Desa Wisata Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, Benarkah?

0
16
Fitriani, S.Hi /Foto : Ist.

OPINI

“Seolah program ini bagus, namun sejatinya pemerintah sedang mendorong rakyatnya untuk berjuang sendiri di tengah globalisasi yang membuat kesejahteraan sekedar mimpi bagi rakyat saat ini,”

Oleh : Fitriani, S.Hi

BANYAKNYA muncul desa wisata tidak lain merupakan bagian dari program pengembangan desa wisata yang dicanangkan 3 kementrian yakni Kemendesa PDTT, Kementrian Pariwisata, dan Kemenkop UKM di tahun 2017 silam. Tiga poin yang harus dimunculkan pada desa wisata agar mampu memiliki daya saing pada industri wisata yaitu culture (budaya), nature (alam) dan manmade (kreasi masyarakat). Oleh karena itu, pemerintah fokus mencari dan memunculkan tiga poin tersebut pada masing-masing daerah yang menjadi sasaran pembangunan pariwisata.

Seperti dilansir dari sharia.republika.co.id pada Ahad 18/02/2024 Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan pembentukan 6.000 desa wisata selama tahun 2024 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. “Desa yang memiliki potensi wisata itu sekitar 7.500 dan 80 persen itu sekitar 6.000 desa harus kita jangkau,” ujarnya.

Di saat kondisi negara yang mengalami defisit keuangan yang disebabkan hutang negara yang sangat besar, pemerintah berupaya mencari pemasukan dari sektor-sektor terkecil seperti halnya pariwisata ini. Sehingga industri pariwisata ini dijadikan salah satu sumber utama pendapatan negara sehingga akan terus menjadi sektor yang diburu untuk dikembangkan.

Miris memang ya. Indonesia yang dikaruniai Allah SWT Sumber daya alam yang melimpah, banyak sumber-sumber strategis yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan namun justru ditinggalkan dan malah hanya focus dengan hal-hal yang kecil. Maka bukankah ini bentuk kemalasan negara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan meninggalkan pengolahan sumber-sumber strategis. Kemandirian dan pemberdayaan Masyarakat yang justru dijadikan sebagai alasan.

Desa wisata yang dikembangkan bertujuan memandirikan masyarakat di sektor ekonomi. Melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat di desa wisata diharapkan mereka mampu memenuhi segala macam kebutuhan hidup. Seolah program ini bagus, namun sejatinya pemerintah sedang mendorong rakyatnya untuk berjuang sendiri di tengah globalisasi yang membuat kesejahteraan sekedar mimpi bagi rakyat saat ini.

Di samping itu pembangunan sektor pariwisata besar-besaran ini tidak lain merupakan pengalihan perhatian masyarakat dan pemerintah dari pembangunan strategis seperti infrastruktur serta penguasaan dan pengelolaan SDA menjadi hanya sekedar fokus pada aspek non strategis yang nilainya recehan. Sehingga sampai kapanpun takkan mampu membuat perekonomian negeri menjadi maju, kuat dan mandiri.

Belum lagi dampak negative dari berkembangnya pariwisata khususnya bagi masyarakat setempat. Karena dari sektor pariwisata lebih banyak resiko social dibandingkan keuntungan materi, seperti ancaman adanya liberalisasi dan eksploitasi alam, budaya, gaya hidup.

Kemandirian desa sedang diupayakan terwujud Namun hal itu tetap berpotensi masuknya investor, yang dapat menjerat desa. Investasi ini jelas akan menguntungkan para pengusaha. Sementara rakyat dibiarkan dengan resiko-resiko yang membahayakan kelangsungan hidupnya dengan keuntungan materi yang tak bermakna.

Karena kenyataannya, dampak secara pasti itu terlihat melalui invasi budaya , khususnya masyarakat yang hidup di sekitar obyek wisata.Bahkan yang menjadi korban bukan hanya orang-orang dewasa tapi juga anak-anak. Masyarakat setempat akan sangat rentan terpapar perilaku yang dibawa oleh para wisatawan yang datang, tidak semua wisatawan yang datang mempunyai prilaku yang baik. Terkadang ada yang menyalahgunakan tempat wisata untuk tempat maksiat.

Berbeda dengan pariwisata hari ini, padahal dalam Islam Pariwisata bukanlah sekedar sumber pemasukan untuk meraih materi, namun disana kita harusnya bisa melihat betapa besar keagungan Allah melalui pemandangan serta beragam hewan yang mengagumkan dan menyejukkan mata.

Harusnya dengan wisata kita akan bertambah iman bukan sebaliknya disana menjadi tempat yang melegalkan untuk bermaksiat dengan berbagai hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Seperti misalnya prostitusi, khamar seolah-olah adalah pemandangan yang biasa terjadi ditempat-tempat wisata.

Maka selayaknya negara benar-benar memperhatikan bahwa tempat destinasi wisata bukanlah dijadikan sebagai sumber penghasil uang semata sehingga membiarkan berbagai kemaksiatan merajalela. Karena sejatinya tempat wisata dijadikan sebagai tempat alternatif yang akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt bukan malah mengeksploitasinya dan memberikan pengelolaannya kepada swasta apalagi asing dan aseng yang menjadikan Negara lepas tanggung jawab riayah Negara terhadap rakyatnya.

Menjadikan desa wisata sebagai jalan pintas pertumbuhan ekonomi masyarakat juga kurang tepat karena kenyataannya masih banyak hal-hal strategis yang bisa dikelola oleh negara dalam rangka menaikkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Islam akan mengoptimalisasi sumber daya strategis termasuk SDA untuk meningkatkan pemasukan negara. Yang akan memberikan hasil yang jauh lebih besar. Di sisi lain, masyarakat akan terjaga kehidupannya. Dan tidak akan menjadi korban dari system kapitalisme hari ini yang hanya sekedar mengagungkan materi semata. Wallahu`alam bisshawab. (***)

*Penulis Adalah Guru dan Aktivis Dakwah