OPINI | HUKUM
“Tentu penyebabnya adalah diabaikannya Islam sebagai aturan hidup. Sebagai bukti, pelaku pelecehan seksual selama ini dihukum dengan menggunakan hukum buatan belanda yakni hanya hukuman penjara,”
Oleh : Eva Arlini
NAMA pesantren kembali tercoreng dengan ulah penjahat keji. Ia yang dikenal dengan nama Abi Sudirman, melakukan perbuatan biadab yang takkan ada satupun orang yang sudi memaafkan.
Ia telah melakukan tindakan pelecehan seksual dan pedofilia terhadap anak – anak yatim piatu yang berada dalam asuhannya. Semua orang geram mengetahui perbuatan lelaki gemulai satu ini. Namun pada kenyataannya kejadian seperti ini adalah yang kesekian kalinya terjadi di negeri ini.
Praktek jahat berkedok pesantren ini telah membuat para orangtua semakin takut menyekolahkan anaknya ke pesantren. Padahal di tengah – tengah sistem pendidikan kita yang sekuler ini, pesantren menjadi harapan terakhir para orangtua untuk membantu mereka membentuk anak – anak solih/ soliha.
Nasihat bijak salah satunya disampaikan oleh seorang dai yang sudah tak asing lagi di dunia dakwah, yakni Ustadz Felix Siauw. Melalui channel youtubenya ia menyampaikan keprihatinan terhadap musibah yang dialami anak – anak tersebut. Sudah seharusnya kita mendudukkan masalah dengan tepat, yakni menjadikan pesantren dan Islam sebagai korban.
Islam sebuah aturan hidup sempurna yang ketika dijalankan oleh manusia justru bisa mencegah terjadinya perbuatan – perbuatan keji seperti pada kasus tersebut. Aturan Islam seperti larangan berdua – duaan dengan yang bukan mahram, menutup aurat serta sistem sanksi yang tegas adalah diantara aturan Islam yang mampu menutup pintu kemaksiatan terjadi.
Hari ini kasus – kasus seperti yang dilakukan penjahat Abi Sudirman semakin banyak terjadi. Tentu penyebabnya adalah diabaikannya Islam sebagai aturan hidup. Sebagai bukti, pelaku pelecehan seksual selama ini dihukum dengan menggunakan hukum buatan belanda yakni hanya hukuman penjara. Sedangkan jika memakai hukum Islam, perbuatan Abi Sudirman bisa dihukum dengan hukuman mati. Perbuatannya terkategori perbuatan seks sesama jenis, yang di masa kekhilafahan dihukum dengan cara dilempar dari gedung tertinggi di wilayah tersebut hingga tewas.
Inilah yang harus disadari oleh umat muslim, bahwa maraknya kemaksiatan yang terjadi adalah karena kita tidak patuh dengan hukum – hukum Allah swt.
Sebagaimana peringatan dari Allah swt dalam surat at Thaha ayat 124 yang artinya Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
Ayat ini ditafsirkan oleh Syekh Wahbah az Zuhaili, bahwa barangsiapa menolak setiap apa yang diingatkan Allah melalui Al-Qur’an dan kitab lainnya, maka baginya di dunia itu kehidupan yang sulit dan sempit serta penuh kegelisahan. Bukankah kehidupan kita yang dipenuhi oleh maksiat merupakan kehidupan yang sulit dan menggelisahkan?
Sampai – sampai ada orang yang tega memanfaatkan institusi pendidikan berbasis agama sebagai sarana berbuat maksiat. Sungguh dia tak lagi punya rasa takut kepada Allah swt. Harapannya, dengan semakin banyaknya kasus – kasus seperti ini, kita semakin sadar untuk kembali pada hukum – hukum Allah swt secara total. (**)
*Penulis Adalah Guru Tahsin Quran