OPINI
“Melihat sederetan makanan yang lewat di sosial medianya. Sedangkan mereka jangankan makanan enak, air bersih saja untuk mereka minum sangat sulit mereka dapatkan,”
Oleh : Rahmadani
RAMADHAN sudah masuk hari kedua. Kita dengan semangat menyambut ramadhan. Sudah memikirkan memakai mukenah dan baju terbaik mana yang akan dibawa nantinya ke masjid. Memikirkan bukaan enak apa yang akan dibeli nantinya. Akan kemana ngabuburit nantinya. Memikirkan deretan takjil yang beragam jenisnya.
Gulai apa yang cocok nantinya menjadi lauk di waktu sahur. Mulai sibuk memikirkan kue apa yang akan dibuat untuk lebaran nantinya, yang tidak kalah pentingnya mencari baju apa yang sedang trend untuk baju lebaran nantinya.
Memposting makanan yang beragam jenis untuk memenuhi beranda di sosial media. Memposting kebersamaan dengan anggota keluarga, dengan caption “Alhamdulillah hari ini Puasanya lancar, dengan keluarga tercinta”.
Sebenarnya ini tidaklah salah. Namun kembali teringat bagaimana keadaan saudara kita yang jauh disana. Melihat sederetan makanan yang lewat di sosial medianya. Sedangkan mereka jangankan makanan enak, air bersih saja untuk mereka minum sangat sulit mereka dapatkan.
Lihatlah bagaimana tampannya anak-anak Palestina. Hingga datang kepada mereka kesulitan untuk mendapatkan makanan. Hingga harus menahan lapar yang tiada tahu kapan akan berakhir.
Terbaringlah seorang anak Palestina yang mengalami kelaparan hingga gizi buruk. Melihatnya dari sosial media sudah mengiris-ngiris hati ini. Wajahnya yang dahulunya sedikit merah dengan bulu mata lentik sekarang terlihat pucat pasi menahan kelaparan.
Tahun ini adalah tahun yang sama untuk saudara kita yang ada di Palestina. Mereka masih menghadapi suasana yang sama, hidup dengan pemborbardiran yang belum tahu kapan akan berhenti secara permanen.
Mereka harus menghadapi itu semua, hidup di bawah reruntuhan bangunan yang tidak beralas. Menahan dinginnya malam, menahan perut lapar tanpa berbuka dan sahur. Akses listrik yang susah didapatkan, sumber air bersih yang sudah bahkan tidak ada lagi.
Sholat Terawih di bawah gelapnya malam tanpa ada listrik sebagai penerangnya. Namun semangat iman yang tidak pernah padam di dalam diri. akses ke dunia yang tiada respon terhadap kekejian yang dilakukan Israel Laknatullah. Yang lebih mengiris hati ketika mereka sangat antusias menyambut ramadhan adalah jawaban mereka.
Ditanyalah kepada mereka apa yang membuatmu begitu bahagia menyambut ramadhan. Dengan lantang mereka menjawab setidaknya di bulan ramadhan ini lapar kami lebih bermakna.
Mendengar itu sungguh hati ini tersayat. Sungguh keimanan yang tiada duanya. Mereka memang diuji dengan dunia, namun insyaAllah Surga adalah milik mereka. Mereka rela mengorbankan jiwa terhadap islam.
Tidak ada rasa gentar ketika diuji, seluruh hidupnya hanya untuk Allah. Sedangkan kami yang masih Allah beri kenikmatan yang tiada hentinya masih memilih bermalas-malasan dalam beribadah.
Seharusnya ramadhan menjadikan kita untuk menuju persatuan. Tidak hanya bersatu dengan umat islam di sekitar saja. Tetapi menyatukan umat islam seluruh dunia.
Seharusnya muslim yang satu bisa menjadi pelindung untuk muslim yang lain. Hingga tidak ada yang terbantai lagi. Tidakkah kita adalah kesatuan yang satu. Jika satu bagian muslim yang lain sakit kita juga bisa merasakannya.
Semoga ramadhan tahun ini memberikan keberkahan di dalam hidup kita.
Saudara kita yang sedang berjuang Allah beri kemenangan. Hanya satu solusi untuk umat ini bersatu yaitu dengan berdirinya sistem yang diatur dengan khilafah.
Semoga tahun ini Ramadhan yang bisa membuat seluruh umat di dunia menuju persatuan yang sama, Diatur dengan undang-undang yang sama, diatur dengan sistem yang sama, diatur oleh pemimpin yang sama yaitu Khilafah. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa Matematika