OPINI | POLITIK
“Naiknya nilai rupiah, menandakan betapa rupiah melemah yang berdampak kepada harga barang impor naik, hingga inflasi tinggi, daya beli melemah. Rupiah melemah, otomatis ekonomi Indonesia jadi payah,”
Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
INDONESIA walaupun negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia, tapi dalam menjalani kehidupannya jauh dari nilai-nilai Islam.
Salah satunya dalam menjalankan perekonomiannya, dalam hal bertransaksi menggunakan nilai tukar rupiah bukan dinar atau emas seperti yang dicontohkan Rasullulah SAW. Inilah yang menyebabkan ketidakstabilan perekonomian karena nilai tukar rupiah tergantung dengan mata uang dolar Amerika Serikat selaku negara super power yang menguasai dunia.
Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat semakin naik, sampai saat ini menyentuh Rp16.280 pada Jumat (19/4). Naiknya nilai rupiah, menandakan betapa rupiah melemah yang berdampak kepada harga barang impor naik, hingga inflasi tinggi, daya beli melemah. Rupiah melemah, otomatis ekonomi Indonesia jadi payah.
Pelemahan rupiah kali ini disebabkan beberapa hal: Pertama, The Fed atau bank sentral Amerika Serikat diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi AS. Selama suku bunga ini masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar AS, sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Kedua, konflik Israel-Iran di Timur Tengah yang kian memanas. Hal ini terkait dengan perkembangan kondisi geopolitik di Timur Tengah terjadi setelah terdengarnya suara ledakan di Iran, Suriah, dan Irak menyebabkan depresiasi hampir seluruh mata uang global, termasuk rupiah sebagai imbasnya, hingga para investor menganggap Indonesia berisiko karena statusnya sebagai negara pengimpor minyak (padahal Indonesia kaya akan SDA-nya).
Pelemahan rupiah juga dikhawatirkan membuat harga barang-barang impor melonjak, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat, Dampak kenaikan harga barang impor dan pangan kemungkinan akan terasa sementara itu, bila nilai tukar rupiah melemah, harga barang-barang impor biasanya melonjak. Sekitar 90% impor Indonesia terdiri dari bahan baku untuk aktivitas produksi dalam negeri, merujuk catatan LPEM Universitas Indonesia.
Apalagi, Adhi S. Lukman, selaku ketua umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengatakan pelaku usaha dalam asosiasinya membutuhkan banyak sekali bahan baku impor. Karena itu, melemahnya kurs rupiah membuat biaya produksi dan ongkos logistik para pengusaha makanan dan minuman melonjak sudah otomatis, konsekuensinya harga barang-barang akan meningkat sehingga masyarakat selaku konsumen ikut jadi korban. Sehingga lemahnya rupiah, hidup rakyat makin susah.
Melihat kondisi ini merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, karena lebih dari separuh ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga. Pengeluaran atas barang dan jasa untuk tujuan konsumsi. Jika daya beli masyarakat melemah, maka pertumbuhan ekonomi bisa melambat.
Pemerintah pun bisa jadi akan mengalokasikan belanja lebih besar untuk subsidi energi atau kompensasi bagi Pertamina. Selama ini, Pertamina ditugaskan menjual bahan bakar minyak tertentu dengan nilai di bawah harga pasar, dengan selisihnya ditanggung pemerintah. Inilah yang dimaksud sebagai kompensasi itu. Namun, situasi tersebut berakibat defisit fiskal yang melebar di tengah menurunnya penerimaan negara akibat normalisasi harga komoditas, sehingga meningkatkan pembiayaan anggaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan imbal hasil obligasi Indonesia.
Memang, Bank Indonesia menyatakan akan terus berusaha menjaga stabilitas rupiah, termasuk dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing. Bank Indonesia pun akan melakukan pengelolaan aliran portfolio asing yang diklaim ramah pasar. Terlihat jelas bahwa pelemahan rupiah makin kuat. Pengaruh yang paling utama adalah ketergantungan pada dolar sebagai mata uang dunia. Kondisi ini terjadi karena saat ini dunia secara keseluruhan di bawah imperialisme AS. Oleh karenanya, dolar adalah akar masalah perekonomian dunia.
Dampak pelemahan rupiah memang akan dirasakan berbagai pihak dan akan semakin menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek. Tapi mengapa kita tidak ingin beralih dalam sistem perekonomian Islam, yang menetapkan sistem mata uang berbasis emas. Sistem ini lebih stabil dan adil sehingga secara ekonomi akan aman. Dengan sistem mata uang emas ekonomi negara dan rakyat akan stabil dan membuat rakyat hidup tenang.
Sadarlah bahwa saat ini prinsip kedaulatan yaitu hak membuat hukum di tangan rakyat bertentangan dengan prinsip Islam yang menegaskan bahwa hanya Allah SWT sebagai pembuat hukum, bukan manusia. [**]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok