OPINI
“Pergantian pejabat negara tak perlu sok membuat kebijakan baru supaya nampak bekerja, namun cukup menjalankan dan menjaga standar kurikulum yang sudah ada,”
Oleh : Syiria Sholikhah
Fakta
Pejabat baru, peraturan baru. Bukanlah suatu hal yang baru di sistem saat ini, sering kali kita menjumpai perubahan peraturan setiap ada pelantikan baru, yang memberi kesan seolah mereka “bekerja”, supaya terlihat bekerja maka tak segan merombak segala sesuatu yang sedang berjalan saat itu.
Tak terkecuali dalam bidang pendidikan, tak sedikit dari kita yang bukan merupakan pengajar pun menyadari akan hal tersebut, periode pengajaran baru maka akan ada perombakan kurikulum. Kurikulum sebelumnya belum selesai masih harus menjalani kurikulum yang baru, sehingga tak sedikit menimbulkan kebingungan pada setiap generasi.
Menyesuaikan siapa kurikulum ini sebetulnya? Kenapa setiap generasi seolah menjadi ajang percobaan bagi suatu kurikulum? Pendidikan saat ini tak memiliki standar yang baku terhadap kurikulumnya, tak jelas visi dan misinya.
Mau dibawa ke mana pendidikan kita ?
Generasi yang di gadang-gadang menciptakan Indonesia emas justru dibuat kepayang oleh perubahan-perubahan kurikulum setiap periodenya. Menimbulkan kebingungan ke mana sebetulnya langkah yang harus ia tuju. Adakah peran industri yang menyebabkan perubahan kurikulum? Seolah kurikulum menyesuaikan mangsa pasar yang membutuhkan tenaga.
Tidak adanya standar baku merupakan salah satu penyebab pemerintah pun bingung sendiri menentukan nasib para generasi. Mencoba berbagai macam jenis kurikulum yang dianggap lebih baik, namun hasilnya sama saja. Apakah para generasi di persiapkan untuk sebatas memenuhi mangsa pasar industri yang dikuasai asing saat ini?
Memisahkan agama dari kehidupan bukanlah solusi untuk menciptakan generasi emas, justru akan berakhir pada generasi (c)emas. Individu yang bebas dan tak memiliki batasan akan menciptakan kerusakan yang besar bagi umat dan negara.
Ia yang tak memiliki batasan dan tak takut akan Tuhan, maka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Pendidikan yang di harapkan setiap orang tua bisa membentuk kepribadian yang baik bagi anak-anak justru melahirkan anak-anak yang tak berperikemanusiaan.
Beginilah akhir dari sistem pendidikan kapitalisme, hanya orang-orang bermodal yang berkuasa, sedangkan yang lain hanya “numpang” saja, menjadikan para manusia sebagai budak kapital.
Mereka merusak para generasi-generasi yang seharusnya bisa melawan perbudakan ini. Deep learning akankah menjadi solusi bagi pendidikan ini yang sudah rusak oleh moderasi beragama dan sekulerisme? Ataukah akan menciptakan masalah baru mungkin seperti stres bagi anak-anak dan sakit mental?
Sistem Pendidikan dalam Islam
Kebimbangan kurikulum pendidikan tidak ditemukan di dalam sistem pendidikan Islam. Standar baku kurikulum pendidikan Islam sangat jelas dan tak memerlukan perubahan setiap periodenya.
Dapat di terapkan sepanjang zaman, pergantian pejabat negara tak perlu sok membuat kebijakan baru supaya nampak bekerja, namun cukup menjalankan dan menjaga standar kurikulum yang sudah ada. Jelas visi dan misi pendidikan Islam, tak perlu pusing dan bingung membuat visi dan misi baru yang belum pasti akan membawa kebaikan.
Sistem pendidikan Islam mengajarkan nilai-nilai akidah yang kuat sebelum ia berkecimpung dengan dunia luar. Membentuk individu yang bertakwa dan berakhlak baik, takut akan perbuatan dosa dan maksiat.
Fokus pendidikan Islam tak hanya sampai di situ saja, setiap individu diberi pilihan ketika ia tumbuh dewasa, untuk memilih bidang yang ia sukai dan bidang yang ia mampu di dalamnya. Negara akan memfasilitasi setiap individu tersebut untuk mengusai bidangnya masing-masing hingga kemudian akan bermanfaat bagi umat dan negara.
Sangat jelas bagaimana sistem pendidikan di dalam Islam, telah terbukti menciptakan generasi emas dan banyak ilmuwan yang ilmunya kita gunakan sekarang. Para ilmuwan pada masa Islamlah yang menciptakan dasar-dasar keilmuan sebelum dikembangkan. Para ilmuan barat pun mengadopsi penemuan-penemuan yang ditemukan oleh para ilmuwan Islam, kemudian mereka mengakuisisi sebagai hasil mereka dan menghapuskan sejarah.
Lantas kenapa masih berharap pada sistem pendidikan yang telah terbukti rusaknya tak tanggung-tanggung, dan bukan kembali kepada sistem pendidikan di mana para ilmuwan lahir? Yaitu sistem pendidikan Islam. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswi UI