Kemiskinan Menurun Ilusi Dalam Kapitalisasi?

0
12
Sutiani A. Md /foto : Ist.

OPINI

“Mustahil kapitalisme menyelesaikan problem kemiskinan karena hal ini memang disebabkan secara struktural, sebab masih berdirinya sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat yaitu untung atau rugi….”

Oleh : Sutiani, A. Md

DI TENGAH stagnasi ekonomi global, berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023.

“Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Secara spasial, tingkat kemiskinan juga terlihat menurun baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan turun ke level 7,09 persen dari 7,29 persen pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi sebesar 11,79 persen dari 12,22 persen pada Maret 2023. Penurunan kemiskinan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.

“Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024 (Maret 2023: 0,388). Level tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan,” ujarnya.

Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024.

“Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.” tandas Febrio. (HUMAS KEMENKEU, 05/07/2024)

Dari data diatas justru sangat ketimpang dengan fakta yang ada karena makin maraknya PHK, PPH naik serta harga bahan kebutuhan pokok kian terjun bebas misalnya data PHK massal dari berbagai media dibawah ini.

Tokopedia TikTok akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekan ini. Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri.

PT Tokopedia sebelumnya telah mengumumkan untuk memangkas jumlah karyawan di perusahaannya. Dikabarkan sebanyak 450 karyawan dari total 5.100 karyawan setelah Tiktok menguasai mayoritas saham Tokopedia, terdampak PHK.

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) sempat merespons terkait kabar tersebut. GoTo menyerahkan keputusan kepada Tokopedia, yang saat ini dimiliki oleh TikTok.

Sekretaris Perusahaan GoTo R. A. Koesoemahadiani dalam surat keterbukaan informasi mengklarifikasi ihwal kabar gelombang PHK karyawan Tokopedia sebanyak 70%, yang dimulai pada Juni 2024.
(Bisnis.com, 19/06/2024).

Satu per satu pabrik industri padat karya, seperti tekstil, garmen, hingga alas kaki di Indonesia menghentikan operasionalnya, alias tutup. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak terelakkan lagi. Namun siapa sangka, bukan hanya buruh/pekerja saja yang terdampak oleh adanya fenomena PHK, melainkan warga di sekitar pabrik yang tutup itu pun turut terkena imbasnya.

Lokasi salah satu pabrik kosong di Provinsi Jawa Barat, tak ada lagi hiruk pikuk pekerja pabrik yang biasanya menghidupkan aktivitas ekonomi di wilayah sekitarnya. Hanya terlihat bekas-bekas lapak penjual yang ditinggalkan, seiring dengan semakin berkurangnya pekerja pabrik, hingga akhirnya tak tersisa.

Misalnya Komarudin, seorang Kepala Dusun yang tempat tinggalnya persis di samping pabrik, terpaksa harus menjual beberapa unit kontrakannya karena sepi akibat ditinggal para buruh.

“Saya dulu punya kontrakan 15 (pintu), sekarang hanya tersisa 11 (pintu) saja, empat nya lagi dijual setelah pabrik itu bangkrut. Sangat kerasa banget ya (dengan ditutupnya pabrik), karena nggak ada yang ngontrak, kan hasilnya dari kontrakan doang. Bukan sepi lagi pokoknya mah,”

Euis Mawati, pemilik usaha katering dan kantin yang masih berada di kawasan pabrik pun mengaku ikut terkena dampaknya. Ia terpaksa harus menutup usahanya dan merumahkan karyawannya, ketika mendapatkan kabar pabrik yang biasanya sumber orderan tutup.

“Saya sekarang sama sekali nggak ada pemasukan. Dulu saya punya karyawan 4 orang, karena selain katering ada kantin buat menyediakan makan siangnya (para buruh pabrik), sekarang katering dan kantin sudah nggak ada, karyawannya juga sudah saya rumahkan semua,” ujar Euis. (CNBC Indonesia, 14/06/2024).

Sudah seharusnya rakyat menyadari bahwa kemiskinan pada hari ini adalah kebenaran faktanya kemiskinan sistemik akibat dari penerapan sistem kapitalis di negara ini. Penguasa harusnya bukan bermain dengan angka namun bersungguh-sungguh melihat fakta yang ada. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme, maka sebab penerapan sistem inilah kekayaan milik rakyat dinikmati para segelintir oligarki dengan bebasnya.

Buktinya, separuh dari aset nasional hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya di Indonesia. Dalam laporannya, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. (tempo.co, 10/10/2019).

Negara lepas tangan akan jaminan hidup rakyat. Misalnya, dalam kesehatan warga menjamin dirinya sendiri melalui iuran BPJS yang tiap bulan rutin untuk dibayar. Belum lagi, soal pendidikan ada kalangan masyarakat miskin di bawah umur yang harus bekerja untuk mencari nafkah dan membantu orang tuanya.

Padahal, anak seusianya masih dibangku sekolah. Belum lagi fasilitas publik kini dikomersialisi oleh para oligarki. Mustahil kapitalisme menyelesaikan problem kemiskinan karena hal ini memang disebabkan secara struktural, sebab masih berdirinya sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat yaitu untung atau rugi yang menjadi pilihan penguasa hari ini.

Sistem Islam menjadi solusi tuntas untuk mengatasi masalah kemiskinan karena dalam Khilafah kebutuhan pokok baik sandang, pangan, dan papan menjadi tanggung jawab negara dengan membuka lapangan pekerjaan-pekerjaan yang seluas-luasnya maupun kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang menjadi hak warganya. Negara juga ikut serta dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Alhasil itu semua kita dapatkan dalam sistem Islam yang menerapkan sistem ekonomi yang memang sesuai dengan fitrah manusia juga bersandarkan atas kehidupan rakyat yang sejahtera, terpenuhinya kebutuhan pokok, dan dasar yang menjadi tujuan utama. Negara seharusnya sangat dominan pada mekanisme pasar bukan malah dikuasai oleh para mafia, jadi harga pasar tidak dibuat semena-mena.

Rasulullah SAW. Bersabda :
“Pemimpin setiap manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (h.r. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Dalam mekanisme tercapainya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, penguasa memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya karna hukumnya fardu, dan negara akan memfasilitasi hal ini, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan gaji yang layak pula.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 233).

Negara juga mewajibkan ahli waris yang mampu untuk memenuhi nafkah kerabat yang tidak mampu. Namun, jika tidak memiliki ahli waris dan memiliki ahli waris, tetapi tidak mampu, maka menjadi tanggung jawab negara yang akan memberikan nafkah. Bahkan, jika pemasukan negara kurang, maka mengambil pintas yaitu pengambilan pajak bagi orang kaya.

Islam juga menetapkan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tentunya pemenuhan ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Negara pertama kali mengambil pemasukan dari kepemilikan umum seperti air, api, dan padang rumput yang dikelola oleh negara sehingga tidak boleh dimiliki individu sedikit pun atau bahkan asing dan seluruh hasil keuntungan sumber daya alam dialokasikan kepada rakyat guna memberikan fasilitas pelayanan yang terbaik tentunya sesuai syariat.

Hasil pengelolaan fai, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur dan harta milik negara lainnya serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum. Selain itu sistem negara Khilafah tidak berbasis riba dan pajak akan tetapi, berbasis emas dan perak sehingga angka inflasinya nol persen.

Demikianlah politik ekonomi Khilafah yang menjamin kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya baik muslim maupun non muslim. Begitu indahnya pemandangan ketika Islam kaffah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka, marilah bersegera memperjuangkannya! Wallahualam bissawab. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah