduduk, dimana tingkat pendidikan dan ekonomi disana rendah. Kondisi seperti itu seringkali membuat mereka mengabaikan kesehatan lingkungan mereka.

Ditambah lagi gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, tidak memperhatikan nutrisi makanan menyebabkan daya tahan tubuh mereka rendah. Banyak orang mengalami penyakit seperti diabetes dan hipertensi yang menjadikan daya tahan tubuh mereka semakin rendah. Ketika mereka diserang nyamuk Aedes aegypti, mereka beresiko mengalami kematian. Reriko kematian juga tinggi di kalangan anak – anak.

Hal ini diperparah dengan dukungan pemerintah yang juga lemah dalam menyikapi persoalan ini. Sebagai contoh, dalam melakukan fogging pemerintah tidak maksimal. Pemerintah tidak melakukan pembunuhan terhadap nyamuk dewasa dengan fogging secara merata. Fogging hanya dilakukan ketika ada permintaan dari warga. Itupun akan dikabulkan ketika telah ditemukan kasus DBD di daerah tersebut.

Seperti yang terjadi di Kota Cianjur. Dinas Kesehatan Kota Cianjur mengatakan bahwa fogging hanya dapat dilakukan sesuai dengan permintaan dari warga setelah terlebih dahulu memastikan adanya korban. Mereka mengaku mengalami kendala dalam melakukan fogging yakni keterbatasan biaya, alat dan SDM.

Jika kasus DBD belum ada di suatu daerah, maka permintaan fogging tidak dikabulkan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Lubuk Batang, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Warga di satu desa disana kecewa karena permintaan fogging di daerahnya ditolak dengan alasan tidak ada kasus DBD. (https://www.rmolsumsel.id/11/01/2024)

Bahkan karena minimnya upaya pemerintah dalam memberi perhatian terhadap masalah ini, tim kampanye salah satu calon presiden menjadikan fogging sebagai ide mencari perhatian masyarakat. Seperti yang dilakukan tim Kampanye Daerah (TKD) Sumsel Prabowo-Gibran yang beberapa kali melakukan fogging kecamatan yang ada di wilayah Kota Palembang. (https://www.rmolsumsel.id/27/01/2024)

Kekurangan dana selalu menjadi alasan pemerintah ketika mengurus urusan rakyat. Padahal sumber utama keuangan negara berasal dari rakyat. Malah baru – baru ini Presiden Joko Widodo justru mengeluarkan peraturan kenaikan gaji ASN. Ketika ada yang menduga kenaikan gaji ASN tepat jelang pemilu tersebut kental unsur politik, pihak pemerintah membatahnya.

Kepala Biro Data, Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce menyebut kebijakan tersebut tidak ada kaitannya dengan unsur politik. Sebab rencana kenaikan gaji ASN telah dibuat sejak 2020 silam.

Lagipula ia menilai, saat ini memang waktu yang tepat menaikkan gaji PNS, atas dasar ekonomi nasional yang membaik, peningkatan penerimaan pajak, hingga kinerja APBN yang secara keseimbangan primer masih tercatat surplus. (https://www.liputan6.com/31/01/2024)

Ucapan tersebut pun mengundang tanya, kalau memang kondisi ekonomi membaik, kenapa anggaran penanganan masalah rakyat semisal DBD tidak ditambah hingga maksimal?

Sistem Islam Peduli Urusan Rakyat
Begitulah cara rezim demokrasi mengurus rakyatnya, tidak memperlihatkan kesungguh – sungguhan. Hal ini wajar mengingat sistem politik demokrasi berlandaskan sekulerisme, dimana peran agama tidak difungsikan dalam ranah kehidupan, termasuk politik. Demokrasi cenderung kapitalistik. Manusia yang berkecimpung di dalamnya mengutamakan kepentingan dirinya dan para pemilik modal yang mendukung kepentingan mereka.

Berbeda dengan Islam. Syariat Islam mengajarkan bahwa politik harus belandaskan akidah Islam. Dalam mengurus urusan rakyat, pemimpin harus terikat dengan hukum – hukum Allah swt. Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah dari Allah swt yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Maka penguasa yang ditopang oleh hukum Islam akan maksimal mengurus rakyatnya sesuai Islam.

Dalam pemerintahan Islam yakni Khilafah, akan ada anggaran khusus yang berjumlah memadai untuk mengatasi wabah penyakit semisal DBD. Bahkan ketika kas negara kosong sekalipun, anggaran tersebut harus tetap diupayakan dengan jalan – jalan sesuai syariat. Tidak ada alasan kekurangan dana dalam mengurus urusan rakyat yang urgen dan mengancam nyawa semisal penyakit DBD. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Nizhamul Islam bab Dustur Wa Qanun, karya Syekh Taquyuddin An Nabhani. Hanya sistem Islam yang benar – benar peduli urusan rakyat. Wallahu a’lam bishawab. (*)

*Penulis Adalah Pengurus Rumah Quran al Aqsho