OPINI | EKONOMI | POLITIK
“Semua pengusaha menjadikan keuntungan sebagai tujuan karena itu tak mungkin ‘bersedia’ memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga yang murah. Adapun negara dalam sistem kapitalisme hanya diposisikan sebagai regulator semata,”
Oleh : Siti Jubaidah
KISAH yang terus terulang. Naiknya harga minyak kita sungguh tidak masuk akal. Seorang pedagang di pasar mengatakan harga minyak kita di warungnya kini sudah tak lagi RP 14.000 per liter. Namun naik menjadi RP 15.000 per liternya.
Naiknya harga jual tersebut lantaran harga beli di agen sudah naik. Padahal berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan, minyak goreng rakyat terdiri dari minyak curah yang diatur oleh pemerintah dengan harga eceran tertinggi(HET)sebesar RP 14.000 per liter.
Harga minyak goreng pemerintah dengan minyak kita sudah melambung, barangnya pun susah didapat alias langka. (kompas.com 3/2/2023).
Saat ini harga minyak kita resmi naik jadi 15.700 per liter, Ekonom sebut berpotensi tekan ekonomi rakyat. Kenaikan harga minyak kita diumumkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam surat edaran nomor 03 tahun 2023 tentang pedoman penjualan minyak goreng rakyat.
Ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat bingung atas alasan kemendag. Harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. (6.com,20 juli 2024).
Menurut catatanya, produksi minyak mentah(CPO) Indonesia pada 2023 mencapai 50,07 juta ton.
Naik 7,15 persen dibandingkan produksi 2022 yang mencapai 46,73 juta ton. “Ini menunjukan bahwa untuk menghasilkan minyak goreng, Indonesia tidak perlu impor, jadi alasanya biaya produksi dan nilai tukar rupiah menjadi sumir”,kata Achmad.
Selain itu kenaikan Het minyak goreng sebesar 12,14 persen dari RP 14.000 menjadi RP 15 700 diperkirakan akan meningkatkan inflasi sebesar 0,34 persen.
Ini menunjukan salah kelola akibat penerapan sistem kapitalisme. Sehingga kenaikan harga minyak kembali terjadi, justru pada produk yang diadakan untuk menekan harga minyak.
Meski telah dibuat kebijakan, namun selama kapitalisme masih menjadi asas, maka kebijakan tersebut tak akan mungkin memecahkan persoalan.
Semua pengusaha menjadikan keuntungan sebagai tujuan karena itu tak mungkin ‘bersedia’ memenuhi kebutuhan rakyat dengan harga yang murah. Adapun negara dalam sistem kapitalisme hanya diposisikan sebagai regulator semata. Padahal sudah ada UU yang mengaturnya karena hukum buatan manusia sendiri juga bisa diperjualbelikan.
Inilah bentuk kedzoliman penerapan sistem kapitalisme ketika mengurusi kebutuhan rakyatnya.
Sangat berbeda dengan Islam, dalam Islam negara adalah pelayan rakyat. Islam mewajibkan negara hadir secara penuh mengurusi seluruh kemaslahatan umat. Negara bertindak tegas terhadap pihak pihak yg hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.
Apabila ada kasus maka segera diselesaikan. Islampun memberi perhatian khusus terkait kebutuhan manusia per individu. Selain itu seorang Pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah jika ada rakyatnya yang kelaparan.
Negara menjadi ra’in, pihak yang memenuhi kebutuhan rakyat.
Maka kebijakkan yang dibuatpun untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan menggunakan politik ekonomi Islam.
Negara Islam juga menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik. Negara wajib menjamin dan memberantas distorsi, seperti penimbunan, monopoli, dan penipuan.
Negara akan menyediakan informasi ekonomi dan pasar, serta membuka akses informasi bagi orang yang tidak tepat yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar. Wallahu a’lam bissawab. (**)
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah