OPINI
“Para pengusaha bisa leluasa mengemplang pajak hingga 15 tahun tanpa tersentuh hukum. Para pengusaha juga leluasa menyerobot lahan hutan hingga jutaan hektare tanpa membayar pajaknya,”
Oleh : Selvi Safitri
MENCENGANGKAN! Masyarakat dihebohkan dengan berita tentang dana pajak ratusan triliun yang bocor. Hashim Djojohadikusumo mengungkap rencana Prabowo mengejar 300 pengusaha sawit pengemplang pajak yang membuat penerimaan negara hilang Rp 300 triliun.
Dana Rp 300 triliun tersebut rencananya akan digunakan untuk menutupi kekurangan APBN 2025. Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional ( TKN ) Prabowo – Gibran Dradjad Wibowo menyebutkan, APBN 2025 membutuhkan sekitar Rp 3.900 triliun, sedangkan dana yang sudah dialokasikan sebesar Rp3.621,3 triliun. Dengan demikian ada kekurangan dana sekitar Rp300 triliun. (CBNC Indonesia, 10/10/2024 ).
Dikutip dari CNBC Indonesia yang menyatakan bahwa penyebab bocornya dana pajak tersebut dikarenakan pajak-pajak yang tidak terkumpulkan. Para pengemplang pajak sudah dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung, tetapi mereka tidak kunjung membayar kewajiban pajaknya sampai 15 tahun hingga akumulasinya sangat besar.
Sementara itu Juru Bicara Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menjelaskan bahwa kebocoran pajak tersebut merupakan potensi penerimaan negara yang bisa didapatkan dari perbaikan tata kelola sector kelapa sawit. KLHK mengonfirmasi bahwa ada jutaan hektare kawasan hutan yang diserobot oleh pengusaha kebun sawit nakal yang sampai sekarang belum membayar pajaknya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Menyatakan bahwa penerimaan pajak pada maret 2024 yang lalu sangat anjlok. Pada maret 2024 ( kuartal 1-2024 ), pendapatan pajak sebesar Rp393,9 triliun. Jumlah ini turun 8,8% dari penerimaan pajak maret 2023 yaitu Rp431.9 triliun. Ini disebabkan oleh turunnya setoran pajak industri. Penurunan ekonomi global membuat dunia industry sepi permintaan bahkan harga komoditas jiga menurun, akibatnya setoran pajak mereka turun. ( CNBC Indonesia, 20-04-2024 ).
Pajak merupakan pendapatan utama dalam sistem sekarang. Semua hal ada pajaknya, mulai dari pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya.
Tersebab pajak dianggap memiliki peran penting dalam pembangunan, Pemerintah Garut memberikan penghargaan wajib pajak atas kontribusi penerimaan pajak KPP Pratama Kabupaten Garut 2023. Dalam acara ini, pemerintah daerah Garut memberikan apresiasi bagi setiap warga yang taat membayar pajak artinya sudah ikut serta dalam pembangunan. ( jabarprov, 18-5-2024 ).
Namun slogan-slogan ajakan membayar pajak itu ternyata hanya berlaku untuk masyarakat kelas bawah. Pada kenyataanya, tampak jelas bahwa negara tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar pajak. Para pengusaha bisa leluasa mengemplang pajak hingga 15 tahun tanpa tersentuh hukum. Para pengusaha juga leluasa menyerobot lahan hutan hingga jutaan hektare tanpa membayar pajaknya.
Ini menunjukkan bahwa negara mengistimewakan pengusaha. Tidak kali ini saja pemerintah mengistimewakan pengusaha. Selama ini pemerintah telah memberikan kemudahan bagi penguasa, yaitu melalui program tax holiday ( liburan pajak ), yaitu intensif pemerintah berupa pegurangan atau penghapusan pajak untuk sementara waktu. Program lainnya adalah tax amnesty ( amnesti pajak ), yaitu penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.
Sikap lembek negara terhadap pengusaha ini sangat berbeda dengan sikapnya yang keras terhadap rakyat. Negara terus membebani rakyat dengan berbagai macam pajak. Target pajak terus meningkat, jenis pajak makin bemacam-macam, dan tarifnya terus mengalami kenaikan.
Berita terbarunya, pemerintah akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri ( KMS ) pada tahun 2025. Tarifnya naik dari 2,2% menjadi 2,4%. Jika melanggar kewajiban pajak rakyat akan diberi sanksi tegas, Miris, rakyat dijejali slogan “ orang bijak taat pajak “ sedangkan pengusaha justru dibebaskan dari pajak. ( Detik.com, 2024 ).
Penerapan kebijakan pajak yang berbeda antara perusahaan dan individu ini terlepas dari pandangan atas hukum pajak, jelas ini merupakan kebijakan yang sewenang-wenang dan menzalimi rakyat. Kebocoran dana pajak yang mencapai 300 triliun akan berdampak pada pembangunan.
Dana tersebut seharusnya bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dll. Namun akibat kebijakan pemerintah yang memihak pada pengusaha, pembangunan menjadi terhambat dan pengurusan rakyat menjadi tersendat, bahkan terabaikan.
Hal ini karena Indonesia merupakan negara yang menerapkan kapitalisme maka umumnya menggantungkan sumber pembiayaan pembangunan negara pada pajak. Hasilnya, rakyat justru mengalami pemerasan untuk membayar pajak.Setiap hal yang ada hubungannya dengan uang, langsung dikenai pajak. Itu dilakukan untuk mengisi APBN.
Kebijakan kapitalisme sangat berbeda dengan islam. Islam menjadikan akidah sebagai landasan utama dalam mengambil keputusan. Dalam hal mengatur pendapatan islam punya aturan sendiri. Sesuai dengan hadis berkaitan dengan pengelolaan SDA, yaitu “ kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.”( HR Abu Dawud dan Ahmad ).
Maksud dari hadist tersebut adalah segala kekayaan alam, baik padan rumput, hutan, sungai, laut, danau, barang tambang, gas alam, ataupun minyak bumi, adalah milik rakyat Negara punya kewajiban mengelola dan memberikan hasil pengelolaan kepada masyarakat secara merata.
Selain dari pengelolaan SDA, islam juga mengatur pemasukan dari berbagai macam. Misalnya jizyah, fai, kharaj, dan ganimah. Semua pemasukan itu akan membuat kas negara baitul mal terisi dan bisa digunakan negara untuk mencukupi kebutuhan rakyat.
Soal pajak, islam tidak menjadikannya sebagai pemasukan utama, Pajak hanya akan dipungut ketika negara mengalami kekosongan kas.itupun hanya untuk kaum muslimin yang kaya. Bagi kaum muslim dan non muslim ( kaya atau tidak ) tidak akan mendapat kewajiban membayar pajak.
Sistem keuangan seperti ini hanya ada pada negara yang menjadikan islam sebagai landasan aturan. Negara ini biasa disebut khilafah, sebagaimana yang dicontohkan para sahabat dan khulafa. Jadi, hanya khilafah yang bisa mengelola keuangan dengan baik, sehingga tidak akan membebani masyarakat. Waallahhua’lam Bissawab. (**)
*Sumber : Mahasiswa Sastra Jepang