NEWS | NUSANTARA
“UKW yang difasilitasi Forum Humas BUMN menelan dana miliaran rupiah uang rakyat, seharusnya tidak boleh terjadi. Pelaksana UKW ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan liar, karena sesungguhnya pelaksanannya melanggar ketentuan perundang-undangan dan ada implikasi pidananya,”
Jakarta | Lapan6Online : Forum Humas Badan Usaha Milik Negara (FH BUMN) baru-baru ini membuat kegiatan dengan sepakat menggelontorkan dana Rp 6 Miliar kepada pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Pencairan dana miliaran tersebut ternyata merupakan realisasi kegiatan kerjasama antara Forum Humas BUMN dengan pengurus PWI Pusat.
Dari Rp 6 Miliar dana yang disiapkan untuk kegiatan UKW ini, ternyata sudah dicairkan sebanyak Rp 4,6 Miliar secara bertahap untuk pelaksanaan UKW. Pelaksanaan UKW yang hanya di 10 provinsi ini dengan nilai Rp 4.6 Miliar memunculkan polemik di antara sesama pengurus PWI pusat.
Yang membongkar kasus ini ke media untuk pertama kali adalah Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo gara-gara ada dugaan penyerahan cashback sebesar Rp 2,9 Miliar ke oknum pegawai BUMN.
Sasonggko Tedjo pun, dalam keterangan tertulisnya, pada Sabtu (6/4/2023 ) di Jakarta, secara tegas meminta kepada pengurus PWI pusat agar bantuan yang diberikan untuk UKW gratis di 30 provinsi itu seharusnya disalurkan secara utuh.
“Tidak ada yang namanya cashback, fee atau potongan apapun, karena bantuan ini langsung perintah Presiden ke Menteri BUMN saat pengurus PWI bertemu dengan Presiden di Istana Negara, 7 November 2023”, kata Sasongko dalam keterangannya. Terkait hal itu, menurut Sasongko, beberapa pengurus PWI yang terlibat dalam permasalahan ini sudah dimintai klarifikasi dalam rapat Dewan Kehormatan.
Pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PWI langsung dijawab oleh Sekretaris Jenderal PWI Sayid Iskandarsyah melalui keterangan tertulis kepada media. Ia membantah telah memberikan keterangan kepada Dewan Kehormatan.
“Seluruhnya sudah diselesaikan oleh PWI Pusat dan telah dibuat laporan tertulis sesuai dengan isi perjanjian kerjasama antara PWI dengan FH BUMN. Pernyataan bahwa sekitar Rp 2,9 Miliar tidak jelas penggunaannya adalah keliru dan telah melahirkan fitnah. Saya tidak tahu angka itu didapat dari mana. DK harus meralat kesalahan tersebut karena salah,” ungkap Sayid dalam keterangan tertulisnya, pada Minggu (7/4/2024) lalu di Jakarta.
Menyikapi persoalan ini, Ir. Soegiharto Santoso, SH yang menjabat Ketua Dewan Pengarah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia dan juga Sekjen Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia (PERATIN) mengatakan, pelaksanaan UKW oleh PWI ini liar karena tidak memiliki perizinan dari Lembaga Pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“UKW yang difasilitasi Forum Humas BUMN menelan dana miliaran rupiah uang rakyat, seharusnya tidak boleh terjadi. Pelaksana UKW ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan liar, karena sesungguhnya pelaksanannya melanggar ketentuan perundang-undangan dan ada implikasi pidananya,” tandas Hoky sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis (11/4/2024) di Jakarta.
Hoky juga menegaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 44 dan 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi ada ketentuan pidananya. “Dalam ketentuan itu jelas mengatur bahwa perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi. Melanggar pasal ini akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” terang Hoky.
Sebagai pendiri LSP Pers Indonesia dan selaku praktisi hukum, Hoky menambahkan, jika kerjasama ini terus dilanjutkan, dikhawatirkan akan merusak nama baik Menteri BUMN Erick Thohir karena terkesan membiarkan lembaganya bekerjasama melaksanakan UKW liar dan tak memiliki ijin resmi dari pemerintah untuk melakukan sertifikat kompetensi wartawan.
“Saya yakin mungkin Pak Menteri BUMN Erick Thohir tidak memahami sebelumnya bahwa pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi sebuah profesi harus memiliki ijin resmi dari pemerintah. UU Ketenagakerjaan dan UU Pendidikan Tinggi mengatur hal itu. Yang dilaksanakan oleh PWI itu menggunakan Lembaga Penguji Kompetensi yang tidak memiliki ijin dari BNSP dan dapat dikategorikan sebagai kegiatan liar, karena melanggar UU,” tandas Hoky yang juga menjabat sebagai Waketum DPP SPRI.
Ia juga menjelaskan, institusi Polri dan KPK saja merupakan lembaga yang memiliki Undang-Undang sendiri terkait kinerja dan bidang tugasnya. Namun, menurut Hoky, Ketika itu menyangkut kompetensi profesi, maka kedua lembaga penegak hukum itu wajib mengikuti ketentuan perundang-undangan dengan cara masing-masing mendirikan LSP Polri dan LSP KPK yang memperoleh liseni dari BNSP, karena memang telah jelas landasan dasar hukum pendirian BNSP dan LSP.
“Sehingga untuk Pers juga sama harus tunduk pada ketentuan tersebut, jadi wartawan harus mengikuti Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) melalui LSP yang memiliki ijin resmi dari BNSP yang telah diatur oleh UU. Kalau Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dilakukan bukan atas ijin atau tidak ada lisensi dari BNSP, sekali lagi saya katakan itu dapat dikategorikan sebagai kegiatan UKW liar,” pungkasnya. (*Rls/Mbeng/Red)