Pajak Naik Kok Bangga?

0
29

OPINI | POLITIK

“Islam melarang adanya pungutan pajak, kecuali kebutuhan rakyatnya sudah sangat mendesak namun harta di Baitul Maal kosong. Pajak (dharibah) merupakan sumber pemasukan tidak tetap Negara,”

Oleh : Widya Utami

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati pamerkan jumlah penerimaan pajak yang terus meningkat. Yang mana kenaikan tersebut sangat signifikan sejak 1983 yang hanya Rp 13 triliun. Hal tersebut ia sampaikan saat memperingati Hari Pajak Nasional, 14 Juli 2024.

Awalnya, ia mengungkapkan bahwa pajak adalah sumber utama pendapatan bagi kehidupan sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita cita. Pada 1998 hingga menjelang 2000, penerimaan pajak RI mencapai Rp400 triliun. Angka penerimaan pajak telah naik hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun ini.

“Kita semua mengetahui bahwa untuk bisa terus menjaga Republik Indonesia, membangun negara ini, negara dan bangsa kita, cita-cita yang ingin kita capai, ingin menjadi negara maju, ingin menjadi negara yang sejahtera, adil, tidak mungkin bisa dicapai tanpa penerimaan pajak suatu negara,” jelas dia dalam acara Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara GBK, Jakarta Pusat, pada Minggu (14/7/2024). (Dikutip dari CNN Indonesia)

Peningkatan penerimaan pajak yang dibanggakan menkeu sejatinya menunjukkan meningkatnya pungutan atas rakyat. Hal ini lumrah dalam sistem kapitalis, karena pajak adalah sumber terbesar pendapatan negara.

Besarnya pungutan pajak atas rakyat sejatinya adalah bentuk kedzaliman dan membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Justru negara kapitalis memeras rakyatnya sendiri.

Negara kapitalisme akan senantiasa menetapkan pungutan pajak kepada rakyatnya untuk membangun kestabilan perekonomian negara, pembangunan dan bisnis. Maka tak heran, jika berbagai sektor barang maupun jasa akan dikenai beban pajak dalam sistem ekonomi kapitalis.
Islam melarang adanya pungutan pajak, kecuali kebutuhan rakyatnya sudah sangat mendesak namun harta di Baitul Maal kosong. Pajak (dharibah) merupakan sumber pemasukan tidak tetap negara. Dan pajak (dharibah) pun hanya diberlakukan pada kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta dan dharibah pun bersifat kontemporer.

Syaikh Abdul Qadim Zallum mendefinisikan dharibah sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT, pada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta dalam Baitul Maal untuk membiayai kebutuhan rakyatnya.

Jelas, bahwa kedudukan dharibah dalam sistem ekonomi Islam sangat jauh berbeda dengan pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme. Islam tidak membebani rakyatnya dalam pembangunan ekonomi negara. Ada banyak sumber penerimaan negara, dengan jumlah yang besar.

Sistem keuangan negara dalam Islam berbasis Baitul Maal. Baitul maal memiliki tiga pos sumber pemasukan. Yang pertama, pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa’i dan kharaj yang meliputi ghanimah, anfal, fai’, khunus, kharaj, status tanah dan jizyah. Semua sumber pertama tersebut, merupakan sumber pemasukan tetap negara.

Yang kedua, pos kepemilikan umum yang bersumber dari harta pengelolaan SDA. Seperti minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus (akan dibuatkan tempat khusus, agar tidak bercampur dengan harta lainnya).

Yang ketiga, pos zakat yang bersumber dari zakat fitrah atau zakat maal dari kaum muslimin. Seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah buahan, zakat unta, sapi dan kambing. Selain itu, di pos ini menampung harta sedekah, infaq, wakaf kaum muslimin. Untuk pos zakat, juga akan dibuat tempat khusus agar tidak bercampur dengan harta lainnya.

Dari ke tiga pos sumber pemasukan negara, akan menjadikan negara kaya raya dan seluruhnya akan di alokasikan oleh Khalifah untuk membiayai kebutuhan rakyat dan negaranya serta untuk kemaslahatan ummat.

Namun, konsep Baitul Maal hanya bisa terwujud tatkala adanya negara Islam yakni Khilafah, yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Karena hanya Daulah Khilafah lah yang mampu menerapkan sistem ekonomi sesuai dengan aturan Islam, yang memberikan keberkahan dan kesejahteraan untuk rakyat dan negaranya. (**)